Hunter's Castle

1.5K 155 33
                                    

Denting jam mengusik lelapnya Granger yang mungkin masih ingin menjelajah alam mimpinya. Alasan kedua, bebauan aroma terapi yang menguar di ruangan itu juga tidak biasa hinggap di hidungnya. Ia membuang napas berat sebelum membuka matanya perlahan.

Ia terduduk sambil memegangi kepalanya yang terasa berat. Tak lama kemudian, Granger mengusap wajah untuk memulihkan kesadarannya. Ia tidak bisa

Bukan tirai yang tersibak angin yang pertama kali dilihatnya pagi menjelang siang itu, melainkan sebuah kamar mewah berukuran luas—yang sangat berbeda jauh dengan ukuran kamarnya di apartemen. Sebuah ruangan yang sangat asing di matanya, bernuansa putih berbingkai keemasan.

Butuh beberapa menit untuk Granger menyadari keberadaannya saat ini. Kemungkinan paling pahit adalah ia tengah berada di sebuah bagian di tempat yang paling tak ingin diinjaknya di bumi ini. Ia hanya menyayangkan kejadian semalam. Bisa-bisanya pemuda itu menemukannya ketika berkelahi dengan Claude.

Mengenai Claude, sepertinya Granger harus menenangkan diri dulu sebelum menyelesaikan masalahnya dengan Claude. Ia tahu, betapa tak terimanya cowok itu ketika Silvanna kembali tersakiti. Dan mengenai gadis itu, Granger masih butuh waktu untuk memastikan perasaannya. Namun sejauh ini, hanya Sillvanna yang selalu bersamanya saat keadaan apapun.

Pintu terketuk tiga kali sebelum akhirnya masuk seorang pelayan yang masuk ke kamar itu. Pemuda itu melangkah pelan dan berdiri di depan Granger yang masih terduduk di tepi ranjang.

"Saya membawakan sarapan untuk Tuan Granger," kata Eudora seraya meletakkan menu makan pagi serta segelas susu dan air putih—dalam satu nampan—di atas nakas.

Granger hanya menatap nampan itu tanpa minat. Ia sudah menebak siapa yang membawanya ke sini. Sejujurnya, tempat ini adalah istana yang sangat dibenci olehnya.

"Tuan Granger diminta untuk ke ruang tengah setelah sarapan dan membersihkan diri," ucap Eudora setelah mendaratkan nampannya di atas nakas. "Nyonya yang meminta."

Granger masih membisu. Ia tak mau bahkan tak sudi untuk menerima permintaan itu.

"Kalau begitu, saya permisi dulu. Silakan dinikmati hidangannya, Tuan Granger." Eudora pamit setelah semua tugasnya di kamar itu selesai.

Sepeninggal Eudora, Granger hanya menatap datar hidangan di atas nakasnya. Pastinya ada rasa lapar di perut Granger saat itu mengingat begitu banyak energi yang keluar saat ia berkelahi dengan Claude semalam. Namun, ini adalah hidangan dari seseorang yang sangat ia hindari selama ini. Ia tak mungkin menyantapnya meskipun menu sarapan itu terlihat menggoda. Bagi Granger, tiap suapan dari makanan itu yang hinggap di diri Granger adalah sebuah penghinaan besar untuk harga dirinya.

Granger mencoba bangkit untuk mengambil jaketnya yang menanggal di standing hanger tak jauh dari kasurnya. Namun, rasa sakit di kepalanya berhasil menahannya untuk tidak bergerak dulu. Ia kembali terduduk sambil memegangi kepalanya. Efek mabuk semalam hanya berhasil menenangkan jiwanya untuk sesaat tanpa menumpas tuntas akar masalahnya.

Untuk sedikit meringankan sakit kepalanya, Granger meminum air putih di salah satu gelas itu. Ia meresapi tiap tegukan air yang lolos ke tenggorokannya. Segar. Setelah beberapa saat, ia merasa sudah lebih baik dari sebelumnya. Ia bangkit dan menahan sakit kepala yang masih sedikit dirasakannya.

Pintu kamar itu ia tutup dari luar. Satu detik setelahnya, terdengar derap langkah yang mendekatinya. Seorang wanita yang langsung berdiri dari sofa ruang tengah, dan menghampiri Granger yang terpaku di tempatnya.

"Kamu sudah bangun, Sayang? Udah dimakan sarapannya?" tanya wanita itu pada Granger.

"Aku nggak lapar," jawab Granger ketus di balik kedustaannya.

RoommateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang