9

1.1K 202 41
                                    

==========
Malaikatpun
Jungkir Balik
==========

Sepekan sudah si Neng tidak datang menjamu. Sepekan juga aku sengaja nongkrong di halaman belakang tiap menjelang Asar, meskipun sedang tidak ada satu potong bajupun yang bisa kucuci. Sengaja aku membawa segelas kopi ke sini. Duduk di atas peti kemas, menajamkan telinga, menanti suara  si Neng ngobrol dengan si Bibi Jamu, atau siapapun. Akan tetapi rezekiku untuk mendengar suaranya, sepertinya sedang di tunda.

Tak lama Bill menyusul, menyodorkan jatah rokok miliknya. Dia langsung duduk, sambil meraih gelas belimbing berisi kopiku. Menyesapnya, setelah itu diam seperti biasanya—memandangi langit, kandang burung dara yang kosong, baju-baju yang di jemur. Semua ... selain menatapku.

"Sampai sejauh ini gimana keadaanmu Bill?" tanyaku iseng.

"Nggak tahu Yo," jawabnya lempeng. Geli dengar jawabannya, tapi aku malas tertawa.

"Gimana sih, rasanya gimana sampai sejauh ini, apa lebih baik?"

"Nggak tahu Yo, cuma suka kebayang bandar gue gitu," Bill sudah ber-elo-gue, berarti moodnya sedang bagus.

"Heh, kok bisa sih."

"Nggak tahu, kalau udah kebayang bandar gue, suka pengen. Kadang nggak tahan, pengen banget."

"Bisa gitu ya, berarti kalau mau sembuh jangan bayangin Bandar kamu itu, Bill."

"Gue juga nggak maulah, maunya kebayang cewek cakep kek, tapi ya gitu, suka datang nggak diundang, makanya gue namain Jalangkung tuh anak, kalau kebayang."

"Usir dong."

"Udah Yo, eh, Jalangkung minggat lo, datang nggak diundang, pulang nggak diantar, siapa jodoh gue nih, gitu gue bilang."

"Geblek!" Aku ninju bahunya, akhirnya ngakak juga. Tapi Bill tidak.

"Kesel gue Yo, belakangan malah sampe mimpi, mimpi ketemu si Jalangkung gila itu."

"Edan ya, bener-bener kayak hantu, menghantui sampe ke alam mimpi."

"Ya, makanya gue namain Jalangkung. Demit lain nggak bikin gue pengin Yo, tapi satu ini bikin gue sakit sekujur tubuh."

"Emang nama sebenernya siapa?"

"Lupa gue Yo."

"Heh, kok bisa?"

"Sumpah, gue lupa nama tuh anak, nggak tahu kenapa."

"Kok bisa?" ulangku tak percaya.

"Bisa Yo, buktinya gue." Bill narik lagi kopiku, "jangan-jangan gara-gara gue lupa nama dia, jadi kebayang terus kali ya?"

"Dih, mana kutahu."

"Salat, ngaji, zikir, nggak bantu sama sekali emang?"

"Gue kalo salat atau zikir, pikiran suka ke mana-mana, nggak bisa khusuk. Sebel gue. Kayaknya bakal gagal gue berobat di sini, deh."

"Nggak bisa khusuk karena kebayang si Jalangkung lagi?"

"Nggak mesti sih, macem-macem. Kadang suka mikirin  pengin kerja kayak orang-orang, punya bini, punya anak, enak kali ya," mata Bill melirik ke arahku.

"Nggak tahu juga sih," jawabku.

"Kayak Eep noh, kayaknya adem bener hidupnya, gue pengen gitu juga Yo, bisa nggak sih?"

"Nggak tahu, harusnya sih bisa,"

"Tapi hidup lo juga santai bener gue lihat, lu nggak ngapa-ngapain, nggak kerja, nggak punya bini, sama kayak gue, tapi adem aja kayaknya gue lihat. Kok gue nggak bisa seadem itu ya?" Bill menarik nafas agak panjang sebelum melanjutkan, "akhirnya gue bingung sendiri deh."

DARAH MuDA (2) SURYOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang