Bab 5 : Sebuah Ketegaran

2.9K 353 14
                                    

- Kalau dia bisa bikin lo tersenyum terus, gue bisa apa? Bahagia lo itu bahagia gue juga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

- Kalau dia bisa bikin lo tersenyum terus, gue bisa apa? Bahagia lo itu bahagia gue juga. -

Sendu menarik napas gusar, manik matanya tak lepas memandang rumah mewah yang menjulang tinggi. Dua tiang kokoh penyangga dengan lambang S di setiap tiangnya, yang berarti Sendu. Jemarinya saling bertautan, saling mencengkeram menahan gejolak dalam dadanya. Kenapa hanya dia yang hidup? Kenapa kepahitan ini harus dia rasakan?

Dia melangkah pelan, memasuki pekarangan luas yang selalu terjaga. Rumah yang dulu hangat, kini berubah dingin dan mencekam. Tak akan ada yang meneriakinya jika terlambat bangun, tidak akan ada yang menyambutnya jika pulang sekolah. Semua sepi, meninggalkan perih yang hingga kini dia pendam.

Sendu mendorong pintu masuk, bayang-banyang seorang mama yang menyambut berhasil merobohkan pertahanannya. Rumah yang katanya sebesar lapangan bola hanya ditingali oleh dua manusia saja. Segera Sendu hapus air matanya saat mendengar suara gelak tawa dari ruang keluarga. Dia tidak boleh kelihatan lemah.

"Sendu, lo dari mana aja? Gue cariin juga," ucap seseorang yang menghentikan langkah Sendu menaiki tangga. Dia Samudra, sepupu Sendu yang sengaja tinggal bersama Sendu.

"Gue ada acara dikit tadi," jawabnya dengan suara parau.

"Lo nangis, Sen? Siapa yang bikin lo nangis?"

"Sam, gue nggak apa-apa," ujar Sendu melepas kedua tangan Samudra yang menyentuh kedua pipinya.

Samudra menggeleng, dia tidak ingin melepas tangannya. Tatapan tajamnya mampu membuat Sendu semakin menangis. Sendu memeluk tubuh Samudra, menumpahkan semua kesedihannya.

"Sendu rindu Mama sama Papa. Sendu iri sama orang yang masih bisa berkumpul dengan keluarganya."

"Masih ada gue, Sen. Sudah jangan nangis! Om sama Tante pasti sedih lihat lo gini."

"Sendu mau ikut mereka aja, Sam. Nggak sanggup."

"Hey, mana nih jagoan Samudra yang kerjaannya ketawa mulu? Kenapa sekarang jadi cengeng gini? Ayo Sendu, katanya mau bahagiain Papa Mama di surga."

Sendu melepas pelukannya. Dia menyeka air mata dan membuang ingusnya. "Papa Mama nggak boleh lihat Sendu nangis. Sendu anak kuat."

"Nah, gitu anak pinter," puji Samudra mengacak rambut Sendu.

Pintu rumah terbuka. Langit datang membawa beberapa kantong kresek berisi makanan. Langit dan Samudra selalu berusaha membuat Sendu agar tidak kesepian. Mereka telah berjanji pada kedua orang tua Sendu untuk menjaga serta mempertahankan senyum Sendu setiap saat.

"Wah, ada acara apaan nih nangis-nangis segala?" tanya Langit seraya meletakkan makanan yang dia bawa di atas meja. Setelah itu dia ikut menghampiri Sendu, merangkul sahabat kecilnya itu.

"Babang Samudra nakal, ya? Ulu, ulu, yayang Lalang mah nggak boleh cengeng."

"Lebai lo, Lang. Tuh wajah kenapa? Ikut tawuran, ya, tadi?"

RIUH UNTUK SENYAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang