02 - Laut untuk Pantai #2

3K 395 32
                                    

#7. Cerita tentang Patah Hati (Jeffrey)

Malam ini aku baru saja selesai mandi ketika kedua mataku tak sengaja menangkap sesosok perempuan dengan rambut yang dicepol asal tengah melamun di balik jendela kamarnya.

Aku berjalan mendekati jendela kamarku seraya mengeringkan rambutku dengan handuk. Aku mengintip dari balik tirai yang setengah terbuka. Walaupun pandanganku agak buram karena tidak memakai kacamata, namun aku masih mengenali sesosok perempuan itu adalah Rosie. Tumben sekali di malam minggu seperti sekarang ia masih berada di rumahnya.

Selama Rosie berpacaran dengan Rumi, aku selalu mendapati mobil Rumi terparkir di jalan depan rumah Rosie untuk menjemput cewek itu pergi malam mingguan. Sepengetahuanku, tak satu kalipun Rumi absen menjemput Rosie. Dan pemandangan yang kulihat tadi jelas saja hal yang baru bagiku selama tiga bulan usia hubungan Rosie dengan Rumi.

"Gak usah ngintip! Kalau mau ngomong bilang aja!" Teriak Rosie yang baru saja menangkap basah diriku sedang memperhatikannya diam-diam.

Aku pun membuka tirai jendela lebar-lebar sebelum membuka kaca jendela kamarku. "Hai, Rosie. Tumben---"

"Turun!"

"Apa?"

"Gue bilang, Turun! Gue tunggu di taman kompleks." Setelah itu ia menutup kembali jendela kamarnya dan menghilang begitu saja dari pandanganku.

Aku yang masih kebingungan, tetap memakai hoodie dan kacamataku, lalu bergegas menuju taman kompleks yang hanya berjarak 100 meter dari rumahku.

Sesampainya aku di taman, kedua mataku langsung mendapati Rosie yang sedang duduk di atas ayunan sambil menundukkan kepalanya.

"Ada apa?" Tanyaku pada Rosie setelah aku duduk di atas ayunan di sebelahnya.

Pertanyaanku tidak dihiraukan. Bahkan setelah 10 menit berlalu, cewek di sebelahku masih saja asyik memandangi kedua kakinya.

"Aku kang---"

Hikkss.. Hiksss.. Hikss...

Ucapanku terinterupsi oleh suara tangisan yang berasal dari Rosie. Semakin lama tangisannya semakin keras terdengar. Seketika aku bingung dengan keadaan yang kuhadapi sekarang. Rosie menangis. Apa karena dia sedang bersamaku?

"Rosie, aku benar-benar minta maaf atas kejadian tiga tahun lalu. Aku beneran gak sengaja ninggalin kamu di taman bermain waktu itu. Kalau emang kamu gak suka aku di dekat kamu lagi, aku gak apa-apa kok. Tapi kamu jangan nangis lagi."

"Bodoh. Gue nangis bukan karena lo. Tapi gue baru aja putus dari Rumi. Dia selingkuhin gue. Hiks.. Hikss.."

Aku cukup terkejut. Rosie dan Rumi putus? Seharusnya hal itu merupakan kabar sedih kan? Tapi mengapa aku malah merasa senang?

"Kenapa sih dia bisa tega nyelingkuhin gue? Padahal kan gue beneran sayang sama dia. Kenapa juga sih patah hati rasanya menyedihkan?" Curhat Rosie pilu. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan kembali menangis.

"Kamu es krim? Atau coklat? Biar aku beliin ya?" Tawarku yang hendak berdiri namun segera di tahan oleh Rosie.

"Gak usah," tolaknya dengan suara yang serak.

"Tapi dulu kalau kamu sedih pasti kamu minta dibeliin es krim atau coklat."

"Aku bukan anak kecil lagi. Aku gak butuh es krim dan coklat."

Aku mengangguk. Lalu keheningan pun kembali menyelimuti kami. Akhirnya aku malah ikut-ikutan Rosie---memandangi kakiku yang hanya beralaskan sandal jepit. Aku memikirkan hal apa yang bisa aku lakukan untuk membuat Rosie tidak sedih lagi. Dan satu hal itu tiba-tiba saja terlintas dipikiranku.

911, Call CenterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang