Semenjak perdamaiannya dengan Silvanna, Granger jadi lebih semangat untuk melanjutkan apa yang sempat terhenti. Ia tak mau ada yang tertinggal dan tertanggal lagi di sisa hidupnya. Dari yang pernah ia dengar, lari dari masalah bukanlah jalan terbaik. Mulai malam itu ia bertekad jadi pribadi yang baru.
Kehadiran gadis itu berpengaruh besar untuk Granger. Cowok itu seakan menemukan sebuah alasan untuknya tetap hidup dan berjuang. Bahkan, Granger bersedia masuk ke 'Istana Hunter' untuk bertemu dan memeluk langsung Natalia, ibu kandungnya. Ibu dan anak itu saling mengakui kesalahan masing-masing dan membicarakannya dengan kepala dingin di ruang tengah rumah keluarga Hunter. Sampai-sampai, Miya dan Alucard—yang baru muncul dari ruang tamu—terharu melihat keakraban Natalia dan Granger dalam sebuah pelukan hangat.
Satu tugas besar dari Silvanna sudah ditunaikan Granger hari ini. Granger sadar, saat ini ada dua wanita yang harus ia jaga dan cintai, yakni Natalia sebagai ibu kandungnya, serta Silvanna yang mungkin kelak akan jadi pendamping hidupnya. Meskipun waktu masih menghadirkan teka-teki untuknya, namun itulah tekad Granger, berusaha meyakinkan Silvanna dan mempertahankannya ketika sudah dapat.
Sudah menjadi kebiasaan baru untuk Granger, setiap pagi sebelum ke kampus, Granger selalu menunggu Silvanna di loby apartemen. Silvanna tidak mau menjawab kala Granger tanya mengenai tempat barunya. Granger tidak memaksa, ia menghargai Keputusan Silvanna untuk merahasiakan tempat tinggal barunya pada Granger.
"Udah akur kalian berdua?" tanya Fanny keki saat Granger dan Silvanna masuk ke perpustakaan.
"Iri bilang!" sambar Granger lalu melengos tanpa dosa menuju bangku perpustakaan paling pojok.
"Nempel terus kalian sekarang?" tanya Fanny sepeninggal Granger. Silvanna berjalan di sampingnya menuju satu bangku dekat rak buku sastra.
"Enggak juga. Kita beda destinasi sekarang." Silvanna mengistirahatkan punggungnya di sandaran kursi. Sementara Fanny sibuk dengan satu map file yang tampaknya membuatnya pusing. "Kayak yang stres lo, kenapa?"
Fanny mendesah, mengistirahatkan juga punggungnya di sandaran kursi. "Gue belum dapet tempat magang!" sahut Fanny.
"Bukannya lo udah minta tolong saber?"
"Dia udah dua hari nggak bales chat gue."
"Kalo gitu, samperin aja. Gue temenin," ajak Silvanna.
Fanny tampak menimbang-nimbang, namun akhirnya mengangguk juga. "Oke, sekarang kita ke ruang robotic. Mungkin dia lagi ada di sana."
Sesampainya di depan pintu ruangan bertulis 'Robotic Team', Fanny membuka pintunya. Di dalam ruangan itu tampak Saber tengah mengecek kreasi robot dari anggotanya yang lain. Saat melihat Fanny yang berdiri di dekat pintu, Saber berdiri dari kursinya dan melangkah mendekati Fanny. Saber menariknya keluar ruangan itu, Silvanna mengekor di belakang.
"Ada apa?" tanya Saber saat mereka sudah ada di depan ruangan itu.
"Lo kenapa nggak bales chat gue?" tanya Fanny balik.
"Soal tempat magang?"
"Ya. Gue butuh itu sekarang," kata Fanny.
Saber mendesah, "Sorry, Fan. Tempat Bang Alpha udah ada yang isi dari kampus lain," katanya lemas.
Fanny mengembuskan napas kecewa, "Apa?" ia masih terlihat tak percaya. "Gue kan udah bilang jauh-jauh hari. CV gue udah gue titip ke lo," lanjut Fanny. "Atau jangan-jangan, lo nggak kasih CV gue?"
Saber menunduk, mungkin itu jawaban 'iya' darinya.
Kekecewaan Fanny sudah tiba di puncak kepalanya. "Kenapa, Sab?" tanya Fanny meremas rambutnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roommate
FanfictionGara-gara kesalahan sistem pembagian kamar apartemen, Silvanna harus rela tinggal se-apartemen dengan cowok sombong nan tengil, Granger. Beberapa kali Silvanna komplain pada pihak apartemen, bukannya segera memperbaiki sistemnya, Silvanna malah dian...