10

1.1K 198 33
                                    

==========
Kebetulan
Adalah
Niscaya
==========

Gendis cukup lelah seharian menyusuri jalanan serta menghafal deretan stasiun kerata bawah tanah, lengkap dengan jalur yang akan rutin dia lewati hari-hari kedepan. Ia juga sudah telusuri kampus jurusan tempatnya bernaung nanti. Perpustakaannya, kantinnya, student center dan fasilitas-fasilatas lain yang bakal menjadi urusannya kelak. Tak lupa, ia telusuri lewat indranya, suasana serta atmosfir demi menaikan semangatnya menggapai cita-cita. Gendis sudah duduk duduk di bawah pohon, merenung  dan membulatkan tekadnya di sana.

Beruntung ia tak perlu banyak menjelajah tempat-tempat seperti supermarket, atau tempat makan dan sejenisnya. Di komplek apartemennya ternyata semua sudah tersedia. Supermarket, toko sandang, restoran, dari yang bagus sampai yang sederhana, sudah tersedia, bahkan apotik juga ada. Gendis sudah pula survei harga-harga, sudah juga berhitung seberapa hemat yang bisa dia lakukan nantinya. Dia senang rencananya berjalan sesuai harapannya. Sekarang yang perlu dilakukan adalah istirahat dan menyusun agendanya dengan rapih. Pakai spidol warna-warni yang dia punya. Lalu akan ditempel di dinding meja mungilnya.

Hanya saja, sampai pukul delapan malam Rosa belum pulang. Sedikit merasa kesepian. Padahal ruangan mereka tidak besar, tapi Gendis merasa lengang dan gelisah. Berpindah-pindah duduk, dari kamar, lantas ke meja makan, lalu di sofa, kemudian mengulang lagi dari kamar dan seterusnya, beberapa kali. Dia sempat mempertimbangkan, apakah harus cemas atau abai saja tentang Rosa yang tak pulang-pulang dari pagi tadi. Namun buru-buru dia tepis, bisa saja Rosa sempat pulang, ketika dia masih berada di luar seharian tadi.

Gendis sebetulnya ingin memainkan pemutar MP3 berbentuk flasdisk miliknya, kebetulan dia juga bawa speaker set berukuran mini dari rumah. Hanya, dia merasa sungkan, belum izin, apa boleh mendengarkan musik di kamar. Gendis lupa mengajukan ini semalam. Tapi nanti begitu bertemu Rosa, dia akan minta izin. Dia sempat ingin memutarnya dengan ear phone, langsung dari pemutar MP3 mungilnya itu, tapi dia takut tidak mendengar ketika Rosa datang.

Akhirnya untuk mengusir jemu, Gendis sengaja maskeran. Hitung-hitung merilekskan wajahnya yang tegang karena beradaptasi seharian dengan lingkungan baru. Tak ada hubungannya memang, ketegangan penyebab sesungguhnya adalah pikiran. Gendis tahu, tapi dia sudah terbiasa mengendurkan ketegangan dengan luluran, maskeran atau perawatan tradisional lainnya. Baginya melakukan itu, ibarat terapi kuno jaman putri putri keraton ketika gusar memilih calon Pangeran, seperti dongeng-dongeng yang sering dituturkan Eyang Putrinya.

Gendis memoles masker tradisional berbahan dasar bengkuang, setelah memijat dan membersihkannya dengan air hangat. Ia senang di apartemen ini, tersedia air panas tanpa harus merebusnya terlebih dahulu, cukup memutar kran pancuran di kamar mandi yang tak memiliki bak mandi itu. Hanya toilet duduk dan pancuran berhias tirai plastik berwarna buram. Waktu Gendis tanya, Rosa bilang tirai itu membantu toilet tetap kering—tidak kena cipratan air dari pancuran.

Baru saja Gendis hendak membaca buku aneh milik Ratna,  sambil menunggu maskernya kering dengan sempurna, tiba-tiba ia mendengar suara gaduh di pintu. Mungkin itu Rosa, begitu batinnya berseru semringah. Dia senang bukan main sampai nyaris terantuk kaki meja makan, waktu berlari menuju pintu. Gendis berdiri di dekat kabinet dapur menunggu pintu itu terbuka. Pintu masuk apartemen ini memang   sejajar ruang dapur—hanya kabinet indah ini yang membuat tata ruang tidak rancu. Terlihat artistik dan indah.

Di tempatnya, di Jawa, bahkan sebagian besar masyarakat di pulau Jawa, menganggap letak dapur itu harus berada di belakang. Saru jika Pawon terletak di depan, dan bisa di lihat tamu. Ibaratnya dapur adalah jeroan kita, rahasia kita, jadi tidak sembarang orang boleh tahu. Filosofi lain yang didengarnya dari Eyang; dapur sama dengan keyakinan/iman kita. Letaknya tersembunyi. Tempat kita meracik, meramu syariat ajaran agama jadi amalan yang bermanfaat. Orang hanya perlu tahu dan mencicipi nikmatnya hasil masakan yang kita hidangkan. Yaitu perbuatan baik kita. Urusan ibadah biar jadi urusan pribadi. Begitu tutur Eyang Putri menceritakan ajaran akhlak yang diturunkan para Wali di tanah Jawa. Gendis ingat.

DARAH MuDA (2) SURYOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang