Aku melangkah masuk, menyambangi kesunyian rumah yang segera menyergapku. Semua terlihat memuakkan bagiku, ketika barang-barang dirumah ini membuatku teringat akan Sehun. Iya, Oh Sehun, yang kemarin baru saja terang-terangan kalau ia tak punya rasa yang sama seperti yang kurasakan.
Aku menutup pintu kamar, kemudian menghidupkan lampu diatas nakas sebelum akhirnya memandangi koper yang kutaruh disudut ruangan.
Kuputuskan untuk membongkar koper membereskan semua barang-barang yang sebelumnya kubawa. Kurapikan semuanya diatas tempat tidur sebelum kupilah yang mana yang harus masuk mesin cuci. Aku termenung sejenak, ketika kupandangi kemeja putih yang sudah pasti bukan milikku.
"Terbawa..." Gumamku memandangi kemeja itu dengan penuh sendu, begitu amat kecewa. "Harus kuapakan sekarang?" Gumamku tanpa henti memandangi kemeja lecek itu, sudah tidak ada yang harus kusesali seharusnya tapi mengapa terasa begitu menyiksa diri jika aku mencoba membencinya.
...
..."Sehun?" Wanita itu memandangi koper Sehun yang sudah kosong melompong. "Kemeja putihnya? Kemana?"
Sehun yang baru saja selesai keluar dari kamar mandi segera melangkah mendekat kearah wanita yang sedari tadi menyibukkan diri merapikan kopernya.
"Tidak ada didalam?" Sehun kemudian teringat, mungkin So Eun tidak sengaja membawa kemejanya. "Sepertinya tertinggal." Dalih Sehun tak ingin wanita disampingnya itu merepet panjang lebar.
"Ya ampuun! Kemejanya mahal loh. Kok bisa tinggal sih?" Wanita itu kembali menutup koper dan mengancingnya cepat sebelum menaruhnya disisi lemari.
"Cuma satu kemeja, gak usah dipikirin." Sehun yang baru saja membuka lemari segera menoleh kearah wanita itu. "Jangan banyak berpikir, gak bagus buat bayinya."
Wanita itu hanya dapat terdiam, perlahan mengambil duduk disisi tempat tidur. Sehun yang sadar akan perubahan besar diraut wajah wanita itu segera menepuk mulutnya pelan. "Mian..."
...
"Selamat pagi dokter Oh!" Sapaan semangat itu menyambut kehadiran Sehun, lebih menggelegar dibandingkan ketika dokter lain yang lewat didepan para perawat. Bagaimana tidak? Dewanya rumah sakit yang satu ini ya Oh Sehun. Duda kaya, tampan, kurang apa lagi?
"Pagi..." Sehun menunduk sedikit sembari memberi senyum sumringah.
"Dokter Oh!" Seorang perawat menghampiri Sehun kemudian menyodorkan kopi hangat kearahnya.
"Makasih."
"Iya dok, sama-sama." Perawat itu mengibas rambutnya, dan Sehun sudah tahu pasti apa maksudnya.
"Mau ketemu dimana nanti malam?"
"Aaaa!" Perawat itu memukul lengan Sehun manja dengan tinjunya. "Cantik gak dok?"
"Cantik. Dokter Ma pasti suka." Sehun memuji rambut baru sang perawat, yang kelihatannya sudah ia persiapkan khusus untuk dokter Ma.
"Makasih dokter tampan." Sang perawat masih saja mengekori Sehun, sudah jadi rutinitas setiap pagi. "Oh ya, ada yang sudah menunggu diruangan dok."
Sehun yang baru saja tiba didepan ruangannya segera berhenti, memandang Choi Mijun, perawat yang sudah seperti adiknya sendiri. "Siapa?" Sehun sedikit berbisik.
Mijun kemudian berjinjit, berusaha meraih telinga sang dokter yang cukup tinggi.
"Hah?!" Sehun terdiam setelah memekik tak percaya. "Kok dikasih masuk? Kenapa ga bilang saya ada scedule penuh hari ini?"
"Gimana sih dok!" Mijun memukul lengan Sehun pelan sekali lagi. "Kan dokter tahu, tamunya sendiri kayak apa."
"Yaudah." Sehun menyerahkan kopi digenggamannya kearah Mijun, meminta wanita itu membawa kopi itu pergi sejauh mungkin. "Jangan antar minuman, nanti saya disiram."
![](https://img.wattpad.com/cover/219330847-288-k493438.jpg)