Extra Part - We Were, Ago

418 26 4
                                    

Minggu adalah hari libur yang menyenangkan. Yoo Jeong menghabiskan waktunya sekitaran pukul sebelas dengan bergelung di tempat tidur sembari membaca novelnya yang beberapa minggu dianggurkan. Ia terlarut dengan setiap plot hingga mengabaikan waktu serta panggilan makan orang tuanya. Bahkan komputernya hidup, menampilkan draft laporan praktik lapangan yang hanya lima menit dikerjakan lalu memberi jeda terlalu lama dengan santainya.

Keluarganya sudah cukup paham dengan kegiatan bermalas-malas Yoo Jeong, tidak ada yang boleh menganggu katanya.Termasuk Woojin yang masuk hendak meminjam barang, hanya ditanggapi dengan kaki sebagai penunjuk. Novel tersebut bisa membuatnya tertawa sendiri, serta merasakan kesedihan dari tiap kalimatnya. Sampai ponselnya berdering, menginterupsi kegiatannya. Sangkin malasnya, ditariknya ponsel tersebut dengan kaki mendekati tangannya.

"Ibu Mingyu?" tanyanya sendiri agak bimbang karena pemanggil tersebut agak jarang menghubunginya sejak menjadi mahasiswa.

Yoo Jeong mengangkatnya, melipat lembar novel yang belum sempat dibacanya.

"Ye, ajumma?"

Mata Yoo Jeong membulat, menegakkan tubuhnya kala mendengar isak tangis dan aduan ibu Mingyu dari seberang panggilan. Lagi, Mingyu membuat ibunya sedih dan kali ini sampai terisak. Tingkah laku nakal dan membuat masalahnya kembali lagi seperti masa-masa SMP. Yoo Jeong mengangguk, menyetujui permintaan tolong ibu Mingyu untuk menyusul Mingyu ke pusat Kota Busan. Lagipula tidak ada yang bisa dimintai tolong untuk masalah Mingyu. Takdirnya, terlalu lama mengenal Mingyu sejak anak itu masih bocah. Tetangga samping yang merepotkannya.

Setelah panggilan terputus, Yoo Jeong merapikan rambutnya serta memakai tas selempangnya lalu memakai asal jaket panjang yang tergantung di lemari. Ia lantas berlari, meminta izin ibu dan ayahnya.

"Aku ke kota dulu, ibu Mingyu minta tolong."

"Iya, hati-hati. Kabarin kalau ada apa-apa." Pesan ayahnya.

Yoo Jeong bergegas, mengikat tali sepatunya dan berlari menuju halte. Sepanjang jalan, ia merutuki sifat kekanakan Mingyu. Ia harus kabur dari rumahnya karena bertengkar dengan ibunya. Walaupun ibu Mingyu tidak secara detail memberitahu apa faktor pertengkaran mereka, tapi dari nada suara ibu Mingyu seperti mengguratkan masalahnya cukup pelik.

Yang membuat herannya adalah Jisoo-kakak perempuan Mingyu-sedang berada di rumah karena berlibur semester, tapi seperti Jisoo masih punya dendam pribadi yang tak tertuntaskan hingga tidak perduli dengan keadaan Mingyu. Hah, memikirkan bagaimana sifat egois Jisoo membuat Yoo Jeong ingin mengutuk dan memberikan sumpah serapahnya. Bertahun-tahun sejak kejadian salah paham antar wanita lalu, ia jadi malas memikirkan bahwa kenyataan ia pernah berteman dekat dengan gadis tersebut.

Ia hanya berteman dengan adiknya, walaupun umurnya sebaya dengan kakaknya. Kim Mingyu dan Kim Jisoo—tipikal saudara yang membuatnya jengah dengan caranya. Atas nama serikat tetangga, Yoo Jeong rela membantu karena Mingyu adalah anak yang cukup baik walaupun menyebalkan kepadanya.

Yoo Jeong terus mempercepat langkahnya, sebab hari sudah semakin siang. Jarinya sudah siap mengepal ingin menggeplak kepala Mingyu sekarang juga kalau sudah berjumpa dengan pemuda tersebut. Ditekannya nomor Mingyu di layar ponselnya, tetapi hanya suara sambungan yang menjadi balasannya.

"Awas kau Kim Mingyu!" gerutu Yoo Jeong diselimuti amarah.

Seolah surataan takdir akan membantunya mempercepat pembalasan amarahnya ke Mingyu, Yoo Jeong melihat Jeon Wonwoo yang datang dari arah berbeda dengan sepeda. Wonwoo-siswa magangnya-masih sangat lugu dan menghormatinya. Yoo Jeong mempercepat langkahnya lalu mencegat Wonwoo yang sudah mengerem berhenti.

"Park Yoo Jeong songsaenim?"

"Songsaenim pinjam sepedamu, boleh?"

Kening Wonwoo mengeryit bingung, tiba-tiba sekali Yoo Jeong meminjam sepedanya di tengah jalan seperti ini. Ia hendak ke swalayan membeli bahan makanan tapi Yoo Jeong tiba di hadapannya dengan tatapan serius. Dari arah kejauhan, ia sudah agak tidak yakin bakal menyapa gurunya tersebut karena langkahnya besar-besar dari arah berlawanan.

Drawing Memories 《Complete》 || Jeon WonwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang