WITHOUT YOU

17 0 0
                                    

Karya : just_ARF

Aku melangkahkan kaki menuju loteng atas, tempat biasa aku bertemu dengan Fikan. Aku mengontrol napasku sebeluk bertemu dengannya, rasanya masih sama. Aku masih angat menyukainya hingga tidak bisa mengontrol napas dan jantung yang berdegup ini.

Setelah dirasa cukup, aku kembali melangkah. Aku menemukan sosok Fikan yang sedang berbaring di atas kursi panjang yang ada di tengah atap sekolah. Matanya terpejam, aku memikirkan sesuatu untuk menjahilinya.

Aku bosan jika harus berbicara dan bersikap serius jika sedang bersamanya. Kami pasangan, namun selalu dipenuhi oleh pembicaraan yang berhubungan dengan pembelajaran, karena bisa dibilang kami adalah murid paling top di sekolah.

Aku menjinjitkan kaki dan menahan napas mendekati Fikan, ketika semakin mendekat, aku membuka lebar-lebar telapak tanganku.

"Gausah jail!" timpalnya mendadak yang membuatku tetkejut dan kehilangan keseimbangan lalu terjatuh. Aku sedikit meringis dan memasang wajah cemberut sebelum berdiri.

"Ihh bisa ngga, pura-pura ngga tau? Heh!?" ketusku yang kemudian duduk disebelahnya.

"Vanisa, kita udah berapa lama pacaran?" tanya Fikan mendadak. Aku menatap wajah lelaki di sebelahku dengan heran, mengapa tiba-tiba menanyakan hal itu?

"Emang kenapa?"

"Gue mutusin buat putus sama lo," timpalnya yang sukses membuatku menganga dengan keputusan itu.

"Kenapa? Lo ngga suka gue jailin yah? Iya, gue ngga akan laluin itu lagi, gue janji!" ujarku cemas sambil mengacungkan jari kelingking. Fikan mengeluarkan napas kasar dan itu tandanya dia sedang tidak bercanda.

"Lo sama gue sama-sama murid top, kita punya ambisi sama buat masuk ke universitas yang sama dengan alasan yang kuat. Gue kira itu bakal seru, berjuang bersama, tapi nyatanya kita harus saling menjatuhkan." Fikan terdiam sejenak, sedangkan aku hanya bisa menahan air mata yang sejak awal hendak memberontak.

"Tapi gue bisa pindah ke universitas yang lain." ujarku dengan suara gemetar, aku tidak yakin dengan ucapanku.

"Lo aja ngga yakin sama ucapan lo," ujar Fikan. Pertahananku bobol, aku menangis dihadapan Fikan.

"Maaf." jawabku lirih.

"Kita kaya kutub utara dan kutub utara, yang ngga akan pernah bisa nyatu. Sekarang lo bisa bersaing sama gue, tanpa merasa takut, selain itu juga gue mau pindah sekolah, supaya kita ngga usah ketemu dan bisa focus dalam bersaing." Fikan pergi dari tempatnya. Meninggalkanku yang masih berusaha menerima kenyataan yang sangat tidak terduga.

Aku meninggalkan beberapa ja pelajaran terakhir tanpa kabar, mungkin sebagian sedang mencari tahu keberadaanku. Aku masih memilih berdiam diri di tempatku tanpa berpindah secentipun.

Mengapa aku sangat ambisius untuk masuk ke universitas? Mengapa aku tidak bisa mengubah keinginan universitasku yang lain? Mengapa?

KRING!  Bel pulang berbunyi dengan samar dari atas sini. Aku masih tidak peduli dengan suara bel tersebut, aku berusaha untuk mengubah semuanya menjadi lebih normal. Tak lama, terdengar langkah kaki dan berhenti tepat dibelakangku.

"Jangan kaya anak kecil, udah sore, sekrang balik!" tegas suara yabg tidak lagi asing ditelinganya. Aku tidak peduli, suara langkah kaki itu menjauh, dengan cepat aku berdiri dan menghentikan langkah Fikan.

Antologi KETIGA KCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang