[T U J U H B E L A S] | Duel

288 79 5
                                    

Tidak ada yang bisa menghentikan Inai bila ia sudah berencana pergi. Bahkan para penjaga istana sekali pun. Selain karena Inai menjadi lebih lihai berkelit, ada aura aneh yang menyelubungi tubuhnya dan membuat orang-orang gentar menghadapi putri mahkota. Aura tersebut berwarna hitam pekat dan dapat menyerap kebahagiaan. Orang awam akan merasa tertekan dan takut tanpa sebab.

Penjaga kuda misalnya, ia jadi lebih segan dan patuh. Tertunduk-tunduk, laki-laki sepuh itu berusaha mengimbangi langkah Inai yang sedang menuntun kuda keluar dari istal.

"Tuan Putri, tolong jangan pergi. Orang-orang di sini sangat mengkhawatirkan Anda."

"Aku sudah bolak-balik selama berbulan, tidak ada luka, dan aku sehat seperti sedia kala. Anggap saja ini untuk pembelajaran, bahwa berpetualang lebih baik daripada diam terus di rumah."

"Tuan Putri, mohon ampun Tuan Putri, Anda seharusnya berpikir tentang kerisauan dayang-dayang, pelayan, dan penasehat istana. Tolong pikirkan perasaan kami, perasaan saya."

Inai terdiam sejenak, lalu kembali menarik menarik kekang dan mengajak kuda hitamnya berlari menerobos penjaga gerbang. Berbondong-bondong prajurit istana lari mengejar, anikis ditebar. Sayang Inai sudah bisa membuat tangga kristal di langit dan melanjutkan perjalanan di udara, sehingga pengejarnya tertahan sungai atau hutan lebat yang belum ditebas.

Sebelum menaiki tangga, Inai sempat menoleh dan berteriak, "Aku pasti pulang." Tetapi aura hitamnya tampak memprihatinkan. Hanya beberapa orang yang bisa melihat aura tersebut, terutama pengguna quox.

Inai tahu ada yang salah dalam dirinya. Ia jadi punya keinginan jahat. Suatu hari ia pernah melihat adik tirinya yang paling kecil di taman dan berhasrat membekukan balita tersebut menjadi patung taman. Inai buru-buru lari demi menjaga kewarasannya. Ia tidak tahu darimana asal pikiran tersebut. Lantas, Inai ingat pada goa misterius yang menjadi jalan pintas Aling.

Setelah melewati perbatasan Isilia, hanya ada hutan dan perbukitan di depan. Inai tidak perlu melewati itu semua. Ia punya jalur sendiri. Ia akan menyimpang di separuh perjalanan. Mengambil jalan pintas, melewati hutan terlarang, dan jurang raksasa. Dua medan terakhir sangat berat. Inai harus pintar-pintar mengatur tenaga dan manna demi membuat jalan kristal di titik yang tepat.

Inai sering melewati goa sendirian, sambil menuntun kuda ia memasuki kamar bundar tempat bola kaca aneh bersemayam. Kuda Inai jadi gelisah. Inai sendiri harus menjaga tali kekang dengan sangat kuat agar kudanya tidak lepas dan menggila. Terkadang di sudut mata, Inai melihat sesosok makhluk hitam berkaki banyak, melata di atap goa, dan memiliki ratusan mata yang berkedip bergantian—menunggu Inai menoleh ke belakang.

Setelah belasan kali lewat, Inai memutuskan untuk mencari jalan lain. Inai memetakan hutan terlarang berdasarkan ingatan sendiri. Kemudian menarik garis masuk dan keluar, serta menandai titik di mana raksasa biasa berkumpul. Perjalanan harus dilakukan malam, supaya prajurit istana tidak mengejar. Inai butuh bubuk illius untuk membuat tanda di kulit pohon.

Satu-satunya penghalang ada jurang yang merekah puluhan meter dan menjadi pembatas pemukiman manusia dengan raksasa. Tidak ada jembatan di sana. Inai harus membuat sendiri dengan sihirnya. Percobaan pertama, ia membuat jembatan kristal yang lurus membentang sampai ke seberang. Di tengah titian, tiba-tiba raksasa ikut naik jembatan tersebut sehingga kristalnya retak dan Inai harus mempercepat lari kudanya untuk lompat ke seberang.

Beruntung mereka tidak jadi mati hari itu.

Percobaan lainnya Inai membuat puluhan ubin kristal mengambang di udara. Seperti meloncati batu-batu kali. Beberapa kali kuda Inai hampir terpeleset karena panik. Inai harus menuntun kudanya dengan sangat hati-hati. Kabar baiknya, raksasa tidak bisa mengikuti di belakang. Jadi Inai mengubah susunan ubin hanya menjadi empat dan bisa muncul di bawah kaki kuda saat berjalan di udara. Seperti lantai transparan yang bersinar ketika dipijak.

Hasil belajarnya tersebut Inai perlihatkan di istana. Ia memakai gaun terbaik dari sutra dan mengenakan selendang tipis di antara kedua lengannya. Inai merias diri, menyanggul rambut, dan mengundang guru-gurunya ke halaman belakang. Inai menari, hanya diiringi sebuah seruling dan genderang. Langkah kakinya ringan, ia naik ke permukaan langit ketika ubin-ubin kristal muncul menjadi tangga ke bulan. Inai seperti peri yang berpendar dalam gelap.

Dayang-dayang terharu, guru Inka dan Hiria menundukkan kepala pada Inai saat ia turun dari langit. Kedua wanita tua tersebut memberi selamat karena Inai sudah sampai ke jenjang tertinggi pendidikannya di paviliun. Sementara Antang hanya mampu mengintip dari jauh. Ia sadar levelnya berbeda jauh dengan Inai. Antang jadi ingin semakin ingin seperti kakak tirinya.

Maka pada suatu siang yang lengang, Antang menantang Inai bertarung. Hal tersebut harusnya menjadi pertempuran pribadi, tapi berubah bak turnamen karena disaksikan puluhan penghuni istana terang-terangan. Raja dan penasehat bahkan turun dari ruang rapat untuk menonton di kejauhan.

Para pangeran muda bersorak untuk kakak sulungnya, ditemani ketiga selir yang duduk anggun bermanis tingkah di pelataran istana. Hal ini malah membuat Antang semakin tertekan. Saat berhadapan untuk jabat tangan dengan Inai, gadis itu memberi tawaran untuk menghentikan semua kesia-siaan ini.

Antang terdiam, ia tahu beban setelah pertarungan ini akan semakin berat. Mungkin Antang akan kehilangan muka. Tapi jika ia tidak mencoba, Inai akan terus-terusan menolaknya. Baru kali ini permintaannya diiyakan. Hal langka yang berawal dari keisengan saat papasan di taman.

Tidak ada jawaban dari Antang. Keduanya mengambil jarak dan menyiapkan ancang-ancang. Antang memulai serangan terlebih dahulu, ia meninju tangan ke depan, memunculkan naga api yang melaju ke arah Inai dengan kecepatan tajam. Inai di seberang hanya mengangkat satu tangan dan membuat dinding es yang dalam sekejam memadampan api Antang. Kemudian, tanpa diduga-duga, bunga-bunga es bermunculan di kaki Pangeran. Kedua kakinya terjebak. Antang memusatkan manna ke kaki untuk mencairkan es tersebut.

Saat Antang hendak membalas, Inai sudah ada di hadapannya. Membuat Antang terkejut dan dengan gegabah melakukan serangan. Antang meninju dan menendang menggunakan tenaga tambahan dari api yang berfungsi seperti mesin pendorong.

Inai berhasil mengelak tinju Antang, tetapi tendangan berkecepatan kilat tidak bisa dihindarinya sehingga perutnya menjadi sasaran. Inai mundur terhenyak beberapa langkah, meringis kesakitan.

Antang merasa bersalah. Dan segera menyesali kelengahannya ketika Inai menerjang dengan kekuatan penuh, menyasar pundak Antang yang tiba-tiba membeku. Antang terjengkang, tangan kanannya yang bebas menembakkan api untuk menghadang. Inai dapat menampik serangan tersebut dengan meninju pergelangan tangannya, sehingga arah api menyasar langit bebas. Lagi, pundak kanan Antang membeku. Dengan dua bagian tubuh atas kaku, Antang jadi mudah dijatuhkan hingga tubuhnya roboh di atas tanah.

Inai menambah kekalahan Antang dengan membekukan kaki dan seluruh tubuh adik tirinya hingga batas leher. Antang benar-benar tidak bisa membalas. Dayang-dayang Inai bersorak riang. Sebelum Antang memanaskan badan, Inai mencairkan es-esnya dan berbalik, pergi tanpa memberikan salam perpisahan sama sekali.

Fallen ThroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang