EPS 10

1.7K 105 0
                                    

"Ayra tunggu !" teriak Ali yang menarik perhatian Gus Fahmi dan Fino.

Ayra sontak menoleh menatap Ali dengan ekspresi tanda tanya. Ia juga terkejut.

"Ali? Kenapa?" tanya Ayra sembari menggunakan sandalnya.

"Nih surat." ucap Ali seraya menyerahkan surat yang berada di tangan kanannya dengan menunduk.

"Eh? Kok nggak ngomong langsung?" tanya Ayra dengan tatapan penasaran.

"Kadang, ada sesuatu yang nggak bisa kita sampein secara langsung Ay. Isinya biasa aja" jelas Ali lantas mengucapkan salam dan langsung menjauh pergi.

"Ay, kayaknya Ali ada rasa sama kamu" goda Zahra dengan senyum yang lebar.

Gus Fahmi yang sedari tadi menyaksikan kejadian tersebut seperti ada rasa tidak terima di hatinya. Tangannya mengepal begitu mendengar goda Zahra untuk Ayra yang dibalas dengan senyuman oleh Ayra sendiri.

"Sabar Gus. Kalo jodoh pasti nggak kemana" ucap Fino menenangkan sahabatnya yang tengah dilanda emosi.

Diam diam Fino juga menahan rasa sakit yang timbul di lubuk hatinya. Tak ada yang tau tentang persaannya tersebut.

®®®®®®

Saat akan tertidur Ayra ingat dengan surat pemberian Ali. Dengan sigap ia langsung mengambil surat tersebut dari laci mejanya dan mulai membuka pelan surat tersebut.

Ayra mulai membaca perlahan isi surat tersebut. Memahami isi dari setiap kata yang tertera.

Setelah ia rasa cukup memahami isi surat tersebut. Ayra pun segera membalas dengan senag hati. Ia meminta satu amplop pada Zahra untuk membungkus surat balasannya untuk Ali.

"Ay, apa sih isinya?" tanya Zahra penasaran

"Dih. Kepo" ucap Ayra seraya menunjukkan senyum mengejeknya.

"Yasuda" ucap Zahra mengakhiri percakapan

"Loh loh, jangan marah dong Zah. Isinya nggak aneh aneh kok, cuma Ali minta persetujuan pertemanan dari ku. Kalo gak percaya liat aja isinya" jelas Ayra seraya menyodorkan surat yang sudah terbungkus rapi di dalam amplop.

"Nggak, aku nggak marah"

®®®®®®

"Ayra, kamu di panggil Nyai " ucap salah satu teman sekelas Ayra.

Saat mendengar kabar tersebut Ayra sedikit cemas, takut bila ia membuat masalah. Pikiran Ayra mulai menjalar kemana mana. Keringat dingin mulai berembun di dahinya.

Jika ia membuat masalah, ia tak kan melibatkan orang tuanya lagi.

"Sudah ay, positif dulu. Siapa tau kamu ikut lomba atau yang semacamnya?" ucap Zahra menenangkan.

"Ya... Aku berangkat dulu". ucap Ayra yang di akhiri dengan salam.

Ayra sudah sampai di pintu kediaman Nyai dan Kyai. Ayra berusaha menenangkan diri. Ia mulai menggulum senyum tipis di wajahnya dan melangkah masuk yang di awali dengan mengetuk pintu dan ucapan salam.

Terlihat bu Nyai telah duduk manis di salah satu sofa yang tertata rapi di ruang tamu. Ayra segera berjalan mendekat dan diam menunduk.

"Duduk nduk" ucap Bu Nyai dengan menepuk pundak Ayra pelan.

Dengan cekatan Ayra pun langsung mengambil tempat duduk di depan Bu Nyai. Tatapan Ayra terus tertuju pada selembar kertas yang ada di tangan Bu Nyai.

"Kamu bakat olimpiade apa?" tanya Bu Nyai dengan lembut

"Inssya Allah MIPA " jawab Ayra dengan tetap tertunduk. Sesekali ia mencuri curi pandang pada Bu Nyai.

"Yowes. Koyok e kowe berbakat. Mau ikut lomba ndak?"

"Jika diizinkan mau"

"Yowes. Besok mulai latihan sola soal selepas sholat maghrib" jelas Bu Nyai seraya menyerahkan selembar kertas yang sedari tadi ia pegang.

"Diisi, yang lengkap. Bawa bulpen toh?" tanya Bu Nyai.

"Maaf Bu Nyai, saya ndak bawa" ucap Ayra dengan menunduk. Diam diam ia menyembunyikan senyum kelegaan yang terpampang di wajahnya. Lega rasanya.

"Wis tak duga. Ini di pake dulu" ucap Bu Nyai seraya mengajukan bolpoint berwarana hitam.

"Matursuwun"


Oke

Semoga menikmati ya...

Jangan lupa kasih bintang dan tinggalkan jejak.

Semoga puasanya lancar yaa

Terimakasih. Assalamualaikum....

Pesantren in loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang