Survive

46 3 0
                                    


Karya; MunazlaMyou
Bagi yang penasaran denganku bisa intip-intip di Fb, Ig, Wattpad dengan user MunazlaMyou

.
.
.

"Dimas, ayo bangun sarapan dulu, kamu hari ini berangkat sekolah 'kan?"

Aku membuka mataku perlahan ketika kurasakan tangan kasar dan kering menyisir rambutku lembut. Sebentuk wajah wanita paruh baya dengan gurat lelah dan keriput  yang menghiasi sebagian wajahnya menjadi pemandangan yang menyapaku di pagi hari ini dengan selarik senyum tipis yang semakin membuat keriputnya kentara di bawah temaram ceplik.

"Ibu."

Aku menyibak selimut tipis lusuh yang menutupi sebagian tubuhku, mengucek mata dan bangkit menuju tikar di mana di atasnya sudah tersaji semangkuk mi kuah yang masih mengepulkan asap.

"Ibu belum makan 'kan? Ayo makan bersama." Aku menoleh di mana wanita paruh baya itu sedang melipat selimut yang tadi aku gunakan.

"Ibu sudah makan, kamu makan saja yang lahap." Ucap ibu mulai menyeberaki kasur tipis milikku.

Aku mengamati ibu dari belakang menerka apa yang ada dipikirannya sekarang. Apa ibu kira aku masih jadi anak kecil yang dengan mundahnya tertipu dan begitu saja percaya?!

Ibu bohong!

Entah sudah berapa puluh kali sejak setahun terakhir ibu jadi suka berbohong kepadaku, aku tidak suka, kenapa ibu suka menyiksa diri? Apa dengan berbohong tubuhnya pun akan tertipu?

"Kalau begitu, ayo makan lagi denganku."

Ibu tersenyum kemudian menggeleng lemah. "Ibu sudah kenyang."

Aku menunduk menatap mangguk berisi mi kuah yang bertabur serpihan hitam kecil-kecil yang berbaur dengan kuah berwarna keruh, ibu pasti membuatnya dengan susah payah sejak pagi buta dengan tungku di mana kayu yang digunakan adalah kayu setengah basah karena kehujanan kemarin siang membuatnya harus mengipasi lebih gigih dari pada biasanya.

Tiba-tiba aku muak melihat senyum lembut ibu yang biasanya teduh kali ini senyum itu seolah mengejek, mengolok-olok dan menipuku mentah-mentah, membuatku seperti orang bodoh saja.

Aku mencengkram sendok di depanku kuat ketika ibu melewatiku untuk mengambil sapu di sudut kamar, aku melempar sendok itu ke tembok belakang ibu sampai berkelontangan, ibu terperanjat menatapku kaget.

Apa ibu lupa suaminya sudah pergi selama-lamanya, apa ibu lupa saudara dari suaminya sudah menutup mata terhadapnya, apa ibu lupa hanya dia seorang yang aku miliki. Apa ibu pikir aku suka dengan kebohongannya.

"Kalau ibu tidak mau makan aku juga tidak akan makan! Aku bukan anak kecil lagi bu yang bisa dengan mudah percaya dengan tipuan ibu!"

"Ibu pikir aku akan sanggup memakannya sendirian?! Enggak akan!"

Ibu memegang dada melihat anak satu-satunya yang baru beranjak remaja ini mengamuk dan membentaknya begitu, sedangkan aku meninggalkannya begitu saja tanpa sepatah kata pun. Bahkan tidak sampai di situ aku membanting pintu kamar mandi membuat ibu menghela napas berat.

Di dalam kamar mandi aku menangis tersedu menatap dua ember penuh berisi air, air yang ibu angsu dari sumur tetangga karena belum membayar listrik membuat arus listrik di rumah sederhana ini padam sejak dua hari yang lalu. Di sini aku seperti orang jahat, tidak tau diri, dan mau enaknya saja.

Aku memejamkan mata menetralisir sesaknya dada kemudian mendongak seketika itu aku menyesal karena yang aku dapatkan adalah genteng yang sudah rapuh membuat dadaku kembali berdenyut, sakit.

Aku tau hidup itu keras dan seharusnya aku tidak boleh lembek seperti ini atau aku akan lebur diinjak hidup, ini tidak seberapa jika dibandingkan orang-orang di jalanan sana. Aku mengusap air mata yang sempat menggenang di pelupuk dengan kasar dan mulai menyiram tubuh penuh emosi ini agar tetap tegar dan kokoh berdiri, sebelum aku mengangkat kebahagian aku harus kuat mengangkat beban ini lebih dulu.

Suara ketukan samar di pintu kamar mandi mengalihkan atensiku, kemudian suara serak menyusul dari luar sana.

"Ya sudah, setelah kamu mandi ayo kita makan bersama."

Mendengar suara ibu, aku menarik sedikit kedua sudut bibirku, ada sedikit rasa bahagia yang mulai merayap di dada tapi entah kenapa air mataku kembali meleleh.

"Iya, bu," ujarku dengan suara tercekat bersamaan dengan guyuran air yang kembali mengalir melewati wajahku.

Emosi itu sudah luruh seperti tubuhku yang mulai kedinginan tapi hatiku sudah menghangat, mi kuah itu pasti sudah melar dan kami bisa makan sampai kenyang.

Aku tau stok mi di rumah ini tinggal satu, dan ibu jika sudah memegang pekerjaan dia akan lupa kalau perutnya masih kosong, dia akan makan siang nanti itupun jika sempat, kalau sore biasanya ibu membeli satu bungkus nasi hanya cukup untukku jika berbagipun hanya menjadi beberapa suap.

Aku tidak tega membiarkannya hanya meneguk air putih seharian, tubuhnya semakin ringkih sedangkan beban masih setia menggelayut di pundaknya.

Maafkan aku ibu.

Terimakasih sudah rela menjadi pembohong demi menjauhnya rasa khawatir dariku.

Kuingat kembali lagu yang sering diputar di toko DVD depan sekolah, lagu yang seolah memintaku untuk bersyukur dan menerima keadaan, lagu yang membuatku menghentikan langkahku pulang sekedar mengingatkanku untuk selalu bersabar.

Hari ini aku di sini.
Berjuang untuk bertahan.
Padamkan luka dan beban yang ada.
Yang telah membakar seluruh jiwa.

Kucoba resapi kucoba selami.
Segala yang telah terjadi.
Kuambil hikmahnya rasakan nikmatnya.
Dan kucoba untuk hadapi.

I will survive I will revive
I won't surrender and stay alive
Kau berikan kekuatan untuk lewati semua ini.

Terimakasih ibu telah menguatkanku. Jika nanti aku tumbuh tidak seperti yang kau impikan, aku janji aku akan selalu ada untukmu dan menjadi yang terbaik untukmu.

And I will survive I will revive
I won't surrender and stay alive
Kau berikan kekuatan untuk lewati semua ini.

Engkau selalu ada di saat jiwaku rapuh di kala kujatuh
And I want you to know that I will fight to survive
I will not give up I will not give in I'll stay alive for you
For you.

I will survive I will revive
I won't surrender and stay alive.

I will survive I will revive
Getting stronger to stay alive.

Terimakasih ibu, terimakasih banyak.

I love you so much.


Antologi KETIGA KCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang