Bab 8 : Mulai Tertarik

2.9K 363 12
                                    

- Cinta itu sebenarnya sangat sulit 'tuk didefinisikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

- Cinta itu sebenarnya sangat sulit 'tuk didefinisikan. -

Warung Mbok Surni, Gito bersandar pada papan kayu yang menjadi dinding warung. Tampangnya berantakan persis seperti seragamnya kini. Beberapa menit yang lalu, pertarungan sengit antara dirinya dan Kenan terjadi. Tidak ada yang menang, mereka berdua sama-sama terkapar.

"Aden Gito, kunaon?" Mbok Surni mendekat, dia kaget melihat Gito babak belur. Pelipisnya lebam dan sudut bibirnya tak berhenti mengeluarkan darah.

Gito tersenyum tipis, dilemparkannya pandangan ke luar warung. Anak Geng Walther berdatangan, mereka memang biasa menghabiskan waktu di warung sambil memakan gorengan. Yang bayar siapa? Jelas Gito. Cowok itu tidak pernah perhitungan meski tak ada yang tahu seberapa berat hidup yang dia jalani kini.

"Bos, lo kenapa? Siapa yang berani keroyokin lo?" Rian syok, dia berlari menghampiri Gito. Kedua tangannya menangkup wajah Gito.

"Sakit bego!" umpat Gito menepis tangan Rian.

"Serius, To. Siapa yang mukulin lo?"

"Satu lawan satu," jawab Gito simpel. Dia meraih jaketnya, lalu beranjak meninggalkan warung. Jika salah satu dari mereka telah bicara "satu lawan satu", berarti dia meminta jangan ikut campur.

Gito menghidupkan mesin motornya. Sesekali raungan dari kenalpot berbunyi memekakkan telinga. Dia kacau, hatinya tersiksa harus berpisah dengan seseorang yang begitu disayangi. Dia kembali berputar menuju sekolah, lupa jika ponselnya masih tertinggal di kelas. Sesampai di sekolah, kening Gito berkerut. Dia melihat seorang gadis berjalan sendirian menyusuri trotoar sambil senyum-senyum sendirian. Gadis itu seperti mendekap sesuatu di dadanya. Niat Gito untuk kembali ke sekolah dia urungkan. Dia mengarahkan motornya menghampiri gadis tersebut.

"Lo gila?" ucapnya sarkastis.

Gadis itu terperanjat. Dia menatap sinis Gito yang tiba-tiba sudah berdiri di hadapannya. Gito mengulum senyumnya, tak percaya dengan apa yang gadis itu dekap. Sebegitunya hingga menyerupai orang gangguan jiwa.

"Kenapa air yang gue kasih nggak lo minum?" tanyanya.

"Eh, anu." Dia Sendu, pipinya telah merona menahan gejolak cinta.

Gito mengerutkan keningnya. "Anu apaan?"

Sendu sedikit tertunduk. "Lo nggak paham gimana rasanya dikasih sesuatu dari orang yang dicinta."

Gito menggeleng-gelengkan kepalanya. "Sebegitu cintanya lo sama gue?"

"Hmm ... mungkin."

Mata Sendu terbelalak saat Gito menarik dagunya ke atas, memaksa dia menatap tajam mata Gito. Sendu tertegun, dia baru sadar wajah Gito penuh luka dan lebam. Insting Sendu memaksa dia untuk menepis tangan Gito, membawa Gito duduk di pinggir trotoar. Sebenarnya sangat berat bagi Sendu untuk membuka botol mineral yang Gito berikan tadi. Tapi mengingat luka Gito, dia tidak punya pilihan lain. Dia mengambil sapu tangan lalu membasahinya dengan air tadi. Gito hanya diam, mengamati Sendu yang kini membersihkan lukanya.

RIUH UNTUK SENYAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang