Part 31 - Unspoken Words

170 25 26
                                    


"Aku menerima pertunangan ini ayah."

Atensi seluruh keluarga tersentak dan terpusat pada Wonwoo yang mengangkat kepalanya tengah berujar dengan tatapan meyakinkannya. Napas Mina juga tercekat dan matanya mengerjap tidak percaya dengan keputusan Wonwoo setelah lebih dua jam mereka menghabiskan waktu berdiskusi di tengah-tengah makan siang.

"Kau serius?" tanya Jungsoo—ayah tiri Wonwoo—memastikan kembali.

Wonwoo menatap tajam,"Aku tidak ada pilihan untuk menolak. Hanya satu terima pertunangan." Ucapnya dengan nada sarkastik, tidak lagi berharap ada peluang. Kepalanya sudah cukup berat menerima semua kenyataan yang di hadapannya. Seperti tidak ada hak baginya sekadar berbahagia. Kondisi Mina semakin hari semakin tidak terlihat seperti wanita sehat.

Tubuhnya semakin ringkih dan wajahnya pucat pasi, belum lagi gangguan seperti sesak napas mendadak, kepala pening, dan gejala mual di perutnya, seperti laporan Seungcheol malam kemarin kepada Wonwoo. Wonwoo pernah di posisi itu, merasa bahwa dunia ini akan menjadi baik jika ada yang mendengarkannya. Ia masih beruntung punya sahabat dan orang-orang yang bisa membantunya terlepas dari ketakutannya sendiri.

Sedangkan Mina? Gadis itu malah menangis sendiri di hadapannya. Wonwoo akan menerima semuanya, melepaskan keegosian dirinya demi tujuan manusiawi. Tidak ada yang Mina butuhkan selain dirinya. Mina sudah cukup menderita dan Mina percaya bahwa Wonwoo adalah bagiannya.

"Kau tidak melakukannya dengan terpaksakan, Wonwoo?" tanya ibu Mina dengan tatapan agak memicing, tidak siap jika anaknya menjadi korban kesekian kalinya.

Wonwoo tersenyum tipis, seperti tidak ada tarikan,"Terpaksa atau tidak, aku tetap harus melakukannya."

"Jeon Wonwoo." Panggil ibu Wonwoo lirih.

Wonwoo bangkit dari duduknya setelah meneguk airnya menyelesaikan makan siang yang sudah tandas di piring,"Aku akan pindah ke apartemenku yang awal hari ini. Mina fokus saja sama pengobatannya, biar aku yang mengurus pertunangannya."

"Aku harus ke kantor lagi, ada urusan dengan tim produksi." Wonwoo membungkukkan dirinya memberikan salam sebelum melangkah cepat keluar dari restoran. Ia meraih ponselnya, menghubungi Soonyoung yang langsung diangkat di deringan nada tunggu kedua, kecepatan Soonyoung memang.

"Soonyoung-ah, minta tolong hubungi bagian properti apartemen kita dulu. Barang-barangku dari apartemen Daesin-dong sebentar lagi sampai ke apartemen lama."

Wonwoo tertawa sendiri saat mendengar pekikan suara tidak percaya Soonyoung dari seberang sana. Ia tahu sahabatnya pasti gusar dan bingung terhadap keputusannya sendiri.

"Kau hubungi saja! Kau tidak ada hak melarang, jaminan dp-ku masih ada untuk 3 tahun di sana. Aku tutup." Wonwoo memutuskan panggilannya, bersamaan saat ia berbalik mau menuju lorong jalan keluar restoran, ibunya tengah berdiri di hadapannya menatapnya dengan tatapan yang bisa diartikan Wonwoo.

"Bagaimana dengan nona dosen itu?"

Benar, Wonwoo tahu ibunya akan mengkhawatirkan orang lain dibandingkan dirinya. Wonwoo menguluas senyumannya,"Kami sudah berakhir. Belum memulai tapi sudah berakhir."

"Maksudmu? Wonwoo, ibu tahu kamu menyakiti dirimu sendiri."

"Aku tidak melakukannya, percaya padaku. Aku melakukannya bukan karena mencintai Mina, tapi ada orang-orang seperti Mina yang tidak bisa bangkit dengan dirinya sendiri kecuali harus dibantu orang lain. Mina punya harapan untuk itu dan dia menggantungkannya padaku."

"Won—"

"Ibu, aku pergi dulu ya. Nanti malam aku telepon." Wonwoo memeluk ibunya sekilas lalu segera berlalu menuju mobilnya. Ia memang tidak baik-baik saja saat ini. Sejak konser Paul Kim usai malam itu, ia mendapat panggilan dari Seungcheol tentang kondisi terakhir Mina. Seungcheol tidak memaksanya, keputusannya murni dari diri Wonwoo.

Drawing Memories 《Complete》 || Jeon WonwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang