Granger membuka pintu kamarnya dan mendapati Silvanna tengah sibuk dengan berbagai jenis alat bersih-bersih. Cewek itu bersimpuh di depan meja ruang tengah untuk memunguti sampah cemilan, minuman kaleng dan sejenisnya lalu dimasukan ke dalam plastik.
Granger menyandarkan punggung ke kusen pintu sambil memperhatikan gerak-gerik cekatan Silvanna dari sana. Tangannya dilipat di depan perut.
Sesekali, Silvanna menyeka keringat yang keluar dari dahinya sambil terus membersihkan debu di lantai menggunakan vacum cleaner. Mau tak mau Granger merasa kasihan juga karena Silvanna terlihat begitu kelelahan.
"Lo ngapain repot-repot? Gue bisa sewa maid harian buat beresin unit ini," kata Granger yang tahu-tahu ada di belakang Silvanna.
Silvanna mengerlingkan matanya dan melanjutkan pekerjaannya. "Selama gue di sini, ini tempat gue juga. Jadi nggak ada salahnya gue beresin tempat tinggal gue sendiri," kata Silvanna dingin tanpa menoleh Granger. "Lagian, ngeberesin sendiri nggak ada salahnya. Anggap aja olahraga."
"Tapi yang bikin berantakan kan temen-temen gue."
"Terus?" Silvanna masih dingin. Ia menatap Granger tanpa minat.
"Mau gue bantuin?"
Silvanna menggeleng ringan. "Nggak usah, udah hampir selesai, kok." Silvanna mengedikkan dagu, menunjukkan suasana unit yang sudah lebih bersih dari sebelumnya.
Pandangan Granger menyebar ke seluruh penjuru ruangan sampai titik terjauh. Benar saja, unit itu sudah terlihat bersih--jauh lebih bersih dari sebelum-sebelumnya.
Silvanna berdiri tegak seraya berkacak pinggang. "Akhirnya selesai juga," katanya lega. Ia membereskan vacum cleaner untuk diletakkan di tempatnya. Silvanna membiarkan Granger mematung di tempatnya, dan menganggap seakan cowok itu tidak ada.
Cueknya Silvanna membuat Granger termenung di tempatnya. Beberapa saat kemudian cowok itu berbalik untuk kembali memperhatikan Silvanna--yang kini sedang mencuci tangannya. Tak lama kemudian, gadis itu masuk ke kamarnya.
Silvanna jadi lebih pendiam dari sebelumnya. Biasanya gadis itu marah-marah kalau melihat unit itu berantakan bak kapal pecah. Tapi pagi tadi, gadis itu memutuskan untuk membereskannya langsung tanpa banyak bicara.
Tidak hanya tadi, ternyata Silvanna masih tetap tak mau bicara pada Granger meskipun kini mereka sama-sama mau keluar unit itu. Silvanna sudah rapi seraya menggendong ranselnya untuk pergi kuliah, sementara Granger sudah rapi dengan pakaian serba hitamnya, entah mau ke mana. Granger membukakan pintu dan menyilakan Silvanna untuk melangkah keluar lebih dulu.
Silvanna melangkah pelan ke arah lift sampai langkahnya disusul Granger. Beberapa langkah di depan Silvanna, Granger menoleh dan hanya dibalas tatapan datar dari gadis itu.
Keduanya sampai di pintu lift yang sudah terbuka, Granger masuk lebih dulu. Silvanna melangkah ragu untuk ikut masuk lift itu karena hanya ada mereka berdua di sana. Dalam hati, Silvanna hanya berharap akan ada orang lain yang masuk dari lantai-lantai selanjutnya. Granger menekan tombol lantai dasar, pintu lift tertutup.
Selama di dalam lift, tak ada kata yang tercipta dari mereka berdua. Mereka seperti orang yang tak saling kenal yang terjebak dalam satu ruang. Jarak mereka berdiri juga berjauhan.
Harapan Silvanna tak terkabul kali ini. Hanya ada mereka berdua sampai lift berhenti dan pintu terbuka di lantai tujuan mereka. Namun, keduanya berhasil mengakhiri kebersamaan tanpa kata yang berlangsung selama beberapa menit itu. Silvanna melangkah lebih dulu keluar lift tanpa menorehkan senyum atau tatapan apapun pada Granger.
***
Karina memicingkan mata sambil menyusun stik eskrim yang sudah tinggi dengan hati-hati. Satu per satu stik es krimnya menumpuk, membentuk sebuah bangunan yang memutar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Roommate
FanfictionGara-gara kesalahan sistem pembagian kamar apartemen, Silvanna harus rela tinggal se-apartemen dengan cowok sombong nan tengil, Granger. Beberapa kali Silvanna komplain pada pihak apartemen, bukannya segera memperbaiki sistemnya, Silvanna malah dian...