Seminggu telah berlalu dan hari ini adalah hari keberangkatan Anta ke Ibu Kota Prancis, Kota Paris.
"Taa" teriak Anta sambil mencari sosok Tirta, namun nihil. Ia tak menemukan keberadaan gadis itu dikamarnya.
Ia melihat jam hitam yang melingkar dipergelangan tangannya, pukul 09:15. Ia tak punya banyak waktu saat ini. Pukul 10:40 Ia akan terbang ke Jakarta dan melanjutkan penerbangan langsung ke Paris
Dari ambang pintu, Hana datang dengan membawa sebuah amplop
"An, tadi Tirta bilang mau lari pagi di Pantai" kemudian Hana memberi amplop"Apa, Tan?" Tanya Anta tangannya sudah memegang amplop pemberian Hana
"Itu ada sedikit uang untuk pegangan kamu di sana" ucapnya tersenyum. Anta menolak dengan berbagai alasan, namun Hana tetap memaksa. Karena tak ingin membuang banyak waktu, akhirnya Anta mengambil amplop tersebut dan tak lupa menyucapkan terimakasih, setelah itu ia pamit undur diri. Masih ada seseorang yang harus Ia temui.
Anta berlari setelah meminta taksi online nya untuk menunggu sebentar. Tanpa harus mencari lama, Anta sudah melihat seorang gadis yang sedang Ia cari. Tirta tengah berdiri di pinggir bibir pantai. Ia kembali melihat jam tangannya, pukul 09:55. Ia tak punya banyak waktu lagi. Ia berlari mengikis jarak untuk menemui Tirta. Anta menarik tangan Tirta untuk menghadapnya.
Tirta menangis, tampak dari mata gadis itu yang sembab.
Anta tertegun, Ia tahu bahwa ini akan terjadi. Kembali ia menarik pelan tangan Tirta untuk ia peluk, menyalurkan setiap kehangatan yang ia punya saat ini, berharap Tirta sedikit tenang.
Anta melepaskan pelukannya, mengingat waktu yang ia miliki terbatas. Anta menatap dalam manik mata gadis itu "Ta, maaf. Aku tahu ini akan menyakitimu" Anta mencium kening Tirta beberapa saat sambil terus bergumam kata 'maaf' kemudian turun ke kelopak mata Tirta yang tertutup, ia menciumnya.
'Mata ini, jangan pernah menangis saat aku tidak ada' batinnya
Anta memberhentikan aksinya, ia kembali memeluk Tirta "Maaf, Ta" ucapnya lagi. Kemudian ia berlari pergi meninggalkan Tirta yang menangis sesegukan, sendirian.
Tirta melihat Anta yang perlahan mengecil lalu menghilang
"An, bahkan perpisahan kita, kamu hanya mampu mengucapkan maaf?" Ucapnya pilu.
Tirta menjatuhkan dirinya dipasir putih, tak banyak orang yang melihat kekacauan dirinya karena ini masih pagi.
Dilain tempat Anta menangis didalam pesawat dan sempat menarik perhatian dari beberapa penumpang yang duduk didekatnya.
Ia melihat kearah jendela kaca yang tepat berada di sisi kirinya, awan putih. Entah sudah berada di ketinggian keberapa, ia tidak tahu. Anta menggenggam sebuah lipatan kertas yang tadi sempat diberikan Tirta saat mereka berpelukan, mata Anta menatap nanar kertas yang sudah remuk itu karena genggaman kuat tangannya. Beberapa tetes air bening kembali jatuh dari kelopak matanya saat membaca tulisan yang tertera di latar putih itu.
Assalamu'alaikum, An
"Wa'alaikumsalam" gumam Anta pelan dan nyaris tak terdengarAn, maaf. Maaf karena membuatmu harus kewalahan menjaga gadis manja sepertiku. Maaf, An.
Maaf lagi karena aku sempat membencimu, An.
Pertemuan pertama kita, aku sangat membencimu. Mungkin karena kamu pintar dan merebut predikan bintang kelas dari sahabatku, Riva. Maaf, An.
Tetapi beberapa saat kemudian, aku mencintaimu. Tepatnya saat kita masih duduk di kelas 4 SD, 8 tahun yang lalu. Sejak saat itu aku percaya 'jangan terlalu benci, nanti cinta' aku percaya, An. Karena aku mengalaminya.
Mungkin kau akan berpikir jika cintaku ini hanya sebatas cinta monyet, karena awalnya aku juga berpikir demikian. Tapi, hari-hari terus berlalu dan menjadi tahun, nyatanya rasa itu tetap sama, An. Tidak berkurang seinci pun.An, 8 tahun sudah aku mencintaimu. Aku benar-benar mencintaimu tanpa ragu, An. Dan hari ini kamu akan pergi ke negeri yang letaknya berada jauh dariku. Aku takut, An.
Aku tak mau sendiri, aku takut kamu tak kembali. Aku sangat takut negeri itu mencurimu dariku. Aku takut, An.Aku harap apa yang sempat aku pikirkan ini salah. Kamu tak mungkin meninggalkanku. Iya kan. An?
Lelaki itu menangis lagi. Ia melipat kertas tersebut dan menyelipkannya kesalah satu buku berwarna hitam, buku pemberian Tirta 5 bulan yang lalu. Buku diary hadiah ulang tahun ke 18 tahun.
"Ta, kamu salah besar jika berpikir aku akan meninggalkanmu. Aku mencintaimu, Ta. Aku janji ini tak akan lama. Aku akan kembali untukmu, Tirta Kencana" lirihnya pelan karena tak ingin ada orang lain yang mendengar
Anta memeluk erat buku diary pemberian gadis itu.
Jadi gimana? Masih biasa aja kan? Hehe😂
Tapi untuk kalian yang masih mau membaca, saya acungkan jempol🖒 kalian benar-benar MANTAP😍
Insyaallah saya akan tetap menulis meski hanya beberapa orang saja yang mau membaca, karena jujur menulis membuat saya lupa kalau saya memiliki segudang masalah wkwk😂
Terimakasih sekali lagi🙇❤
Wassalamu'alaikum
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTA [On Going]
Teen FictionIni cerita tentang penantian Tirta dan cerita tentang Ananta yang memilih untuk tetap pulang meski ada banyak sekali peluang untuk pergi dan menghilang. -ANTA- ▪Dibuat pada 1 Mei 2020🌻 Bukan seorang penulis, hanya saja saya terispirasi dari seseora...