EPS 20

1.6K 109 2
                                    

"Gus Fahmi" panggil Ayra dengan melambaikan tangan kanannya yang menggenggam amplop.

Setelah menerima salam dari beberapa murid dan membalasnya, Gus Fahmi melangkah perlahan mendekati Ayra seraya menaikkan kedua alisnya.

"Apa?" tanya Gus Fahmi setelah berjarak dua langkah dari Ayra.

"Kenapa harus pake surat? Saya lebih suka pembicaraan langsung." tegas Ayra.

"Saya? Sejak kapan kamu pakai kata "saya" biasanya "Ayra" " tanya Gus Fahmi dengan menatap Ayra dengan bingung sekilas.

"Anu, setelah saya pikir pikir seperti nggak sopan kayak gitu. "

"Sejak kapan kamu mikirin pendapat orang lain? Kayak biasanya saja enak." saran Gus Fahmi dengan menampilkan senyum yang Ayra sendiri tidak melihatnya.

"Oh, yaudah iya, sekarang jawab pertanyaan Ayra tadi"

"Di Pesantren tidak bisa berbicara seenaknya begitu, apalagi yang bukan makhromnya" jelas Gus Fahmi.

"Oh..kayaknya ada alasan lain lagi"

"Nggak ada"

"Yasudah kalau nggak mau ngaku. Ayra balik" ucap Ayra lantas membalikkan badan dan mulai berjalan.

Sedangkan Gus Fahmi, hanya diam. Dibalik diamnya tersebut ia bingung alasan lain apa yang dimaksud Ayra. Gus Fahmi mulai mengerutkan keningnya. Otaknya berpikir keras. Apakah Ayra marah lagi? Ia benar benar tidak tau maksud Ayra.

Langkah Ayra berhenti. Badannya berbalik pelan. Melihat tak ada pergerakan dari Gus Fahmi membuatnya semakin sebal. Satu hentakan kaki keras berhasil mendarat ditanah.

"Nggak ditahan? Biasanya di film film itu ditahan tauk." ucap Ayra sebal. Ia tetap berbicara dari kejauhan.

"Ngapain ditahan? Tadi kan bilangnya Ayra mau pergi" balas Gus Fahmi polos.

"Dih. Dasar nggak peka! Ayra marah!" ucap Ayra seraya membalikkna badan dan berjalan menjauh dengan hentakan kaki yang keras.

Gus Fahmi tertawa kecil melihat tingkah Ayra. Baginya tingkah sebal Ayra saja sudah bisa membuat hatinya berbunga.

"Memang aku salah? Kenapa dia tiba tiba ngambek?" tanya Gus Fahmi pada diri sendiri yang dilanjutkan dengan berjalan kembali ke dhalem.

_PiL_

Tanpa mereka berdua sadari Kyai Fajar yang menyaksikan kejadian barusan. Kyai hanya menanggapi dengan tersenyum sembari mengangguk pelan. Sudah cukup lama Kyai tidak melihat senyum hangat yang begitu tulus terukir pada wajah anak laki lakinya tersebut.

Gus Fahmi menyenderkan punggungnya di sofa. Sesekali tersenyum karna tersingat wajah sebal Ayra. Lalu diganti dengan istighfar. Bahkan Gus Fahmi tak sadar, ada Sang Abah yang sedari tadi memperhatikannya.

"Le.." panggil Kyai Fajar pelan.

"Eh? Nggih bah?" jawab Ayra lantas mengganti posisi duduknya menjadi tegak.

"Mbok ya kalau suka sama salah satu santri disini bilang sama Abah"

"Eh? Mm.." balas Gus Fahmi bingung.

"Kamu sebenernya mau ndak dijodohkan sama Hasna?"

"Kalau Umi dan Abah maunya gitu, Fahmi ikut saja"

"Abah ndak maksa, kamu cinta nggak sama Hasna? Kalau Umi mu itu yaa cocoknya sama Hasna. Kamu juga ndak pernah bilang cinta atau ndak, cuma setuju setuju saja. Kalau mau cerita sama Abi mu ini aja, nanti tak bantu bujuk Umi mu itu"

"Fahmi masih bingung bah, ini bener cinta atau ndak. Kalau iya memang Ayranya cinta sama Fahmi? Kan ndak tau" jelas Fahmi seraya menunduk

"Yang penting perasaan kamu dulu. Masalah Ayranya bisa diurus nanti. Masak ada yang nggak mau dilamar sama pemuda ganteng kayak kamu ini"

"Ayra itu Fahmi pikir beda dari yang lain bah" ucap Fahmi malu malu.

"Wes ndang dipikir. Nanti Ayra keburu dilamar orang bagaimana? Menyesal toh" ucap Kyai Fajar seraya menepuk pundak kanan Gus Fahmi lantas beranjak pergi.

_PiL_

"Aw.." seru Ayra

"Kenapa Ay?" ucap Zahra panik

"Telingaku ndenging, kayaknya ada yang ngomongin" ucap Ayra seraya mengelus pelan daun telinganya yang terlapisi hijab.

"Heleh, kirain apa"

Makasiii

Jangan lupa bintang
Dan
Komen

Mau nentuin hari tetap update?

Boleh,
Dikomen atau kirim pesan.

Terimakasih lagi

Always jaga kesehatan ya semua!

Pesantren in loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang