Dendam

1.5K 153 38
                                    

"G-Gusion!" kejut Lesley seraya melotot.

Gusion menatap tajam mata Lesley bak elang ingin menerkam mangsanya.

"Aku nggak suka kamu deket-deket cowok brengsek itu!" kata Gusion dingin.

"Apa hak kamu? Kita udah nggak ada hubungan apa-apa. Aku berhak deket sama siapa aja!" sahut Lesley.

Lengan Gusion melintang di depan leher Lesley. "Nggak bisa! Sampai kapanpun, kamu cuma milik aku!"

"Aku nggak sudi pacaran dengan tunangan orang lain!"

"Oke, mulai malam ini, akan kubuat kamu jadi milik aku. Cuma milik aku!" tekad Gusion.

"Apa maksud kamu?"

Tak perlu basa-basi, Gusion mengeluarkan sapu tangan lalu membekap Lesley. Gusion telah menambah cairan bius pada sapu tangan itu.

Lesley sempat berontak, namun semakin lemah karena efek obat bius itu yang semakin menusuk-nusuk hidung. Tak lama kemudian, Lesley hilang kesadaran. Seluruh benda yang dipegangnya jatuh ke tanah.

.

Masih di depan tenda Silvanna, Granger masih bermain gitar sambil menyanyikan lagu-lagu melow untuk menghibur diri.

Saat asyik menyanyikan lagu, tiba-tiba salah satu senar gitarnya putus. Untung saja tidak sampai melukai Granger atau Silvanna saat itu.

"Argghh, gue nggak bawa senar cadangan lagi," kata Granger mendapati salah satu senarnya putus. Ia segera meletakkan gitar itu di sampingnya.

"Ya udah lah, itu tandanya lo harus istirahat dulu," sahut Silvanna. "Masih pukul sepuluh. Acaranya pukul satu, kan?"

Granger mengangguk. Namun, entah kenapa perasaannya tidak enak saat itu. "Perasaan gue nggak enak, ya?" ungkapnya.

Dahi Silvanna mengerenyit. "Ada sesuatu yang lo lupain mungkin?"

Berkali-kali Granger mengingat-ingat sesuatu yang mungkin ia lupakan. Tapi, ia tak kunjung menemukan jawaban atas semua pertanyaannya. Tapi, perasaan tidak enak itu semakin mencengkram benaknya.

Silvanna memperhatikan Granger. "Gran, lo baik-baik aja? Atau ada yang lo rasain?"

"Nggak tau, mendadak kayak nggak enak aja perasaannya."

"Mungkin lo kecapean. Istirahat dulu, nanti pukul dua belas gue bangunin," kata Silvanna penuh perhatian. Pasalnya, dari semenjak mereka datang ke area camping, ia belum melihat Granger beristirahat. Apalagi, cowok itu sudah menyetir dengan jarak yang lumayan jauh. Fix, Granger butuh istirahat.

Silvanna menyiapkan sleeping bag untuk Granger serta ransel salah satu teman Granger untuk bantalan.

"Lo nggak tidur?" tanya Granger ketika mengenakan sleeping bag.

"Gue belum ngantuk. Lagian, temen-temen lo belum dateng. Bisa jadi, temen-temen lo butuhin gue buat bikinin mie atau kopi," kata Silvanna.

Granger tersenyum simpul. "Lo udah kayak ibu kita semua. Perhatian banget," kata Granger mulai membaringkan diri. Ia menggunakan paha Silvanna sebagai bantalan tidurnya.

"Eh-"

"Sebentar aja, seenggaknya sampai gue tidur."

"Kenapa nggak di dalem tidurnya?" tanya Silvanna.

"Itu tempat lo," sahut Granger. "Di tempat ini banyak setannya. Lo ngerti kan maksud gue?" lanjut Granger seraya merapatkan sleeping bag-nya.

Granger mulai menutup matanya dan terlelap. Di mata Silvanna, jutaan bintang yang tumpah di langit, kalah menarik dibandingkan wajah tidur Granger. Tangannya mulai bergerak untuk mengusap atau memainkan rambut Granger. Senyumnya terbit perlahan kala melihat pemandangan yang jarang ia lihat. Wajah yang biasanya terlihat dingin, tegas, kini terlihat tenang saat terlelap.

RoommateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang