Bab 19 : Masalah Pertama

2.5K 288 7
                                    

Sendu mendadak pendiam, biasanya pagi-pagi gadis pecicilan itu akan mengunjungi kelas Gito dan membuat rusuh, tapi kali ini dia hanya menatap papan putih di kelasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sendu mendadak pendiam, biasanya pagi-pagi gadis pecicilan itu akan mengunjungi kelas Gito dan membuat rusuh, tapi kali ini dia hanya menatap papan putih di kelasnya. Pikirannya selalu menebak-nebak siapa yang bernama Shalsa, dia takut jika dia yang menjadi orang ketiga antara hubungan mereka. Sendu beralih menatap ponselnya, sudah semalaman dia menunggu Gito menghubunginya balik tapi sepertinya dia terlalu berharap banyak, mana mungkin Gito akan memulai pembicaraan terlebih dahulu.

"Sen," panggil seseorang yang baru saja masuk kelas. Sendu sedikit terkejut, dia langsung menoleh ke sumber suara.

"Jangan bengong, ntar lo kerasukan apalagi nih sekolah banyak penghuninya." Sendu terkesiap, lihatlah siapa yang menegurnya. Dia Alvaro, ketua OSIS yang pernah berkonflik dengan dirinya. Alvaro tersenyum ramah, lalu berjalan menuju kursinya.

"Tumben lo subuh-subuh ke sekolah? Buka kelas pagi?" ledek Alvaro diselingi kekehan. Dia memang menjadi siswa tercepat datang, sebagai ketua OSIS banyak hal yang harus Alvaro lakukan salah satunya memberi contoh yang baik.

Sendu yang menompangkan dagunya pada tangan hanya tersenyum tipis. Hatinya masih gelisah terbayangkan Gito memukul seseorang karena seorang gadis bernama Shalsa. Dia mendelik saat Alvaro sudah berdiri di depan mejanya, Alvaro yang mengulurkan tangannya membuat Sendu mengerutkan kening.

"Maafin gue karna sudah nampar lo. Saat itu gue lagi emosi banget."

Sendu menarik kedua sudut bibirnya, dia membalas jabat tangan Alvaro. "Sudah gue maafin kok. Lupakan saja masalah itu."

"Thanks. Btw masih 45 menit lagi bel masuk, lo mau disini atau ikut gue?" tanya Alvaro, sekolah masih sangat sepi, mungkin bisa jadi masih mereka berdua yang datang.

"Kemana?"

"Aula, gue mau cek beberapa perlengkapan disana mengingat besok ada pertemuan dengan pemilik yayasan."

Sendu mengangguk, apa salahnya dia ikut membantu Alvaro. Sosok ketua OSIS yang selalu bekerja keras dan dia juga banyak salah telah menjahili Alvaro sebelumnya. Dia mensejajarkan langkah dengan Alvaro, mereka sama-sama terfokus pada koridor yang sangat sepi.

Alvaro membuka pintu Aula, ruangan yang sangat besar cukup menampung siswa-siswi Gradacityapratama School. Sendu takjub dengan kegigihan Alvaro, matanya terus mengamati Alvaro yang sedang mengecek sound system. Dia melangkah mendekat, sangat canggung jika mereka hanya diam tanpa interaksi.

"Anggota lo mana? Masa ketua mulu yang kerja." Sendu terheran.

"Kayak nggak tahu teman-teman lo aja Sen, anak sini mah susah diajak berorganisasi. Apalagi sekolah kita banyak perkumpulan gengnya, lo bisa lihat sendiri mereka condongnya kemana?" Alvaro tertawa miris.

Sendu mengangguk-angguk, apalagi geng Walther yang sedari dulu menyatakan perang dengan anak OSIS. Apa pun kebijakan OSIS selalu saja mereka tentang. Pantas saja Alvaro selalu malas berurusan dengan Gito, karena dari segi jumlah dia sudah kalah telak.

"Lo bisa bantuin gue nggak?"

"Apa?" tanya Sendu menoleh.

"Masukin steker ke stop kontak." Alvaro masih sibuk dengan kabel di belakang speker besar. Sendu mengangguk, dia mendekati stop kontak.

"Aww," pekik Sendu saat merasa ada sengatan listrik menjalar pada ujung jarinya.

"Eh lo nggak apa-apa?" tanya Alvaro berlari menghampiri Sendu, dia merasa tak enak karena hampir mencelakai Sendu.

Sendu terpana saat Alvaro meniup jarinya, kenapa Alvaro mendadak baik gini.

"Ehem," deheman. Refleks Sendu menarik tangannya dari tangan Alvaro, matanya membola melihat siapa yang berdiri di ambang pintu.


[Mohon maaf sebagian part dihapus demi kepentingan penerbitan]

RIUH UNTUK SENYAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang