21

1K 213 39
                                    

==========
Menapaki
Jejak
Baru
==========

Singapura November 2011

Aku mau cerita tentang suatu malam yang mencengangkan di area street food  apartemen yang kutempati di lantai tujuh. Malam itu, Mel terasa hidup lagi. Mel yang tengah duduk berhadapan dengan Eep makan gudeg.

Eep tidak pernah cerita mengenal seorang mahasiswa dari tanah air selama ini. Betul, kami tidak pernah cerita remah-remah model begitu. Bukan tipe perkawanan yang mengurusi atau memperbincangkan urusan tidak penting, seperti kenal siapa, makan dengan siapa, atau nonton apa ... hanya saja, kenal seseorang yang begitu mirip dengan Mel menurutku termasuk kategori penting. Peristiwa menumental itu namanya. Kamu seperti menemukan jejak sejarah penting, yang sulit dicari tandingannya.

Semua jadi masuk akal sekarang, mengapa hampir sebulan sekali dia mengunjungiku, padahal tak ada pertemuan bisnis apapun, seperti sebelumnya. Pantas saja waktu kutanya, apa yang membuatmu datang, tanpa urusan apapun di sini? Dia bilang, 'aku sedang menikmati perjalanan semu, tanpa tujuan selain menggali kenangan.' Terang saja kugugat dengan pertanyaan berikutnya, 'sejak kapan kau menimbun kenangan di negri orang?' dia hanya tertawa, lalu menjawab, 'timbunannya tidak terkubur di sini, tapi rasanya, gentayangan sampai sini.' Waktu kudesak lebih jauh, dia hanya tersenyum dan tersenyum.

Ternyata ...

Cewek bernama Gendis ini, hampir segalanya mirip Mel. Rapuh dan ringkih-nya sama,  kecuali aura Njawaninya. Sorot mata Mel lebih tegas dan bernyali, sementara Gendis hampir tak pernah menatap lawan bicaranya lebih dari lima detik. Gendis punya sorot mata cerdas juga, hanya tertimbun keluguannya. Dia juga seperti tipe yang sulit bergaul dengan orang banyak, terutama lawan jenisnya. Punggungnya membungkuk, kepalanya kerap kali tertunduk, bahunya juga seperti hendak dilipat ke depan. Simbol seseorang yang memagari dirinya sedemikian rupa. Berusaha menyembunyikan perasaan dan pikiran, hanya untuk dirinya sendiri. Seolah jika orang membaca pikiran dan perasaannya adalah hal berbahaya.

Andai dia tidak punya susunan kata yang bermakna, aku nyaris menyebutnya udik—bukan dalam kategori penampilan—aku tidak pernah peduli urusan penampilan, dan tidak pernah punya standar baik dan benar urusan tampilan luar, tapi udik dalam arti "keranjang kepalanya".

Untungnya dia tidak terlalu rapih menyembunyikan ketajaman seleranya yang punya bobot bagus dan lumayan berkelas. Aku juga senang di jaman ini masih menyisakan remaja yang memiliki minat membaca. Kupikir dari situlah, dia punya susunan kata yang runtut dan bagus dalam menyampaikan pikiran dan kesannya terhadap sesuatu.

Beruntung aku dan Eep terbiasa menghadapi berbagai karakter manusia. Tidak terlalu sulit membuatnya merasa nyaman. Agak susah membuatnya cerewet, tapi gelak tawa serta senyumnya tak lagi basa-basi demi etika kesopanan. Buat kami tak ada dikotomi senior dan junior untuk urusan pergaulan. Bedalah dengan organisasi atau sejenisnya, itupun bukan berdasarkan senior-junior, melainkan, berdasarkan fungsi yang diemban masing-masing. Ada konsekuensi tanggung jawab saja yang harus dipegang.

Pergaulan itu lebur. Tak ada strata dalam jenis apapun. Apalagi senior-junior. Semua bisa saling tukar tambah, entah pengetahuan, pengalaman hidup bahkan pemikiran. Perjalanan mata, telinga, batin orang beragam, tidak menembus umur. Dari keluguan atau kebersahajaan berfikir, kadang aku menemukan hal-hal fantastis yang belum pernah kualami sebelumnya. Kadang aku temukan kemurnian filosofis dari kepolosan berfikir seseorang.

Dari seekor kucing saja aku pernah belajar. Suka marah betul melihat orang menghardik atau memukul kucing karena mengambil makanan yang dibiarkan tidak aman untuk dijamah. Bisa-bisanya bilang mencuri. Kucing mana tahu itu artinya mencuri. Dia hanya sedang mempertahankan dirinya dari kelaparan. Itu survival namanya. Kucing hanya tahu ada makanan di depannya, dan menurutnya, itu rezeki dia untuk menyambung hidupnya hari itu. Dia lapar, ya dia cari makan. Yang harusnya malu, manusia tidak lapar tapi tetap mencuri bukan untuk perutnya, tapi demi mencuri perut orang lain. Serakah.

DARAH MuDA (2) SURYOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang