Pelanggan terakhir dari bengkel Claude baru saja pulang beberapa menit yang lalu. Setelah membereskan semua peralatan bengkelnya, Claude menutup kios bengkelnya karena malam sudah melarut. Ketika berbalik, Claude tercekat saat melihat sosok Granger di depan bengkelnya.
Claude belum mengeluarkan kata apapun. Terakhir ia ketemu Granger saat mereka bertengkar di Club Malam beberapa waktu yang lalu.
"Ada yang perlu gue omongin sama lo," ucap Granger pelan pada Claude yang masih terpaku.
Secangkir teh hangat dan setoples camilan menjadi teman mengobrol Granger dan Claude malam itu. Sempat terbesit di pikiran Claude kalau Granger ketumbenan menghampirinya ke gubuk kecil miliknya. Biasanya, mereka akan bertemu malam nanti di club malam.
"Silvanna salah paham sama gue," kata Granger langsung sesaat setelah Claude duduk di sofa selepas membersihkan diri. Pandangannya kosong ke arah meja yang menyuguhkan suguhan ringan itu. "Dia liat gue yang hampir dicium Selena tadi. Dia langsung lari nggak tau ke mana." Helaan napas gusar terembus dari mulut Granger.
Dari kalimat pertama yang Granger katakan, Claude sudah bisa menyimpulkan kalau hubungan Granger dan Silvanna sudah memasuki babak baru. Dan saat ini, babak baru itu sedang tergoyahkan karena satu hal sepele yang bisa mereka bicarakan secara baik-baik. Claude mendengarkan dengan saksama tiap kalimat yang dilontarkan Granger untuk sekedar berbagi cerita.
Tak biasanya Granger seperti ini. Ia belum pernah seterbuka ini pada siapa pun. Memang benar, daya tarik Silvanna menyihir tiap partikel jiwa Granger untuk berubah.
"Gue nggak tau kenapa Selena tiba-tiba ada di depan apartemen gue. Dia dorong gue dan maksa masuk, sampai akhirnya Silvanna datang dan dia langsung menyimpulkan apa yang dia lihat sendiri," kisah Granger yang masih didengarkan oleh Claude. "Parahnya, gue nemuin kalung tanda jadi kita, tergeletak di lantai dasar apartemen dalam keadaan putus. Gue bisa tebak kalau Silvanna pasti marah besar." Granger mengacak rambutnya sendiri.
Setelah dirasa Granger cukup menyampaikan apa yang menjadi penyebab gundah gulananya malam itu, Claude angkat bicara, "Apa yang bisa gue bantu?" tanya Claude.
Granger menoleh menatap Claude, memohon. "Bantu gue jelasin sama Silvanna, siapa Selena sebenarnya," ucap Granger. "Karena cuma penjelasan dari lo yang bakal dia denger."
Tanpa bisa dipungkiri, memang Claude-lah satu-satunya orang yang tahu perjalanan cinta antara Silvanna dan Granger. Kalau bukan karena pukulan dari Claude saat itu, mungkin Granger tak akan pernah sadar kalau Silvanna begitu menyayanginya.
"Kenapa lo nggak coba jelasin sendiri dulu?"
Granger menggeleng, "Silvanna susah gue hubungin dari tadi."
Claude menghela napas ringan lalu menepuk bahu Granger layaknya seorang sahabat. "Oke."
Secercah harapan hadir di wajah Granger yang sebelumnya terlihat murung.
***
Setelah menghabiskan separuh malam untuk mengutarakan keluh kesahnya pada Lancelot, Silvanna diantar pulang oleh teman sekelasnya itu. Sebetulnya, Silvanna enggan untuk menceritakan apa yang terjadi saat itu. Karena Lancelot terus mendesaknya, ia langsung menceritakan penyebab kesedihannya malam itu.
Kejadian di luar dugaan yang teramat pahit, harus Silvanna lihat dengan mata kepalanya sendiri. Adegan tadi masih terbayang dalam benak Silvanna. Bagaimana gadis tadi terlihat manja pada Granger, tubuh mereka begitu dekat bahkan hampir berciuman. Dia langsung menepis rekaman itu dari otaknya saat memori mencoba memutar ulang. Silvanna terkesiap hingga Lancelot menoleh dari sampingnya.
Lancelot bisa menebak apa yang tengah dipikirkan Silvanna. Memang, gadis itu belum bicara apa-apa lagi setelah bercerita panjang lebar di cafe tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roommate
FanfictionGara-gara kesalahan sistem pembagian kamar apartemen, Silvanna harus rela tinggal se-apartemen dengan cowok sombong nan tengil, Granger. Beberapa kali Silvanna komplain pada pihak apartemen, bukannya segera memperbaiki sistemnya, Silvanna malah dian...