Gua come back broh. Tetep pantengin cerita ini yah. Ntar klo dah tamat gua revisi lagi per-chapter. Ok!
Happy reading and enjoy.
Author POV
"Jira!" Seruan seorang anak laki-laki berkacamata, menggema di ujung koridor. Sang pemilik nama menoleh sekilas, lalu mempercepat langkah tanpa mengidahkan panggilan tersebut.
Anak laki-laki tersebut adalah Mark Lee, dia berlari mengejar Jira dengan setumpuk buku di pengkuannya. Sialnya, Jira malah semakin berlari menjauh. Mark sampai ngos-ngosan mengejarnya.
"Jira! Kenapa lari, sih?" Dia membenarkan letak kacamata bundarnya. Sudah sampai di depan kelas, kakinya melangkah masuk secara perlahan. Sedangkan matanya celingukan mencari keberadaan si perempuan.
Tidak ada, perempuan yang dicarinya tidak ada di dalam kelas. Matanya kembali menelisik setiap sudut kelas, tapi nihil. Dia memilih melangkahkan kakinya menuju seorang perempuan yang sedang fokus pada ponsel di tangannya.
Ditepuknya bahu sang perempuan hingga siempunya menoleh, Mark melontarkan pertanyaan tapi jawaban yang didapat sungguh tidak memuaskan.
"Masak kamu nggak tau?" protes Mark, perempuan bernama Hyerin tersebut tidak menggubris. Perhatiannya kembali tersita oleh si ponsel, seperdetik kemudian Hyerin mulai misuh-misuh.
Mark memilih beringsut menuju mejanya, meletakkan tas lalu duduk dengan gelisah. Pikirannya masih melayang pada pemilik nama Park Jira.
Meskipun mata Mark sedikit rabun, tapi ia yakin kalau Jira sudah masuk ke dalam kelas. Tidak mungkin 'kan Mark salah lihat.
"Ihs, sanaan dong, Ra!" Suara protes seorang Na Jaemin menyita perhatian Mark. Dia melihat ke bawah kursi Jaemin, di mana di sana terdapat seseorang yang tentu sangat dia kenali. Dia orang yang Mark cari.
Mark menghampiri Jaemin, mengintip ke kolong mejanya. Benar saja, di sana Jira sedang memasang tampang canggung. Dia keluar dari persembunyian seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Kok kamu sembunyi?" tanya Mark, dengan nada terkesan tidak suka.
"Ng-gak apa-apa, kok. Hehe." Jira tertawa canggung, dia berjalan menuju mejanya, meninggalkan Mark yang sudah memasang tampang cemberut.
Jira menoleh, memandang teman sebangkunya yang terlihat sangat kesal.
"Ck, gitu aja marah!" decak Jira.
"Kamu, sih!"
"Iya, maaf!" Jira menukas cepat, tidak ingin memperpanjang masalah.
Anak laki-laki bermarga Lee tersebut memberikan sebuah senyuman, yang menyiratkan keterpaksaan. Jira tak lagi menanggapi, dia lebih memilih menata bukunya di meja.
"Ji, tadi malam itu ... beneran?" Mark bertanya ragu, suaranya lirih tapi masih mampu didengar Jira. Tangan Jira yang sedang menata buku berhenti, dia tidak menoleh atau pun menjawab.
Dalam hatinya Jira menyumpah serapahi Mark yang menanyakan hal itu. Dia malu kalau mengingat jawabannya semalam. Ingin dia mengangguk, tapi gengsinya terlalu besar.
"Diam berarti iya," tukas Mark tanpa meminta persetujuan perempuan di sampingnya.
Jira menunduk, menghindari tatapan Mark. Dia memilih melangkahkan kakinya ke meja depan, meja Hyerin dan Lami tepatnya. Mark tidak mencegat, dia hanya memandang Jira yang melenggang pergi begitu saja.
©Permatasenja
"Jira, ayo pulang," teriak Mark sambil berlari ke arah Jira yang sedang menunggu Jisung di parkiran.
Dia langsung menarik tangan Jira, tapi Jira menolak karena dia masih malu. Dia tidak peduli Jira terus meronta meminta dilepaskan. Mark terus menarik Jira ke arah pintu gerbang.
Hari ini Mark tidak membawa mobil, jadi dia akan pulang naik bus bersama Jira tentunya. Sampai di halte, Mark melepaskan tangan Jira. Jira merengut menatap Mark dengan wajah cemberut.
"Kamu kenapa, sih? Aku kan nggak mau pulang sama kamu!" Jira berkata dengan sedikit ketus. Detik selanjutnya dia berbalik membelakangi Mark.
Mark menghela napas samar sebelum akhirnya dia berkata, "Emang salah aku mau ngajak pacar pulang bareng?" Mark menunduk, menatap ujung sepatunya.
Mendengar kalimat kecewa dari Mark, Jira lantas berbalik menghadap pada Mark kembali. Tangannya tanpa sadar menangkup wajah Mark hingga tatapan mereka bertemu. Jira tertawa kecil melihat laki-laki di depannya. Wajah sendu, kacamata bundar serta wajahnya yang seperti bayi membuat Jira gemas, rasa kesalnya tanpa sadar sudah hilang entah ke mana.
"Nggak salah, cuma kamunya aja yang terlalu maksa," ucap Jira. Mark menjauhka tangan Jira dari wajahnya. Kini giliran dia yang berbalik membelakangi Jira. Sikapnya sekarang sudah mirip seperti bocah yang ngambek gara-gara tidak dibelikan permen.
"Mark, ihs! Maaf." Jira berusaha membuat Mark menghadapnya, tapi laki-laki itu tetap tidak mau.
"Yaudah deh kalau ngambek. Padahal aku mau ngajak makan siang bareng." Jira berkata seakan merasa kecewa. Padahal dia hanya memancing Mark agar tidak ngambek lagi padanya.
Benar saja, cara yang dilakukan Jira ternyata berhasil. Mark menoleh dengan tatapan meminta pembenaran.
"Beneran?" tanya Mark antusias. Jira menekuk wajahnya lalu menggeleng. "Enggak jadi, kamunya ngambek."
"Yaudah, aku nggak jadi ngambek. Yok, itu busnya udah dateng." Mark menarik tangan Jira masuk ke dalam bus. Mereka duduk di kursi nomor tiga. Selama perjalanan menuju MCD, tidak ada percakapan yang terlibat di antara keduanya. Jira yang sibuk dengan ponselnya, sedangkan Mark sibuk menikmati pemandangan di luar sana.
Gedung-gedung tinggi berjejer selama perjalanan, itu yang menyita perhatian seorang Mark. Padahal kalau dipikir-pikir, tidak ada yang istimewa dari pemandangan tersebut.
Mereja berdu sudah turun dari bus, memasuki MCD dengan tangan bergandengan. Mereka memilih meja paling ujung dekat jendela.
"Setelah ini langsung pulang?" tanya Mark yang dibalas anggukan oleh Jira.
"Iya, lagian mau ke mana lagi? Takut bunda nyariin," ucap Jira, setelah itu dia beranjak memanggil pelayan dan memesan menu.
Jira sudah sampai di rumahnya. Sekarang dia sedang duduk di depan televisi, di sampingnya ada Jisung yang mengomel sejak tadi. Dia kesal karena tadi Jira tidak meberitahunya kalau akan pulang dengan Mark. Dia bahkan menunggu di parkiran hampir setengah jam lamanya. Meskipun Jira sudaj memberitahu alasannya, tetapi Jisung tetap menyangkal.
"Kan bisa chat!" sangkal Jisung membuat Jira mendengus kesal.
"Serah! Udah dibilang lupa juga. Sana, ihs!" Jira mendorong tubuh Jisung hingga terjatuh dari sofa. Jisung menggerutu kesal, akhirnya dia memilih meninggalkan Jira.
"Gini nih kalau orang udah bucin, adiknya aja dilupain!" sindir Jisung sambil berlalu.
Jira ta menanggapi, matanya tetap fokus pada televisi yang sedang menayangkan acara kartun kesukaannya.
Tbc. See you next part.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perbedaan [ On Going ]
Fanfic[Judul sebelumnya: Cinta & Agama] Ini bukan cerita tentang fakboy bertemu fake nerd, bukan tentang badboy bertemu badgirl. Bukan pula tentang CEO dengan skertarisnya. Hanya sebuah kisah cinta dari dua orang yang berbeda keyakinan. Sebuah kisah cinta...