19. Paksaan.

103 16 0
                                    

Up lagi.
Semoga nih story gak kebablasan sampek 100 part^^

Happy reading♥♥

----°°----

Aku dan Hyerin masih mampir di rumahku. Aku mau ngambil parsel buah yang sudah bunda siapkan tadi. Dari pada membawa Jaemin yang dibungkus kresek, lebih baik bawa parsel buah yang lebih menyehatkan.

"Bun, parsel buahnya mana?" teriakku dari luar. Hyerin ikut masuk dan langsung ikut nimbrung bersama kak Jae. Mereka sempat bercekcok sebentar karena Hyerin kesal tidak dijemput dan sekarng kak Jae masih tidak pulang.

Dari ruang tengah aku menenteng satu parsel buah yang berukuran sedang, tidak begitu berat tapi tidak juga ringan.

"Rin, kuy berangkat," ajakku, Hyerin langsung beranjak dari duduknya dan setelah menatap sinis kak Jae dia ikut keluar. Kapan kakak beradik yang satu ini bisa akur?

"Sini aku yang bawa, berat tuh pastinya." Hyerin mengambil alih bawaanku tadi, dia dengan mudahnya membawanya seperti membawa keranjang kosong. Anak ini memang cukup kuat.

"Eh, emang Lami ada di rumahnya? Gak di opname?" tanya Hyerin.

"Kayaknya sih nggak, mamah Lami aja ada kok di rumahnya," jawabku. Hyerin ber-oh kecil kemudian memanggil satpam penjaga rumah Lami.

"Pak, kita berdua mau jenguk Lami," teriak Hyerin. Pak satpam yang sedang duduk santai bergegas membukakan gerbang.

"Oh, temennya non Lami ya? Silahkan masuk, di dalem cuma ada non Lami sama bibi, bapak sama ibuk lagi ke luar," jelas pak satpam. Kita berdua cuma ngangguk aja terus masuk.

"Lami ... where are you?" teriakku dan Hyerin bersamaan.

"Bel tuh, bel!" tuturku, Hyerin lalu memencet bel. Beberapa kali dipencet belum ada yang membuka pintu. Sampai akhirnya belum sempat Hyerin memencet lagi, pintu sudah dibuka menampakkan seorang wanita paruh baya yang tersenyum ramah.

"Eh, non Jira sama non Hyerin, ayo masuk." Bi Yon mempersilahkan kita masuk. Saking seringnya berkunjung, bibi pun sampai mengenali kita.

"Lami mana, Bi?" tanyaku saat kita sudah di ruang tamu.

"Non Lami ada di kamar," jawab bibi.

"Yaudah Bi, kita mau ke kamar Lami dulu." Aku dan Hyerin berjalan ke arah tangga menuju kamar Lami yang ada di lantai dua sambil menenteng parsel buah.

Tokkk tokkkk...

"Lami...," teriak Hyerin sambil ngetok pintu kamar Lami.

"Pintunya gak dikunci, masuk aja," sahut Lami dari dalam.

Aku dan Hyerin segera membuka pintu, nampaklah Lami yang sedang meringkuk di bawah selimut. Dia terlihat masih sedikit pucat tapi berusaha tersenyum saat kami masuk.

"Gimana? Masih pusing?" tanyaku yang kemudian menaruh parsel buah di atas nakas.

Lami bangun berusaha untuk duduk, penampilannya sangat acak-acakan. Rambutnya sudah seperti singa jantan, mukanya kucel plus pucet. Namanya juga orang sakit, kalau mukanya menor dengan tampilan bahenol itu namanya orang mau fashion show.

Perbedaan [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang