Seberkas sinar mentari menelusup dari celah tirai yang tersibak angin. Mata Silvanna merapat, tak siap menerima pancaran yang mengetuk kelopak matanya.
Raganya yang sudah separuh terbangun, berdiam sejenak untuk menyempurnakan jiwanya yang belum kujung menyatu. Dalam pejam sadarnya, Silvanna mengendus sebuah aroma asing di sekitar tempatnya berbaring. Separuh ingatannya melayang, membuka ingatan kejadian semalam sebelum ia terlelap tidur di kamar Granger.
Tunggu. Kamar Granger?
Kata kunci ingatannya membuat matanya sontak terbuka. Benar saja, hal pertama yang dilihatnya bukanlah pemandangan kamarnya. Ia berada di kamar lain, kamar Granger.
Saat pendangannya mengitari ruangan, ia menemukan Granger tertidur duduk di kursi belajarnya.
"Aaaaa!!!" jerit Silvanna seraya bangun dan terduduk. Ia lekas mengecek semua kelengkapan pakaiannya. Masih utuh dan membuat Silvanna bernapas lega.
Kencangnya jeritan itu membuat tidur Granger terusik. Ia lekas bangun seraya mengacak rambutnya sendiri.
Hal pertama yang dilihat Granger adalah wajah panik Silvanna yang terduduk di atas kasur menyender ke tembok.
"Apa sih jerat-jerit? Berisik!" seru Grangermerasa telinganya mulai tidak normal.
"Lo ngapain tidur di sini?!" sahut Silvanna.
Granger menganggap kata-kata Silvanna hanyalah sebuah pertanyaan bodoh. "Jelas gue tidur di sini, lah. Ini kamar gue!" sahutnya.
"Kenapa lo nggak bangunin gue suruh pindah?"
"Lo tidur nyenyak banget. Gue ga tega bangunin lo," kata Granger.
Silvanna mendengar satu kata aneh dari mulut Granger pagi ini. "Apa? Nggak tega?" kata Silvanna melompat turun. "Lo aja tega bikin party gila yang mengganggu gue di sini." Silvanna berkacak pinggang. Granger langsung memasang badan di depannya.
Beberapa saat kemudian, Silvanna punya pikiran negatif lain yang membuatnya langsung terkesiap dan menutup mulutnya yang menganga. "Atau jangan-jangan, lo mau cari kesempatan?" tuduh Silvanna membuat Granger keheranan.
"Hah?" Granger menganggap hal itu adalah sebuah ketidakmungkinan.
"Lo sengaja kan nggak mindahin gue biar lo bisa macem-macem sama gue selama gue tidur...?"
"Lo ngomong apa sih?" kata Granger di tengah ocehan Silvanna yang belum kunjung berhenti.
"... dan lo bisa berbuat nekat karena lo terpengaruh alkohol juga, kan? Emang dasar lo--"
Granger mengacak-acak rambutnya sendiri akibat ocehan Silvanna yang memojokan dirinya. Granger mengangkat dagu Silvanna dan langsung mengecup bibir cewek itu untuk menghentikan ocehannya.
Silvanna terkejut, membulatkan mata di depan wajah Granger kala bibir cowok itu menempel di bibirnya. Ada getaran listrik yanh dirasakan Silvanna saat itu. Tubuhnya terasa kaku, semua tenaganya seakan hilang.
Pertemuan antar bibir itu hanya berlangsung beberapa detik. Wajah Granger kembali menjauh dan melihat wajah cengo Silvanna yang sepertinya masih belum percaya dengan apa yang barusan terjadi.
"Bisa diem sekarang?" kata Granger menatap tajam Silvanna. Wajah dinginnya kembali keluar.
"Lo ngapain--" Silvanna memegang bibirnya yang baru saja direnggut kesuciannya.
"Cuma cara itu yang bikin lo diem dari tuduhan nggak jelas lo tadi."
"Tuduhan apa? Emang bener kan kalo lo sengaja--"
KAMU SEDANG MEMBACA
Roommate
FanfictionGara-gara kesalahan sistem pembagian kamar apartemen, Silvanna harus rela tinggal se-apartemen dengan cowok sombong nan tengil, Granger. Beberapa kali Silvanna komplain pada pihak apartemen, bukannya segera memperbaiki sistemnya, Silvanna malah dian...