Miya bergumam sebelum menjawab, mengumpulkan nyali untuk mengatakan sesuatu. "Sebenarnya, aku—aku sama Alucard sudah menikah."
Silvanna yang sedikit kaget mendengarnya, lalu terdiam sambil memaklumi pikirannya. Pantas saja, sejak pertama Silvanna bertemu dengan Miya dan Alucard, keduanya sudah tampak dekat, sangat dekat.
"Aku kira kamu sama Alucard masih pacaran. Soalnya aku pernah denger kalau—"
"Aku udah tau, Silva," Miya menyela. Ia tahu apa yang akan dibicarakan Silvanna. "Banyak gosip miring tentang kami di kampus. Itu karena mereka nggak tau kalau kami sudah menikah." Miya beralih memandang Silvanna lekat. "Hanya kamu dan Granger yang tahu hubungan kami."
Silvanna mengangguk paham. Muncul dalam pikirannya tentang Miya yang sangat berani mengambil risiko untuk menikah muda. Apalagi, dia dan pasangannya masih berstatus mahasiswa di kampus yang sama.
"Lalu, kenapa kau dan Alucard tidak tinggal bersama?" tanya Silvanna yang baru menyadari kalau Miya dan Alucard tidak tinggal dalam satu atap.
"Nanti ada saatnya, Silva," kata Miya. "Kami sudah berkomitmen untuk tidak tinggal bersama dulu hingga Aku lulus." Miya terduduk di kursi makan. "Bagaimanapun, aku masih harus patuh pada aturan di sini yang mewajibkan mahasiswa luar kota untuk tinggal di apartemen ini."
Silvanna yang baru mengecek kuah sayur, lalu ikut duduk di kursi makan. "Aku yakin, kalau mereka semua tau hubungan kamu dengan Alucard yang sebenarnya, gosip miring itu akan segera sirna." Silvanna mengelus punggung tangan Miya.
Miya tersenyum, "Terima kasih."
***
Menu makan malam sudah siap di atas meja. Aroma yang menguar dari kuah sup menggugah selera makan Silvanna dan Miya. Mereka lekas membalikkan piring, mengambil porsi makan masing-masing, lalu berdoa bersama.
Suapan pertama sukses membuat Miya kagum, ternyata Silvanna juga pandai memasak.
"Kamu nggak makan malam sama suamimu?" tanya Silvanna iseng.
"Sengaja aku nggak nyuruh Alucard ke sini. Malam ini kan kamu yang masak," kata Miya melanjutkan suapannya. "Kamu kayaknya udah biasa masak, ya?" tanya Miya saat ia menelan suapannya.
"Aku udah biasa masak di rumah. Di tempat lamaku juga aku selalu masak buat—" Silvanna menggantungkan kata-katanya. Ia tampak sedih hingga selera makannya menurun. Hampir saja nama itu kembali keluar dalam obrolannya dengan Miya.
"Kenapa? Kamu ingat sesuatu?" tanya Miya penasaran.
Silvanna menggeleng, menepis semua pemikiran tentang cowok itu. Ia meneguk air putih dalam gelas untuk menetralkan lagi pikirannya. "Lupain."
Miya mengistirahatkan sendok dan garpunya. Ia memegang punggung tangan Silvanna. Saat itu juga, Silvanna merasakan hangat suhu tangan Miya yang menumpuk di tangannya. Sepertinya, Miya tahu apa yang ada dalam pikiran Silvanna saat itu.
"Silva, jika masalah itu masih mengganggu pikiran kamu, sebaiknya kamu selesaikan. Menghindar bukan jalan terbaik, itu hanya buat kamu tambah nggak tenang," ucap Miya memberikan masukan. "Kalau kamu rindu, temui dia. Nggak ada salahnya kalian bicara berdua."
Silvanna melepas sendoknya lalu memijat keningnya.
Miya semakin erat memegang tangan Silvanna. "Kalian hanya perlu bicara, sebelum semuanya berlarut-larut."
Silvanna memandang wajah hangat Miya yang menorehkan senyum tipis. Cewek itu begitu lembut dan perhatian. Tak heran jika Alucard tergila-gila padanya dan langsung menikahinya. Mungkin, Alucard takut kalau Miya lepas dari genggamannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roommate
FanfictionGara-gara kesalahan sistem pembagian kamar apartemen, Silvanna harus rela tinggal se-apartemen dengan cowok sombong nan tengil, Granger. Beberapa kali Silvanna komplain pada pihak apartemen, bukannya segera memperbaiki sistemnya, Silvanna malah dian...