Part 3 - Can I See You Again?

364 45 6
                                    


Yoo Jeong terbangun saat alarm ponselnya berdering menginterupsi keindahan mimpi gelap yang sejak tadi membuainya. Ini hari Minggu dan ia lupa menonaktifkan alarm ponselnya seperti Minggu-Minggu biasanya. Ia segera bergegas, merapikan rambut dan menyiapkan sarapan sebelum Jiyoung bangun karena Jiyoung sudah terbiasa dengan sarapan pagi. Apalagi hari ini ia sudah berjanji dengan gadis itu akan bermain bersama sebelum sore nanti, ia harus mengantarkan Jiyoung ke asramanya.

Joshua selalu berpesan untuk menyekolahkan Jiyoung di asrama sampai nanti Joshua dan Yoo Jeong menikah. Tapi pada akhirnya, Joshua harus pergi tanpa sempat memberi kesempatan pada Jiyoung bertumbuh hingga berangkat ke sekolah dengan senyum riangnya. Yoo Jeong tidak pernah keberatan pada akhirnya merawat Jiyoung, karena Jiyoung anak yang baik, ceria, dan pengertian. Tumbuh menjadi anak yang membuat Yoo Jeong selalu bahagia pernah mengenal Hong Joshua.

Berkutat di dapur bukan hal sederhana bagi Yoo Jeong, ia terbiasa memasak makanan sendiri karena selama Jiyoung di asrama, Yoo Jeong biasa hidup sendiri di apartemen sederhananya. Apalagi pekerjannya akhir-akhir ini menjadi dosen dengan mata kuliah padat membuatnya harus merelakan dirinya tidak terampil di dapur seperti wanita-wanita lain.

Disiapkannya nasi goreng lengkap dengan telur dadar serta susu cokelat kesukaan Jiyoung. Entah apa yang membangunkan, tanpa dipanggil, Jiyoung datang dengan wajah membengkak dengan anak rambut acak-acakan. Yoo Jeong tersenyum menggerakkan tangannya mengusap wajah gadis berumur 5 tahun itu.

"Selamat pagi Hong Jiyoung."

"Selamat pagi, Bu."

Senyumannya begitu polos dan hangat.

Jiyoung menyikat giginya terlebih dahulu lalu kembali ke meja makan, menyantap sarapannya yang sudah dibuatkan oleh Yoo Jeong. Anak itu begitu cerewet, bercerita panjang lebar tentang teman-temannya kemarin, soalnya Sejeong—teman kuliahnya dulu—membawanya ke tempat bermain di mana anak bisa belajar tentang berbagai macam profesi seperti koki, pilot, dan lain-lain.

"Paul menggerakkan tangannya seperti ini, Bu. Katanya pegulat." Jiyoung berucap terbata-bata karena nasi di mulutnya belum semua dikunyah sambil mengepalkan tangannya dan mengancung-ancungkannya ke udara.

"Kenapa tidak kau saja jadi pegulat?"

"Tante Sejeong bilang aku cocok jadi pemain tinju."

Astaga. Kim Sejeong gila. Anak kecil pun harus jadi korban fantasi profesi yang tak bisa dicapai oleh Sejeong.

"Lalu kau mau jadi pemain tinju?"

Jiyoung mengangguk,"Supaya aku seperti Sailor Moon."

Fix. Yoo Jeong berniat untuk memukul kepala Sejeong karena sudah membodohi putrinya tentang profesi Sailor Moon sebagai petinju. Pembela kebenaran dengan rambut panjang kuning itu bukan menumpas kejahatan dengan tinjuan tapi dengan tongkat ajaib di tangannya. Mana mungkin anak seperti Jiyoung bercita-cita jadi Sailor Moon dengan kekuatan meninju seperti Mike Tyson.

"Tante Sejeong bilang aku harus belajar meninju dari sekarang."

Sontak Yoo Jeong tertawa terbahak-bahak. Astaga, perutnya sejak tadi sudah tergelitik dengan pembicaraan tidak masuk akal Sejeong pada Jiyoung dan sekarang tatapan optimis dari gadis itu membuatnya semakin percaya kalau Sejeong berhasil membodohi anak-anak. Jiyoung hanya menatap Yoo Jeong dengan polos, tidak memahami kalau ibunya tersebut menertawai dirinya yang percaya begitu saja dengan Sejeong.

"Baiklah, kalau kau ingin jadi Sailor Moon petinju, habiskan makananmu. Hari ini kita harus belajar banyak bagaimana cara memukul dan bertahan."

"Baik Bu."

Drawing Memories 《Complete》 || Jeon WonwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang