Bab 16 : Seriusan Kekunci

2.8K 308 13
                                    

Ruang pelatihan olimpiade matematika, Gito menghelakan napas resah, dia berdecak bagaimana bisa mereka ketiduran selama itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ruang pelatihan olimpiade matematika, Gito menghelakan napas resah, dia berdecak bagaimana bisa mereka ketiduran selama itu. Dari sudut matanya dia melirik Sendu yang memandang lelah tumpukan soal matematika. Gito kehabisan ide, pilihan buruk jika mereka harus menginap semalaman di sekolah.

"Ponsel lo benar-benar nggak ada batrainya?" tanya Gito untuk kesekian kali.

Sendu berdecak, "Lo udah nanya dengan pertanyaan yang sama sebanyak 15 kali."

"Ponsel gue tinggal di laci," ucap Gito mengacak rambutnya.

Gradacityapratama School memiliki gedung sekolah layaknya hotel, luas dan megah. Seandainya Gito dan Sendu ke kunci dilantai satu mungkin masih besar peluang mereka untuk pulang. Sayangnya, mereka terkunci dilantai 3 yang pastinya tangga menuju lantai dua dan satu juga tertutup. Kali ini Gito menyesal dengan kebiasaannya meninggalkan ponsel di dalam laci meja.

Kruukk krrukk krrukk

Cacing-cacing di perut Sendu merintih meminta asupan, Sendu mengusap pelan perut datarnya. Sial, dia bahkan tidak ada makan seharian. Kini dia beralih menatap Gito yang mengerutkan keningnya, ya sungguh dia malu.

"Lo belum makan?" tanya Gito mendekati Sendu. Sebuah gelengan menjadi jawaban pertanyaannya.

Gito merogoh sakunya, dia mengeluarkan satu buah permen karet dari sana. "Gue ngerasa gagal jadi pacar lo Sen, gue cuma punya permen karet doang."

Sebuah senyum merekah dari kedua sudut bibir Sendu, bahkan perhatian Gito lebih dari cukup. Dia mengambil begitu saja permen karet tersebut, lalu memasukannya ke dalam mulut. Setidaknya masih ada yang dapat ngeganjal perutnya meski hanya berpengaruh 0,0001%.

Gito meraih tangan Sendu, ya dia sadar jika hawa disini sangat dingin. "Lo takut nggak?" tanya Gito.

"Dikit, apalagi ini di lantai tiga. Tapi kalau ada Aa Gito mah, nggak takut banget."

"Ck, Pak Yusup nggak sadar apa jika cuma kelas ini yang lampunya nyala?" Pak Yusup adalah penjaga sekolah, biasanya dia akan berpatroli memastikan keamanan sekolah sebelum jam sepuluh malam.

Sendu mengamati wajah Gito dari bawah, posisi mereka sekarang itu Sendu duduk di kursi sedangkan Gito duduk di meja depan Sendu. Dia jadi kasihan melihat Gito berfikir keras mencari jalan keluar. Malah jauh dilubuk hatinya dia bahagia bisa lama-lama berduaan dengan Gito.

"Biarin aja To, tunggu besok pagi aja."

Gito menggeleng, "Mana bisa Sen. Lo itu cewek, pasti orang rumah lo nyariin. Trus lo juga belum makan, ntar magh gue juga yang repot."

Sendu senyam-senyum sendiri mendengar penuturan Gito, ternyata seperhatian itukah Gito pada dirinya. Dia makin menggenggam tangan Gito saat terasa hembusan angin pada tengkuknya. Gito merasa tangannya dicengkram langsung memalingkan wajah melihat Sendu ketakutan.

"To gue nggak percaya hantu, ta..tapi gue takut. Huaaaa, To kita pulang aja." Sendu merengek saat merasakan hal-hal aneh. Bahkan sedari tadi Gito merasakan ada yang meniup-niup tengkuknya hingga melihat ada yang melintas di depan kelas.


[Mohon maaf sebagian part dihapus demi kepentingan penerbitan]

RIUH UNTUK SENYAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang