Senja dan Separuh Sejarahmu

2.1K 199 54
                                    

Silvanna menepati janjinya--lebih tepatnya karena paksaan Granger untuk pergi bersamanya sore itu. Sesuai perjanjian awal, mereka bertemu di sebuah taman bermain di kawasan Japanese Village.

Kala itu, Granger tengah duduk di sebuah kursi dekat wahana biang lala. Silvanna menghampiri cowok yang kadang menyebalkan itu dan duduk di sampingnya meskipun dengan jarak.

"Makasih udah dateng," kata Granger sebagai penyambutan untuk Silvanna.

Di sampingnya, gadis bersurai cream panjang tergerai itu mengangguk. "Jadi lo mau ngajak gue ke mana?"

Granger tak menjawab. Ia berdiri sambil mengulurkan tangannya seraya mengode agar Silvanna meraih tangannya. Kala itu Silvanna meraih tangan Granger, berdiri, dan mengikuti arah langkah cowok itu. Semoga saja, Granger tidak berbuat macam-macam padanya.

Di dalam sebuah taksi, Silvanna masih bertanya-tanya mengenai tujuan Granger mengajaknya sore itu. Apalagi, tak ada orang lain yang ikut serta saat itu membuat Silvanna sedikit khawatir.

Taksi berhenti di depan pintu masuk sebuah pantai. Lokasinya tak jauh dari Japanese Village, hanya membutuhkan waktu 10 menit menggunakan taksi.

Granger menuntun Silvanna ke sebuah dermaga kecil, satu speed boat bersandar di sana bersama satu petugas.

Sang petugas yang tampaknya kenal dengan Granger, memberi sapa pada keduanya dengan ramah lalu menyilakan dua anak muda itu untuk segera menaiki speed boat-nya.

"Kita mau ke mana, sih?" Nampaknya Silvanna sudah tak sabar untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaannya sepanjang jalan tadi.

"Private Island," jawab Granger.

Silvanna langsung mendelik sedetik setelah Granger menjawab. Keningnya mengerut seraya menampakkan wajah bingungnya. "M-maksudnya, bakal cuma ada kita berdua di sana?" tanya Silvanna hati-hati.

Granger menoleh tapi tidak bereaksi apa-apa. Cowok itu hanya menatap datar Silvanna. Ekspresi Granger membuat rasa takut Silvanna bertambah hingga berpikir negatif sambil menelan ludah. Mau kabur pun sulit karena kini Silvanna sedang di tengah laut. Perlahan, duduk Silvanna bergeser untuk membuat jarak dengan Granger.

"Lo kayak orang yang mau gue culik terus dibunuh di tempat terpencil," kata Granger melihat raut kekhawatiran dari Silvanna.

"Gue udah lo culik sekarang!" sahut Silvanna. "Harusnya gue lagi ngerjain tugas bareng temen-temen gue."

"Lo sendiri ya yang mau!"

"Lo nya ngancem nggak bakal balik kalo gue nggak dateng."

"Takut juga lo sama ancaman gue," kata Granger merasa menang.

"Bukannya takut, gue cuma bingung mau jawab apa kalo sampe temen-temen bangsat lo nanyain lo sama gue!"

Granger menghela napas. "Gue pastikan, lo nggak akan menyesal udah nerima ajakan gue," ucap Granger santai namun menarik bagi Silvanna.

Gadis itu menoleh ke arah Granger yang kini wajahnya tersorot sinar jingga mentari yang hampir terbenam. Terlihat lebih tenang dari biasanya, terlebih kacamata hitam bertengger di matanya membuat Granger terlihat beda dari biasanya.

Beberapa menit kemudian, speed boat bersandar di sebuah jembatan pelabuhan kecil. Silvanna dapat melihat sebuah pantai di pulau kecil yang rimbun oleh pepohonan nyiur.

Granger yang melangkah lebih dulu, mengulurkan tangan untuk membantu Silvanna melompat ke jembatan. Keduanya berjalan di jembatan dermaga sambil berpegangan tangan.

Pandangan Silvanna menyebar ke segala arah yang bisa dijangkaunya. Sesekali ia menyibak rambutnya yang terusik angin sambil terus mengamati tiap inci pandangannya seraya mengikuti arah langkah kaki Granger.

RoommateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang