Setelah berkeliling sebentar, Antang dan Inai sampai di tenda yang menyediakan banyak buku dan pernak-pernik menulis. Inai hilang dalam dunianya, sibuk membuka lembaran demi lembaran dan meneliti isinya. Ia mengukur panjang pena dan kepekatan tinta serupa prajurit memeriksa tombak. Setelah tawar-menawar singkat, Inai membayar lima keping emas untuk buku cerita kerajaan besar dunia, sejarah sihir, botol tinta baru, pemberat buku berbentuk naga perak, dan sebuah peta lengkap dunia Nevra. Konon seorang witera membuatnya dari ketinggian dalam ambisi menyatukan daratan di atas kanvas.
Inai puas dengan peta barunya yang hampir selebar papan tulis kelas. Menggulungnya dan memasukkan peta tersebut ke dalam tas tabung yang disampirkan di punggung.
"Untuk apa?" tanya Antang penasaran, mendongak dari buku cerita bergambar yang tipis.
"Pajangan kamar," balas Inai.
Kemudian mereka pergi ke alun-alun kota. Kerumunan semakin padat, prajurit bertebaran dengan pentungan, tombak, zirah rantai, dan pelat dada. Mereka berjaga di sekitar taman air mancur, menjaga batasan antara penonton dan para penari. Antang dan Inai harus bersembunyi di balik bayang-bayang orang dewasa.
Saat sampai di taman, acara telah dimulai. Musik terdengar ritmis dengan tempo yang semakin cepat. Narator berdiri di atas panggung kecil dengan pakaian warna-warni. Tangannya antusias bergerak ke sana-kemari.
"... karena terlahir buta. Masing-masing ayah-ibunya memberikan satu mata agar anak itu bisa melihat keindahan dunia. Tetapi dewa-dewi menggariskan ketidakbahagiaan dalam takdirnya. Peramal berkata, anak itu pembawa petakan."
Penari-penari api berlarian ke tengah taman, separuh dari mereka berpakaian merah dan separuh lagi berwarna biru. Api berkobar seperti ekor naga saat para penari masuk dan membentuk lingkaran. Dari pusat api yang membara, seorang anak kecil hadir. Ia tidak memakai baju, hanya celana putih dan pengikat kepala yang kainnya menjuntai sampai punggung.
Penari api berpencar, mereka menyala dalam gejolak warna merah dan biru yang cantik. Lagu memelan, tabuhan gendang seperti mengikuti irama jantung penonton. Ke mana pun anak itu pergi, api yang disentuhnya padam. Ia mengelilingi seluruh penari dan semuanya redup menjadi kegelapan. Sampai jilatan lembut api merah dan biru merekah dari arah air mancur. Sepasang pria dan wanita dengan pakaian berumbai muncul. Kerincingan gelang kaki dan tangan mereka menjadi musik saat keduanya berjalan ke tengah taman.
Penari pria menumbuhkan sayap api biru di tangan kanannya. Sementara penari wanita menumbuhkan sayap merah di tangan kirinya. Mereka memeluk si anak yang bersedih. Lalu gendang bertabuh semakin lambat, musik berhenti, dan kedua api terakhir lenyap seperti lilin ditiup angin.
Seluruh penari terbaring di tanah, kecuali si anak.
"Dia ke gunung dan bertapa, sakit hati karena semua orang membencinya. Si anak menjual jiwanya pada iblis yang mendiami alam sejak lama," cerita pendongeng tua. Suaranya menggelegar dan berat. Illius-illius biru muncul dari kaki narator dan memberi penerangan mistis pada sosoknya yang keriput. Seperti roh yang datang membawa pesan buruk.
"Dengan kekuatan iblis yang menjadi raksasa, si anak menghancurkan desa yang mengucilkannya. Termasuk orang tua yang merawatnya penuh kasih. Kesedihan dan kemarahan menyatu. Ia berambisi untuk menguasai Nevra dan menyerang desa-desa terdekat. Di jalan penuh darah, ia menasbihkan diri sebagai raja pertama.
"Dewa-dewi menurunkan kuasanya. Mereka memberkati orang-orang terpilih untuk menghentikan kehancuran. Kemampuan mengendalikan manna, untuk prajurit surga yang dikecup harapan." Sang pendongeng membentangkan tangannya ke depan, seketika seluruh api dari penari hidup kembali dan taman berubah terang.
"Itu asal mula pengolah manna," jelas Inai pada Antang. "Dongeng Bintang Utara."
Musik berubah cepat, tabuhan gendang mirip genderang perang saat para penari saling bertikai dan menembakkan api. Penari-penari putih datang sebagai prajurit pilihan dengan api berwarna kuning. Pertarungan memanas, si anak tersisa sendirian dan akhirnya mati dilahap api prajurit pilihan. Jasadnya dijemput arwah orang tuanya yang berwarna biru dan merah. Mereka menaiki tangga cahaya ke langit, memunculkan senyum sekali lagi ke wajah si anak pemurung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fallen Throne
FantasyRaja ingin menyingkirkan Putri Mahkota, anaknya sendiri yang dianggap pembawa sial dan sumber utama penyakit permaisuri. Sementara Putri Mahkota bertekad mempertahankan hak tahtanya. Walau dalam hati, ia cuma ingin cinta dan kasih sayang sebuah kel...