Chapter 9

818 80 21
                                    

Tawa Oma berderai saat melihat Putri kewalahan saat memasukkan benang yang satu ke lubang yang lain.

Putri mengerucutkan bibir lelah, "Putri nyerah!"

Oma menepuk pundak Putri pelan, "Ayo semangat!"

Putri tersenyum jenaka mendengar dukungan Oma untuknya, "Ridho kok gak turun-turun ya?" tanya Putri yang tidak melihat Ridho.

Oma terdiam sebelum mengalihkan ucapannya, "Kamu haus gak? Atau mau ngemil kue kering? Mama Ridho jago buat kue loh" tawar Oma.

Putri membulatkan matanya lucu, "Putri juga suka bantu Mama buat kue dirumah, tapi itu dulu, sebelum Mama meninggalkan dunia ini. Kenapa dunia sekejam ini ya Oma? Aku dan Mama terpisah padahal kami saling menyayangi"

Oma mengelus rambut hitam Putri, "Kamu sudah cukup dewasa untuk mengerti takdir. Takdir itu digariskan tanpa kehendak dari kita, tapi kembali lagi kepada Sang Pencipta"

Putri tersenyum pahit, "Putri sering kesepian sejak Papa sibuk sama keluarga barunya. Emang sih Bunda itu baik, hanya saja Bunda belum bisa menggantikan posisi Mama dihati Putri" Oma hanya mengangguk membenarkan.

"Akan terasa perbedaan antara orang yang mengandung kamu selama sembilan bulan, dengan orang yang hanya merawat kamu. Kamu juga harus mengerti bahwa Papa kamu juga butuh seorang pendamping, Oma percaya kamu sudah cukup dewasa untuk mengerti keadaan" ujar Oma lembut.

"Ah...mendadak aku menemukan sosok ibu pada diri Oma, bahkan Bunda sering sibuk urus dua adik tiriku yang masih duduk dibangku sekolah dasar" ujar Putri.

Oma terkekeh pelan, "Kapan kamu merasa kesepian atau butuh teman curhat, main aja kesini. Oma siap 24 jam dengerin curhatan ABG jaman now kayak kamu hehe"

"Oma gaul banget ya? Ketularan siapa sih?" Putri tertawa kencang mendengar ucapan Oma.

Pintu halaman belakang terbuka, muncul sosok Mama Ridho yang membawa nampan sedang ditangannya. Putri tergerak untuk membantu Mama Ridho.

"Tante, kok jadi repot-repot gini, mana bawain cemilan lagi" ujar Putri sungkan.

"Enggak kok, kelihatannya cerita kamu sama Oma seru banget. Tante mau ikut nimbrung juga dong" goda Iis.

"Dia kayak copy-an kamu banget deh Is, orangnya sungkanan" kata Oma yang berhasil membuat Putri salah tingkah.

Lalu, mereka bertiga bercerita banyak hal, salah satunya adalah kebiasaan buruk Ridho yang suka nangis kalau lagi kesal. Putri tertawa terbahak mengetahui fakta itu.

"Emang bener Tan? Astaga, gak nyangka dibalik sikap sok gantengnya Ridho, ternyata dia itu gampang nangis. Hahaha...bisa aku jadiin senjata nih"

"Oh iya, harinya juga udah mulai petang. Kayaknya aku harus balik sekarang deh, kalau kemaleman nanti Bunda pasti khawatir" ujar Putri.

Iis dan Oma mengangguk pelan, "Put kamu bisa nyetir gak? Daripada naik angkutan umum, mendingan kamu bawa pulang mobil Ridho" usul Oma.

"Uhm..bisa sih Oma. Tapi besok Ridho ke sekolah naik apa dong? Lagi pula, kenapa gak mau Ridho yang nganterin aku aja?" tanya Putri aneh.

Iis menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Masalah besok ke sekolah Ridho nya naik apa, kamu tenang aja. Nanti kamu coba tanya dia solusinya gimana. Dia kalo udah tidur itu ngebo parah, kalo dibangunin nanti bisa ngamuk dan jutek abis. Gapapa kan, balik sendiri?" tanya Iis.

Putri mengangguk pelan, "Kalo gitu, besok pagi aku dateng kesini lagi, jadi suruh Ridho tungguin aku biar kita berangkat bareng. Gak enak juga kalo misalnya aku udah minjem mobil dia, eh dianya yang kerepotan"

Iis mengangguk mengerti, "Terserah kamu deh Put. Pokoknya kamu nyetirnya harus hati-hati, kalo ada apa-apa langsung teleponin tante aja" pesan Iis.

Kini, Iis dan Oma sedang berdiri didepan pintu rumah mereka mengantarkan kepulangan Putri. Putri menurunkan kaca mobil Ridho sambil melambaikan tangannya.

"Sampai jumpa, Tante, Oma" seru Putri. Oma dan Iis mengangguk sambil mengucapkan kata hati-hati dijalan.

****

Putri : Dho, mobil lo aman sentosa dirumah gue. Besok lo jangan berangkat duluan, biar gue jemput lo.

Ridho : Iya, nyokap udah kasih tau gue. Besok jangan sampe telat!

Putri mencari nomor Ridho melalui Rara, dan kalian pasti bisa membayangkan tanggapan Rara saat Putri meminta nomor Ridho. Untung saja Putri dapat mencari alasan yang logis supaya Rara tidak bertanya lebih lanjut.

Keesokan paginya, Putri telat bangun! Belum lagi, jalanan sangat macet, membuat Putri harus ekstra sabar saat mendengar ocehan Ridho. Hal itu menyebabkan Ridho jengkel setengah mati karena ia telah menunggu Putri yang telat sekitar 1 jam.

"Lo tau apa salah lo?" tanya Ridho ketus.

Putri menghela napasnya panjang, "Tadi gue telat bangun, alarm gue mati. Belum lagi jalanan macet"

Ridho menyemprot Putri atas semua kejengkelannya, "Terus? Kalo lo tadi ngabarin gue dan bilang lo bakal telat gini, gue juga gak bakal nungguin lo. Lo tau sekarang udah jam masuk sekolah? Apa kata satu sekolah saat tau gue telat, dan...bareng lo?!" Ridho menghembuskan napas lelah.

"Maafin gue" hanya kata-kata itu yang bisa keluar dari mulut Putri. Ridho tidak menghiraukan Putri lebih lanjut, ia segera masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin mobil. Putri yang masih bingung harus berbuat apa hanya bisa menatap mobil Ridho dari luar. Ridho mengklakson kencang menyadarkan kebingungan Putri.

"Hari ini lo sama gue bolos, gue mau ajak lo ke suatu tempat. Ini masih berhubungan sama hukuman lo" ujar Ridho saat Putri sudah duduk disebelah kemudi. Putri mengalihkan pandangannya ke arah Ridho dan menatapnya horor.

"Lo emangnya mau kemana? Ke neraka? Sampe bolos segala. Itu pasti akal-akalan lo karena takut pencitraan lo hancur gegara telat bareng gue" seru Putri.

"Nah itu lo tau, selain itu gue emang berniat ngajak lo ke tempat yang bakal kita tuju ini. Berhubung gue sama lo telat, mendingan sekalian gak usah sekolah aja" balas Ridho santai.

••••••
































See you next chapter!

Hujan Menyatukan Kita [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang