Chapter 14

721 94 18
                                    

"Gimana hukuman Ridho? Berhasil ngerubah elo gak?" tanya Rara membuat Putri berdecak.

"Lo kayak gak kenal gue, yakali cuma dibawa keliling-keliling ke tempat begituan, gue bakal tobat. Enggak lah," balas Putri tertawa renyah.

"Anak-anak pada ngira lo udah tobat, sampe mereka katanya mau ngadain syukuran 7 hari 7 malem gara-gara gak ada bullyan lo, mereka juga bilang gak ada lo hidup mereka tentram banget, gak ketakutan kayak biasa," ujar Rara hiperbola.

Putri hanya menyeringai kecil, "Lusa gue udah bebas dari cengkraman si Ridho sok pencitraan itu. Kira-kira hidup mereka tentram lagi gak, ya?"

"Masa nih ya, kemarin itu si Randa mintain alamat rumah lo ke gue, buat apaan coba? Apa jangan-jangan dia bakal dateng dengan orang tuanya?" tanya Rara membuat Putri bukan main.

"Hah? Ngapain banget dia bawa-bawa orang tua ke rumah gue? Minta sumbangan?" balas Putri asal.

"Minta restu dari calon mertua kalik," sahut Rara.

"Enggak mungkin banget deh, tapi biarin deh. Tuh bocah kalo naksir sama gue 'kan lumayan, bisa gue perbudak buat jadi tim sukses ngebully orang bareng gue," celetuk Putri. Rara menoyor kepala Putri membuat Putri kesal.

Tiba-tiba bel pertanda pelajaran telah selesai berbunyi, semua siswa yang tadinya duduk tenang kini gelisah bukan main, tangan mereka juga tak kalah cepat membereskan barang-barangnya. Putri dan Rara yang tadinya bergosip ria, kini juga sibuk menyimpan buku beserta alat tulis lainnya.

"Hari ini kemana sama Ridho?" tanya Rara.

Putri menggeleng, "Gue hari ini dibebasin sama dia. Palingan besok baru jalan lagi." Rara hanya ber-oh ria. Putri mengangguk lantas melambaikan tangannya duluan keluar dari kelas.

Putri sangat malas pulang ke rumah, jadi ia memutuskan untuk bermain ditaman komplek sebelah, komplek Ridho lebih tepatnya. Pasalnya, ditaman komplek Ridho banyak orang berjualan, banyak target bullyan juga. Tapi ia menepis pikiran itu, dikarenakan ia mau bertanggung jawab atas hukuman yang diterimanya.

Baru saja Putri ingin duduk di salah satu ayunan yang memang tersedia ditaman komplek, air hujan menetes deras.

"Yah...mana hujan lagi," keluh Putri. Ia berinisiatif untuk pulang ke rumah dengan jalan kaki, sekalian bermain air hujan.

Saat melewati perumahan Blok C, Putri menangkap seseorang yang terduduk ditengah jalan, meringkuk ketakutan lebih tepatnya. Matanya membola saat menyadari ia kenal dengan baik sosok yang terduduk meringkuk itu. Itu Ridho, si Ketua OSIS pengacau kebahagiaannya.

Putri menghampiri Ridho, tapi ia tidak berbuat apa-apa hanya mengamati keadaan Ridho yang jauh dari kata baik-baik saja. Bahkan Putri tidak berniat membantunya, sekelebat memori tentang betapa menyebalkan Ridho terputar dengan jelas dalam benaknya. Batinnya merasa iba, tapi kata-kata yang dilontarkan tidak sejalan.

"Cowok nyebelin kayak lo ternyata mengidap ombrophobia ya? Bisa turun deh pamor lo, kalo satu sekolahan tau," ujar Putri sambil tertawa mengejek, ia meninggalkan Ridho dalam keadaan meringkuk kedinginan ditengah hujan.

Dalam hati Putri, ada rasa tak tega meninggalkan Ridho dalam keadaan melawan rasa takutnya. Putri bisa melihat jelas betapa takutnya Ridho saat mendengar suara petir dan halilintar menyatu, ditambah lagi tetesan-tetesan air hujan.

Langkah Putri yang tadinya mulai menjauh bersama dengan dengusan tidak kasihan. Kini berubah. Memori di benaknya ikut berubah, ia ingat beberapa hari terakhir yang ia habiskan bersama Ridho, betapa Ridho percaya bahwa Putri bisa berubah menjadi sosok yang lebih baik.

Kemudian, Putri berbalik dan berlari sekuat mungkin menghampiri Ridho yang meringkuk bagai janin di tepi jalanan. Melepas rompinya dan memayungi Ridho dengan rompinya. Se-menyebalkan apapun Ridho padanya, tetaplah Putri tidak tega melihat Ridho dalam keadaan melawan rasa takutnya ini.

Putri menarik pergelangan tangan Ridho, berusaha menahan bobot tubuh Ridho. Tangannya terbuka untuk menerima pelukan Ridho, bahkan Putri yang duluan membawa Ridho ke dalam dekapannya.

"Jangan takut, lo harus lawan rasa takut lo," bisik Putri menyemangati.

Ridho masih terdiam kaku, ia tidak membalas pelukan Putri. Hal itu membuat Putri benar-benar khawatir, Putri yang enggan berlama-lama dalam keadaan basah kuyup, membawa Ridho untuk berteduh di salah satu rumah orang terdekatnya. Putri bisa melihat dengan jelas mata Ridho yang memerah dan mengeluarkan air.

"Maa...maakasih," terdengar getaran yang begitu ketara pada ucapan Ridho.

"Setelah hujan ini berhenti, gue bakal anter lo balik ke rumah," ujar Putri yang tidak mendapat respon apapun dari Ridho.

"Gue ngerti kenapa lo nyuruh gue nyetir pas mendung dan lo lari terbirit-birit pas gerimis, dan lo juga gak turun pas gue berada di rumah lo. Ternyata lo takut sama hujan," lanjut Putri yang lagi-lagi tidak mendapat respon ucapan dari Ridho.

Ridho mendekatkan tubuhnya ke arah Putri. "Gue mohon, peluk gue, sebentar aja," Ridho berkata itu dengan nada yang begitu lirih, sungguh perkataan singkatnya sangat menyayat hati. Tanpa banyak komentar, Putri mendekap Ridho.

Putri memeluk Ridho didepan halaman rumah orang dan dibawah tetesan air hujan yang mengenai genteng rumah tersebut. Hujan membuat mereka berpelukan.

••••••

Bentar lagi udah mau masuk konflik nih, tungguin ya!

Hujan Menyatukan Kita [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang