Teruntuk terkasih yang kini raganya tak bisa direngkuh. Surat ini diperuntukkan kepada kamu yang sempat singgah, dan pernah menerangi dunia saya; laksana baskara yang selalu menerangi buntala.
Namanya Roséanne Cahya Kusumaningsih. Sosok nyata dari definisi bidadari sesungguhnya.
Saya tidak mau berlebihan karena memang begitu kenyataannya.
Gurat jingga kala senja memperlihatkan wujudnya bahkan kalah jauh dari sosok Roséanne. Semburat semu yang sang puan tampilkan kala tersipu malu jauh lebih indah dibanding Raja Ampat yang digadang-gadang sebagai salah satu pemandangan terindah di pertiwi.
Percayalah, An. Kamu lebih elok dari apa pun.
Bila dipinta merawi perkara saya dan kamu yang pernah berpijak pada asmaraloka bersama, mungkin butuh masa yang tak sekejap seperti mengerjapkan mata, butuh beribu-ribu lembar, dan berjuta-juta frasa untuk mengisahkan semua itu.
Mungkin kamu tidak tahu, awal jumpa kita bukan di kantin FIB saat kamu menghampiri saya dengan tumpukan kertas di tangan.
Mungkin kamu juga tidak tahu bahwa jauh sebelum kamu menyapa saya, saya lebih dulu sering memperhatikan sosokmu.
Dulu, saya tak sengaja melihatmu di salah satu festival kampus.
Melihatmu tertawa riang, dan bersorak kala pengisi acara berteriak untuk mengundang sorakan kerumunan penonton, sempat membuat saya terpana seperkian detik.
Mayapada mendadak terhenti, diiringi detak jantung yang berdegup lebih cepat dari biasanya.
Awalnya saya tak ingin mempedulikan perihal rasa itu, sampai beberapa menit setelahnya kamu dengan riang menaiki panggung kala ditunjuk untuk berduet melantunkan sebuah lagu bersama bintang tamu.
Saya mulai gelisah saat itu, dan berakhir bertanya kepada Tanjung yang sedang asik mengabadikan momen dengan kamera digitalnya.
'Oh, itu mah Anne, anak FKM'.
Kamu tahu tidak? Semenjak mengetahui namamu, saya sangat berharap akan hadirnya sebuah pertemuan yang jauh lebih baik dari saat itu.
Berandai-andai bilamana kita diberi kesempatan untuk mengenal satu sama lain.
Kamu tahu tidak, An? Kata orang, bilamana sudah menyukai seseorang maka semesta akan cergas berpartisipasi, seakan gencar untuk membuat sebuah pertemuan ketidaksengajaan yang nampak disengaja.
Dan sepertinya perkataan itu benar, karena setelah hari festival itu berakhir, saya punya berbagai macam kebetulan untuk melihat presensimu.
Tanjung bilang itu namanya permainan takdir.
Dituntun oleh waktu, di tengah hiruk pikuk mahasiswa di kantin FIB siang itu, untuk pertama kalinya suaramu mengalun indah dan langsung tertangkap rungu saya.
KAMU SEDANG MEMBACA
911, Call Center
FanfictionKumpulan oneshots / twoshots Rosé dari founders #teamorosie ✧