25. Rasa

114 14 0
                                    

Happy reading♥
Semoga suka.

----oOo----

'Rasa itu terkadang muncul dengan sendirinya. Kala orang itu mulai nyaman dengan kehadirannya, maka dengan perlahan percikan rasa itu mulai tumbuh."

..















Aku sedang berjalan sendiri melewati koridor kelas yang masih sangat sepi, hanya ada satu, dua siswa yang sedang menuju kelasnya. Badanku masih pegal semua karena acara resepsi pernikahan kak Yunna tadi malam baru selesai sekitar jam sepuluh malam.

Memang aku dan Mark memilih untuk berada di taman, tapi setelah acara dansa selesai, bunda malah menyuruh kami masuk dan menikmati karaoke. Menyebut nama Mark aku jadi teringat kejadian di taman semalam.

Flashback ON.

Aku dan Mark duduk bersampingan di kursi sebuah taman kecil yang berada di samping depan gedung. Ditemani oleh sinar bulan sabit yang sangat temaram, serta suara gemericik dari air mancur di tengah-tengah taman.

"Lebih enak di sini dari pada di dalem," keluhku.

"Gak suka rame ya?" Aku mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Mark.

"Sama!"

"Kok aku baru tau?" tanyaku.

"Kan aku gak pernah ngasih tau, baru sekarang nih ngasih taunya," kekeh Mark. Aku tersenyum kikuk lalu memilih diam dari pada melanjutkan perbincangan.

"Emm, kamu sama Lucas gimana?" Mark bertanya dengan nada canggung. Aku menoleh sekilas mendapati Mark yang sedang menunggu jawaban dariku. Aku dan Lucas gimana katanya, memang aku ada hubungan apa sama Lucas?

"Enemy!" sahutku seadanya.

"Kok gitu? Bukannya kamu juga suka dia?" Mark kembali melontarkan pertanyaan, bedanya pertanyaan ini sangat menjengkelkan ditambah ekspresi wajah Mark yang polos menyebalkan itu.

"Kapan? Aku gak suka dia yah!" ketusku kemudian memalingkan muka.

"Ooh, gitu ya? Kalau aku suka siapa? Tebak dong!" Dia kembali bertanya lalu alih-alih menyuruhku menebak. Tak ada pilihan lain selain mengikuti ucapannya.

"Yira, maybe."

"Bukan, aku sukanya kamu!" Deg, jantungku langsung lari maraton bahkan mungkin sudah balapan dengan Rossi. Mark gila, dia bisa membuatku mati karena jantungan!

Sungguh, demi apa pun pipiku sudah memanas, semoga saja tidak memerah. Kalau iya bisa rusak image ku di depan Mark. Ini memang bukan pertama kalinya Mark bilang begitu, tapi entah kenapa jantungku masih tidak bisa dikontrol.

"Apaan sih? Kita cuma sahabat yah!" alibiku. Aku tidak berani memandang Mark sekarang, aku mengalihkan pandangan kemana-mana yang penting tidak berkontak mata dengannya.

"Cuma sahabat ya? Maaf," ucapnya.

"Iya, cuma sahabat. Jadi tolong hapus rasa suka itu, Mark!" ucapku lirih.

Perbedaan [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang