Bab 13 : Tragedi di Kantin

3K 343 9
                                    

- Tidak seharusnya membalas kesalahan dengan kesalahan juga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

- Tidak seharusnya membalas kesalahan dengan kesalahan juga. Mestinya, lo bisa lebih bijak lagi dalam menyikapi sesuatu. -

Ruang BK, mendadak sunyi saat Gito melangkahkan kaki. Sudah menjadi makanan sehari-hari bagi dia mengunjungi ruangan tersebut. Dia menarik kursi, lalu mendudukinya. Tatapan Gito yang dingin membuat Pak Anton melenguh. Lihatlah, anak didiknya sangat minim ekspresi.

"Berulang kali bapak bilang jangan bolos, Gito. Kamu tahu gimana sulitnya bapak mengamankan nilai kamu?" Pak Anton lelah mendengar keluh kesah guru-guru yang mengajar di kelas XI IPA 4. Mereka mengeluh jika Gito sangat jarang masuk tapi sering kelihatan berkeliaran di sekolah.

"Hmm ... maaf, Pak," jawab Gito malas. Dia mengamati ruangan Pak Anton. Penuh dengan medali, piala, dan fotonya. Jangan salah, senakal-nakalnya Gito, dia anak emas di sekolah. Gito selalu membawa banyak piala karena menjuarai banyak olimpiade.

"Gito, bapak punya tugas untuk kamu. Hanya ini satu-satunya cara untuk mendongkrak nilai sikap kamu."

"Apa itu, Pak?"

"Mengingat kamu jago dalam matematika, bapak meminta kamu untuk membantu salah satu teman kamu. Kasihan dia, dia anak yang pintar, sayangnya dia pemalas. Siapa tahu kamu bisa membantu dia."

"Nggak ada orang lain apa, Pak?" Gito malas untuk menjadi guru dadakan.

Pak Anton menggeleng. "Bu Sulastri sendiri yang meminta kamu. Katanya, anak itu cuma akan nurut sama kamu."

Kening Gito mengerut. Siapa orang itu hingga hanya nenurut pada dirinya saja. "Oke deh, Pak."

"Nanti kalian bisa menggunakan kelas olimpiade matematika sebagai ruang belajar."

"Ya, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu."

Tanpa menunggu jawaban, Gito langsung meninggalkan ruang BK. Dia melangkah santai dengan kedua tangan menyusup ke dalam saku celana. Tatapannya sangat tajam, koridor yang dia lalui mendadak senyap. Gito tidak peduli akan pandangan orang padanya. Dia terus melangkah hingga menuju kantin sekolah.

"Ngapain lo dipanggil, To? Bikin masalah lagi lo di luar sepengetahuan kita-kita?" tanya Devan pada Gito.

Gito memutar bola matanya jengah. Dia memilih duduk pada bangku di sebelah Devan, lalu merampas begitu saja es teh milik Rian. Tanpa menjawab, dia menghabiskan es teh tersebut hingga tetes terakhir. Rian mendengus kesal, bahkan dia belum menyentuh minumannya.

"Sayaaang!" teriak seseorang dengan gaya lebainya. Gadis dengan penampilan sangat modis yang selalu memakai bandana kupu-kupu melangkah mendekati meja anak Walther.

"Kamu udah makan?" tanyanya bergelayut di lengan Gito.

"Hmm," jawab Gito malas.

"Sya, mending lo nyingkir dulu deh, tuh anak lagi nggak mood. Mau lo diamuk?" Vano meminta Syasya pergi.

RIUH UNTUK SENYAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang