Sesuatu tersaruk di lantai dan berhenti tepat di depan kaki Granger. Merasa menginjak sesuatu, Granger menunduk dan menemukan sebuah benda mirip undangan. Diambilnya undangan berwarna putih berpita biru itu. Ia mengecek inisial nama sepasang calon tunangan di cover undangan itu.
"Terus, maksud kamu apa undang aku segala?!"
Suara seorang gadis yang tengah di puncak amarah didengar Granger dari tempatnya berdiri. Pandangannya lurus ke depan, didapatinya sepasang kekasih yang sedang bertengkar.
"Itu bukan aku yang ngasih, Ley. Aku nggak tau apa-apa--"
"Bohong kamu!" geram sang gadis bersurai marun seraya terisak. "Siapa lagi? Nggak mungkin calon tunanganmu yang naro undangan itu di loker aku!"
Dari percakapan pelik yang didengarnya, Granger menyimpulkan bahwa undangan yang tengah dipegangnya yang menjadi penyebab pertengkaran dua sejoli itu. Granger masih memantau apa yang terjadi selanjutnya. Yang ia lihat adalah wajah si gadis marun yang tampak sangat rapuh dengan cucuran air mata di kedua pipinya.
"Bisa jadi--"
"Cukup, Gusion! Aku nggak mau denger apa-apa lagi dari kamu!" sela sang gadis. "Kita sampai di sini!" putusnya sebelum ia mundur teratur, berbalik dan berlari seraya menahan bendungan air mata yang sesaat lagi akan jebol.
Melihat drama di koridor kampus itu, Granger tanpa sadar meremas undangan itu. Ia membuangnya ke tempat sampah terdekat.
***
Sore yang cukup indah untuk diabaikan begitu saja. Daripada langsung pulang ke apartemen, Granger memilih untuk menemui sahabat-sahabatnya di sebuah tongkrongan.
Ketika menunggu teman-temannya di sebuah cafe, Granger tak sengaja melihat gadis bersurai marun yang ditemuinya pagi tadi. Gadis itu terlihat murung, mungkin karena tekanan batin yang cukup menyesakkan tengah dialaminya. Granger bisa melihat tatapan kosong gadis itu saat menatap keluar jendela. Granger berdiri seraya membisikan sesuatu pada salah satu pelayan cafe.
"Boleh aku duduk di sini?" izin Granger pada gadis yang duduk di sana terlebih dulu.
Gadis itu menengok Granger, tersenyum ragu, namun kemudian mengizinkan. "Silakan," ucapnya pelan. Granger duduk di kursi yang berhadapan dengannya.
"Kamu yang tadi pagi berantem sama pacarmu, kan?" tanya Granger tanpa basa-basi.
Gadis itu menunduk, lalu meminum latte-nya dengan gusar. "Maaf, Kak. Tolong jangan bahas itu," pinta gadis itu halus.
Granger mengangguk. "Baiklah," Granger menyetujui. "Kalau begitu, kamu mau membicarakan apa, Lesley?"
Kening gadis itu mengerut seraya menatap heran Granger. "Kakak tau namaku?"
Granger menerbitkan senyum kecil. "Siapa yang nggak kenal kamu, Lesley. Si gadis Mayoret yang tampil luar biasa di pembukaan Olimpiade Olahraga bulan lalu," sahut Granger.
Lesley tahu alasan Granger sudah mengenalnya. Gadis itu mengangguk kecil. "Aku nggak sehebat itu, Kak Granger."
"Kamu juga tau namaku," kata Granger. Baru saja Lesley akan menjawab, Granger kembari mengeluarkan suara. "Udah nggak heran. Nggak ada satupun anak Mythical University yang nggak kenal gue."
Lesley akhirnya lega, Granger sudah tau jawabannya.
Beberapa saat kemudian, muncul seorang pelayan membawakan dua porsi es krim. Di dalam nampan.
"Selamat menikmati," ucap sang pelayan setelah menghidangkan dua pesanan itu di meja. Sedetik kemudiam, ia pamit undur diri.
Lesley menoleh Granger setelah menatap es krim cokelat berbagai topping berdampingan dengan cangkir latte-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roommate
FanfictionGara-gara kesalahan sistem pembagian kamar apartemen, Silvanna harus rela tinggal se-apartemen dengan cowok sombong nan tengil, Granger. Beberapa kali Silvanna komplain pada pihak apartemen, bukannya segera memperbaiki sistemnya, Silvanna malah dian...