6

1.2K 201 12
                                    

=======
Siapa
Dia
=======

Ratna tersenyum entah puas, entah lega, yang jelas hatinya senang. Kakinya kemudian melenggang seringan burung burung liar yang mengepak di musim panen. Ia sengaja melintas pada kedua gadis yang tidak terlihat 'kental' untuk seorang teman yang menjemput teman lainnya. Bahasa tubuh mereka kaku. Hanya terkesan berusaha terlihat saling mengakrabkan diri—tidak sungguh-sungguh akrab.

Tetapi Ratna tak ambil pusing, yang penting apa yang menjadi kecemasannya terhadap gadis itu lenyap. Menurutnya, bisa saja anak jaman sekarang punya gaya pertemanan berbeda di banding dirinya dulu. Body contact anak dulu lebih hangat, tidak berjarak. Tak segan saling menyentuh, memeluk, bahkan menoyor penuh canda—adalah bagian dari kehangatan pertemanan dan persahabatan. Juga relatif lebih lintas gender dibanding anak sekarang.

Tidak ada yang lebih baik atau buruk, setiap pergeseran jaman pasti membentuk habitatnya dengan nilai-nilai baru. Jika nilai religius terlihat menonjol dengan bergesernya cara berperilaku dalam sebuah pertemanan antar gender di jaman sekarang, itu hal yang patut-patut saja, setiap pergeseran nilai tentu ingin membawa martabat diri lebih tinggi lagi sesuai ukuran standar yang disepakati. Tujuannya pasti untuk hal yang lebih baik atau ingin menyempurnakan nilai sebelumnya. Ratna memahaminya sebagai seorang akademisi yang punya pikiran terbuka.

Lucunya, fenomena nilai konservatif ini berkembang—bersamaan dengan fenomena modern di sisi lainnya. Contoh, kesetaraan kaum LGBT juga ingin berkembang dengan nilai baru—menyangkut posisi nya di mata masyarakat—menuntut "kesetaraan" martabat,  juga tak kalah gencarnya. 

Di antara teman-teman sejawatnya, Ratna sering berkelekar bahwa di jaman sekarang, pergaulan dengan jenis gendernya saja; laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan, sedang ngetren dan berlomba mengukuhkan citranya, baik dikalangan konservatif maupun modern.

"Sudah dijemput rupanya kamu Gendis," sapa Ratna ketika dengan sengaja melintas di dekat mereka.

"Eh mbak Ratna, belum pulang juga toh?" jawab Gendis dengan senyum semringah.

"Ini, saya mau jalan, mari Dik, semoga kalian berdua sukses ya," ujarnya menjulurkan tangan, bergantian pada teman Gendis, lalu Gendis.

"Matur nuwun sanget nggih Mbak Ratna." Gendis langsung memeluk dengan hangat tanpa sungkan. Ratna merasakan getaran yang sama di gadis itu seperti yang dia rasakan. Perasaan langsung lengket layaknya dua orang yang sudah mengenal lama.

Ratna mengangguk sebagai isyarat pamit sebelum dia berlalu dari hadapan mereka. Dibalas anggukan lebih dalam dari Gendis sebagai wujud sikap menghormati pada orang lebih tua.

Setelah berjarak cukup jauh, mereka menyusul di belakang Ratna menuju ke kediaman baru yang akan ditempati Gendis. Dari kejauhan—di antara langkah-langkah kaki orang-orang yang hilir mudik di hall megah bandara ini, Gendis melihat sesuatu terjatuh dari koper yang diseret Ratna.

"Mbak Ratna, barangnya jatuh," seru Gendis. Sayangnya suara Gendis terlalu lembut untuk disebut seruan, apalagi teriakan.

Merasa suaranya tidak terdengar, setengah berlari Gendis berusaha mengejar—memungut barangnya, yang ternyata mirip sebuah buku. Sayangnya, begitu dia bangkit, tubuh Ratna sudah tidak terlihat lagi. Leher jenjangnya sampai menjulur-julur di antara orang yang lalu-lalang keluar masuk. Ratna benar-benar sirna tak berbekas. Cukup sulit memang, karena posisi mereka persis di gerbang menuju keluar.

"Bagaimana ini?" tanyanya pada Rosa. Mimiknya letih dan bingung.

"Ya, mau bagaimana lagi, bawa saja, siapa tahu ada keterangan alamat atau kontak di dalamnya." Gendis hanya mengangguk.

DARAH MuDA (2) SURYOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang