Deru Derita Langit Gaza

50 9 0
                                    

Karya = Arifa Iftita Rahma
Wattpad = Iftitaarifa
Sebuah cerita yang terinspirasi dari lagu "Gaza to night" yang mengisahkan tentang suasana malam di Gaza

Nuansa gemilang malam. Bertaburnya rintikan cahaya bintang. Tak beraturan namun dekatnya dapat menarik garis sebuah simbol. Dapat duduk menikmati suasana malam di hamparan rerumputan nan luas
Itu aku, harapan dalam benak akan menikmatinya. Malam yang sejuk, udara dingin, suasana sunyi menenangkan. Aku yang berharap, imajinasi yang mungkin saja nyata kualami saat ini juga.
"Azka!"
Bukan itulah yang sedang berlangsung. Saat ini, bukanlah cahaya bintang yang kunikmati, namun kilatan putih yang menyilaukan. Menyorot langit diatas Gaza malam ini.
Aku ketakutan. Dalam panas kurasakan, bahwa malam dingin hanyalah bayangan. Larian kecilku tak mampu lagi menembus api itu. Api yang berkobar melahap habis rumah kami. Bajuku pun telah tak layak pakai, sobek dan buluk. Luka memar menyakitkan kakiku, menyulitkanku agar tak menangis.
"Azka!"
Aku dapat mendengar suara yang terdengar familiar ditelingaku. Kak Azfaar, kakak lelakiku itu mendekatiku. Merangkulku dalam pelukannya. Aku tak kuat lagi, aku terjatuh dalam suara tangis yang kian mengencang. Itulah suaraku, ketika kutemukan kembali kak Azfaar dalam penglihatanku.
"kak, ibu dan ayah kemana?" tanyaku dalam isak tangis yang terus merengek kepadanya.
Kak Azfaar tak mengacuhkanku. Bukan karena tak peduli, tapi keseriusannya yang dengan cepat menggendongku. Melarikan diri dari kejamnya api membara.
Umurku belum genap enam tahun ketika bom mulai menghancurkan rumah kami. Dan kak Azfaar, baru saja mencapai umur yang ke enam belas. Sebagai hadiah ulang tahunnya, manusia keji itu justru memberi kami bom dengan tank dan pesawat mereka.
Kak Azfaar berlari tak tentu arah. Meninggalkan kampung halaman kami yang sedang diteror. Demi menyelamatkan kami dari kejamnya manusia yang tak berakal.
Kami berhenti sekiranya telah jauh dari kerusuhan. Didekat batu besar kak Azfaar menurunkanku dari gendongannya. Aku tak berhenti menatapnya. Hanya kak Azfaar, malaikatku yang tersisa di muka bumi ini.
"kak, ibu dan ayah kemana?"
Meski kutahu jawabannya, aku tak berhenti bertanya. Meski kulihat ibu dan ayah yang tertimpa bangunan rumah, ku tak berhenti berpikir bahwa itu hanyalah sandiwara, semua itu tak nyata.
Kak Azfaar menekuk lututnya, menyejajarkan tingginya dengan kepalaku. Menatapku lamat, penuh haru.
" Azka, ibu dan ayah sedang istirahat, Azka yang sabar ya!"
" kenapa istirahat nggak ngajak Azka, Azka capek kak, Azka lapar!"
Kak Azfaar hanya terdiam mendengarku. Kutahu ia tak dapat membalas perkataanku. Sebagai gantinya, tubuhnya yang kokoh itu mendekapku dalam kehangatannya. Menenangkanku hingga tak terasa pagi pun menjelang.
Kelopak mataku telah terbuka sempurna. Tak kudapati siapapun disana. Kak Azfaar menghilang, kak Azfaar telah pergi.
Lagi-lagi kumenangis. Apa salahku hingga Allah menghilangkan seluruh keluargaku? Awalnya ibu dan ayah, kali ini malaikat kebanggaanku pun ikut dihilangkan oleh-Nya. Kepada siapa lagi aku harus bersandar?
Di dunia yang kejam ini aku sendirian. Melihat kekacauan tanah yang kuinjak saat ini. Aku lapar, aku tak punya siapapun. Kak Azfaar, entah dimana keberadaannya saat ini.
Aku berjalan mencari kakakku. Dengan kaki yang pincang, kuseret-seret semampuku untuk berjalan. Aku tak ingin sendirian, tak rela ditinggal pergi olehnya tanpa kejelasan. Aku ingin ia kembali, setidaknya kutahu alasan mengapa ia pergi.
Langit telah menyongsong rona merah senja, namun belum kutemukan sesosok pria berambut coklat keemasan itu. Kakakku belum juga kutemukan. Hilang tanpa kabar meninggalkan seorang bocah dalam tidurnya. Aku semakin takut, sendirian ditengah-tengah orang dewasa tak kukenal.
Saat kumenangis pelan, aku melihat seorang pria besar, tampak memukuli seseorang. Kudekati orang tersebut dan mulai tampak malaikatku. Wajahnya yang biasa berseri itu, penuh warna keunguan dibagian pipi dan keningnya. Ia terjatuh tengkurap ketika tangan kak Azfaar dipatahkan oleh pria besar. Darah pun tak henti-hentinya keluar dari bibirnya, kak Azfaar batuk darah.
Aku menjerit meneriaki nama kakakku. Mengapa bapak itu tega memukulinya? Apa kesalahan kakakku? Tubuh kecilku ini hanya bisa mendekatinya, memeluk kakakku agar pria kekar itu berhenti melukainya.
"Azka, ma, maafkan kakak," ucapnya meringis kesakitan.
Kak Azfaar mengeluarkan sesuatu dari kantongnya, sebungkus roti. Diberikannya roti itu kepadaku. Kali ini aku mengerti mengapa bapak itu memukulinya, kak Azfaar mencuri roti itu darinya. Hanya untuk memberikannya kepadaku. Aku pun berlutut, memohon belas kasih kepada pria itu agar memaafkan kesalahan kakakku, melepaskannya bersamaku.
Pria itupun akhirnya pergi meninggalkan kami. Meninggalkan bekas luka memar diseluruh tubuh kak Azfaar. Pada malam di Gaza ini, aku memeluk kakakku, memberikan sebagian roti kepadanya. Akan tetapi, ia menolak untuk itu. Kak Azfaar hanya ingin melihatku kenyang, ingin melihatku sehat. Untuk itu, dengan keterpaksaan ia mulai melakukan sesuatu yang dilarang agama, mencuri.
Kak Azfaar mengusap jemari kecilku, menyematkan sebuah benda disana, sebuah tasbih. Ia membisikkan sebuah pesan kepadaku. Entah mengapa aku tak menyadarinya, itulah pesan terakhir sebelum kepergiannya. Sebelum ia menghempuskan napas terakhirnya.
Hari-hariku kini hanya diisi dengan tangisan dan bertasbih menyebut nama-Nya. Begitulah pesan kakakku sebelum ia pergi beristirahat bersama ayah dan ibu. Bahwa segala sesuatu tak ada yang abadi di dunia ini. Semua akan kembali kepada-Nya. Maka, perbanyaklah bertasbih dan menyebut nama-Nya. Jika waktunya telah tiba, kelak mereka akan menjemputku untuk berkumpul bersama.
Aku tak menyerah dengan sisa-sisa hidupku. Biar usiaku masih belia, akalku melibihi perkiraan mereka. Aku memanfaatkan sisa sisa alam ini. Kubuat benda tajam dengan batu yang kutemukan. Kujual ke tempat-tempat orang berada.
Aku tak menyerah. Demi memperjuangkan sisa-sisa hidupku, menafkahi hidupku sendiri, dan memberi peluang agar kudapat menunjukkan kemandirianku.
Aku tak menyerah. Hingga sesosok ibu luluh padaku, memberiku tempat dan makanan, serta mengadopsiku.
Aku tak menyerah. Jika mereka bisa membakar masjidku, rumahku, sekolahku, tapi semangatku tak akan bisa mati dipadamkan.
Aku tak menyerah. Di Gaza malam ini, kutemukan kebahagiaan tersendiri, bersama keluarga baruku.

~~~

Tamat

Namaku Arifa Iftita Rahma, lahir 12 juni 2003, umurku 16 tahun saat ini dan sekarang bersekolah di MAN 3 SLEMAN. Rumahku di Karang kalasan, Tirtomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta, jika ingin mampir^^

Antologi KETIGA KCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang