23

8 1 0
                                    

Riva keluar dari ruangan Adit dengan raut wajah yang kesal. Bisa-bisanya atasannya itu mempermainkannya.

"Kenapa lo?" April menyenggol bahu Riva saat wanita itu berjalan sambil mengumpat kasar. Riva yang menyaut pun langsung mengeluarkan unek-uneknya "Pak Adit udah gila."

"Gila kenapa?" Tirta datang dari arah kanan dan langsung menyaut saat mendengar Adit yang sudah gila

"Itu semua gara-gara lo tolak." ketus Riva, yang tentu saja mengundang tatapan penuh penasaran dari April "Siapa yang nolak? Lo, Ta?" Tunjuk wanita itu kehadapan Tirta yang kini memegang gelas dengan gemetaran.

"Gue gak tau." Tirta berlari kembali kemejanya, ia tak mau semakin banyak orang yang tahu tentang masalah dirinya dan atasannya itu. Tapi tentu saja itu tak membuat April berhenti, wanita itu masih mengejar Tirta hingga kemejanya untuk mengklarifikasi masalah tersebut

"Lo beneran nolak Adit? Why?" Tanya April menuntut jawaban

Tirta tak bisa mengelak lagi, percuma saja bilang tidak jika Adit sendiri sudah mengatakannya "Hemm," gumamnya pelan sambil mengangguk.

"Wah parah lo, Ta. Pak Adit yang udah perfect gitu lo tolak, serasa udah jadi dewi Yunani lo!" hujat April. Wanita itu mengeleng-gelengkan kepalanya antusias kemudian ia beretepuk tangan pelan.

Tampak Tirta yang menunduk dan mengepalkan tangannya agar menghilangkan kegugupan yang menyerang. Entah kenapa tiba-tiba badannya lesu dan gemetar, ia merasa bersalah. Padahal sekali lagi, ia tidak salah. Bukankah cinta itu tak bisa dipaksakan?

"Udah lah. Lagain semua orang punya pilihan, dan pilihan Tirta bukan Adit tapi Anta." ucap Riva membantu sahabatnya yang sekarang tampak kikuk. Mendengar itu April langsung diam, ia tau tentang Anta karena memang sering mendengar nama itu disebut oleh kedua wanita yang kini dihadapannya.

"Iya. lo bener," April menepuk pundak Tirta, "Udah deh, gue pengen pergi dulu." April melenggang oergi meninggalkan dua wanita yang kini masih terdiam.

Tidak lama April menghilang dari balik pintu kaca, munculah Adit yang keluar dari ruangannya. Lelaki itu berjalan menuju meja Tirta dan menjentikkan dua jarinya untuk membuyarkan lamunan wanita itu "Ikut saya sebentar." Ajaknya langsung pergi melangkah meninggalkan Tirta

Wanita itu menatap wajah sahabatnya seakan menanyakan kenapa adit mengajaknya pergi, Riva yang ditatap pun tersenyum "Udah ikut aja, mungkin mau nyelesain masalah."

Tirta mengangguk dan melangkah mengikuti langkah kaki Adit dari belakang. Kemudian masuk kedalam lift dan tetap diikuti oleh Tirta dari belakang. Selama di dalam lift hanya ada keheningan yang menyelimuti mereka, tak ada satupun dari mereka yang berniat untuk angkat bicara mencairkan suasana yang entah kenapa terasa dingin mencekam. Setidaknya itu menurut Tirta, wanita yang kini berdiri disudut lift sambil merapalkan doa-doa yang ia yakin akan membuatnya tenang, tapi nyatanya dirinya tak menemukan ketenangan yang diinginkan.

Lift terbuka, Adit langsung melangkah pergi keluar dan berjalan kearah rooftop gedung dan tetap diikuti oleh Tirta dibelakangnya.

"Aduh!" pekik wanita itu kala merasa kepalanya terantuk oleh sesuatu yang lamayan keras. Karena berjalan dengan keadaan menunduk membuatnya tak tahu kalau Adit sudah berhenti didepannya dan ia telah menabrak punggung belakang lelaki itu "Maaf pak."

"Enggak pa-pa." Adit memegang tembok yang tingginya hanya sebatas pinggang, kemudian beralih menatap Tirta yang berada di belakangnya "Saya mau minta maaf,"

Tirta mengernyit heran, minta maaf kenapa?

Seolah bisa menebak apa yang ada dipikiran wanita itu, Adit menjawab lebih dulu "Maaf karena saya sudah buat kamu enggak nyaman dengan ungkapan perasaan saya kemarin," ia memegang bahu Tirta agar wanita itu berdiri dengan tegap dan melihatnya "Maafin saya ya, Tirta. Tapi saya harap setelah ini kita bisa berteman baik seperti biasa." ucapnya tulus.

Mendengar penuturan lelaki itu barusan membuat Tirta tersenyum, ia bersyukur karena Adit tidak marah padanya dan bisa menerima dirinya sebagai teman seperti kemarin "Iya pak, saya juga minta maaf karena kemarin."

"Enggak pa-pa, saya ngerti bagaimana kamu. Saya juga enggak bisa maksa kamu buat suka sama saya," Adit memeluk tubuh Tirta pelan, takut jika wanita itu menolak "Pelukan ini, tanda pertemanan." ujarnya dan membuat Tirta membalas pelukan tersebut.


---

Pukul 5 sore hari, Tirta diantar pulang oleh Adit, sedangkan Riva sudah lebih dulu pulang bersama Putra, mereka bilang ingin jalan-jalan terlebih dulu. Hening, hening yang lama menyelimuti keadaan mereka saat ini. Dinginnya Ac mobil lelaki itu menambah dingin suasana hening yang tercipta. Tak ada yang memulai untuk bicara, mungkin karena masih merasa canggung.

Adit meminggirkan mobilnya tepat di sekitar taman kota yang sebenarnya cukup jauh dari apartement Tirta, wanita itu baru sadar jika ini bukan arah jalan ke apartement saat lelaki itu telah berhenti. Mungkin ia terlalu terbawa suasana hening sampai-sampai tak sadar jika jalan pulang yang ia lalui berbeda.

"Kita mau kemana pak?" Tirta melihat kearah kaca mobil yang menampakkan banyaknya anak kecil yang sedang mengantri ice cream.

"Ke taman, kita butuh hiburan." Adit tersenyum untuk sejenak, kemudian ia mulai membuka pintu mobil dan memutari sisi mobil untuk membukan pintu satunya lagi agar wanita itu keluar "Ayo, Ta." ajaknya.

Dengan rasa penasaran yang tak berkurang sama sekali, ia keluar sambil tetap melihat sekitar. Mau ngapain ke taman? Pikirnya.

Tirta di dudukkan tepat dibangku taman yang letaknya dekat kolam ikan, dari sini ia bisa melihat ikan kecil berwarna orange terang yang sedang berkumpul untuk menyantap makanannya. Sedangkan Adit sudah pergi setelah menuntun wanita itu duduk, entah kemana.

Tirta hanya diam sambil sesekali memotret penampakkan yang menurutnya bagus, seperti anak kecil yang mengejar layangan, seorang ayah yang menuntun anaknya belajar berjalan, dan seorang gadis yang menangis sendirian. Dari sekian banyak potret yang sempat ia ambil, ada sebuah foto yang sempat menyita perhatiannya, seorang gadis yang menangis sendirian. Entah masalah apa yang sedang gadis itu tangisi, tapi gadis itu mengingatkan dia pada dirinya sendiri. Tirta sering menangis sendirian di taman, tepi pantai, tak jarang juga di rooftop apartement. Semua orang memiliki sesuatu untuk ditangisi.

____


Selamat Hari Raya Idul Fitri🤗
Minal 'aidin walfaizin mohon maaf lahir dan batin🙏

Dari saya, Dewi Yunani!
Queenzet😗

Wassalamu'alaikum Wr.Wb🙏

ANTA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang