Chapter 15

741 102 66
                                    

"Hujannya udah mulai reda," ujar Putri.

"Biar gue anter lo pulang," lanjut Putri lagi.

Dan benar saja, hujan benar-benar berhenti. Badan Ridho kembali mulai rileks, tidak sekaku tadi, Putri yang merasakan perubahan itu menghela napas lega.

"Gimana sama motor lo?" tanya Putri yang tidak mendapat respon apapun.

Mungkin Ridho masih syok, pikir Putri.

"Motor lo dikunci yang bener dulu, entar diambil orang," ujar Putri. Ridho hanya diam dengan bibirnya yang sudah berwarna putih pucat.

"Lo kalo hujan emang mendadak bisu gini ya?" gerutu Putri kesal.

Dari tadi dia mencoba mengajak Ridho berbicara, yang didapat hanya respon kosong.

"Yaudah deh, terserah mau motor lo kemalingan atau gimana. Yang penting lo pulang ke rumah dulu, nyusahin," imbuh Putri sambil menarik tangan Ridho.

Ridho tidak bisa menolak tarikan tangan Putri, dirinya masih bergetar ketakutan. Ini pertama kalinya dia menghadapi hujan secara langsung, jika biasanya ia masih sempat melarikan diri tapi kali ini berbeda.

Tadinya, Ridho pikir ia akan sempat memacu motornya dengan kencang sampai ke rumah sebelum hujan. Tak taunya, saat di pertengahan komplek, air hujan menetes sedikit. Ia takut dan kewalahan, sungguh ia sangat takut, jadi ia menghentikan mesin motornya dan meringkuk di tepi jalan.

Saat sampai di depan rumah Ridho, Iis beserta Oma menatap Ridho khawatir. Iis tidak banyak bicara, ia langsung menarik tubuh Ridho dan mendekapnya erat.

"Tadi aku liat Ridho di Blok C lagi meringkuk ketakutan," hanya itu yang bisa disampaikan Putri. Tidak mungkin ia bercerita bahwa tadi ia sempat menghina Ridho, berniat meninggalkan Ridho, dan...yang terakhir ia berpelukan bersama Ridho di bawah genteng rumah orang.

"Makasih ya, Put. Tante gak tau kalo gak ada kamu Ridho bakal gimana. Dia itu phobia banget sama air hujan," ucap Iis dengan nada haru.

"Yaudah, mendingan kamu sama Ridho masuk dulu, bersihin tubuh kalian dulu, kalo kelamaan kena air hujan bisa masuk angin," kata Oma sambil mengajak Putri masuk. Putri hanya mengangguk, yang dikatakan Oma memang ada benarnya.

Setelah selesai membersihkan tubuh, Ridho dan Putri duduk di ruang tengah. Iis juga menyediakan dua cangkir teh hangat. Iis mengelus punggung Ridho pelan, ia tahu bahwa putranya masih terguncang ketakutan.

"Motor Ridho tadi udah dibawa pulang sama Pak Ujang," kata Iis sambil menatap putranya khawatir. Ia melihat tatapan kosong di mata Ridho.

"Biasanya Ridho bakal berapa lama baikan, Tan?" tanya Putri ikut-ikutan khawatir.

"Ini pertama kalinya dia terguyur sama air hujan, kalau biasanya dia sempat masuk ke kamar untuk tidur, makanya sekarang Tante khawatir banget," ujar Iis sedih.

"Ridho punya trauma apa sama hujan?" tanya Putri, Iis menggeleng.

"Dia gak punya trauma apapun tentang hujan, cuma pas bayi Ridho selalu nangis dan bibirnya bakal pucat tiap hujan," jawab Iis.

****

Keesokan harinya, Ridho datang dengan rasa gugup bukan main. Kemarin Putri sudah menemukan kelemahannya, ia khawatir Putri akan membully'nya habis-habisan setelah ini.

Bahkan sedari tadi Ridho bergerak gelisah diruangannya. Lesty yang melihat hal itu pun, menatap Ridho dengan pandangan bingung.

"Lo kenapa? Dari tadi mondar-mandir gak jelas, kayak setrikaan aja" celetuk Lesty.

"Si Putri hari ini berulah gak?" tanya Ridho tidak menghiraukan pertanyaan Lesty.

"Loh? Dia 'kan masih masa hukuman, mana mungkin dia berulah, palingan besok" jawab Lesty enteng.

Hati Ridho sedikit tenang, untuk hari ini dia bisa bebas, tapi besok? Ah, entahlah.

"Terus besok dia kalo berulah lagi, lo mau ngehukum dia lagi gak?" tanya Lesty.

Ridho menggeleng, "Dari awal gue ngehukum dia, gue udah tau konsekuensinya. Ini cuma bakal bertahan seminggu, lagian dia juga bilang dia gak bakal berubah. Jadi, usaha gue tetap bakal sia-sia"

"Hari ini hari terakhir hukuman dia 'kan? Lo bakal ngajak kemana lagi? Rumah Mamah Dedeh? Biar suci tuh pikiran dia" gurau Lesty.

"Enggak, kayaknya hari ini gue bebasin dia" jawab Ridho. Sekalian menghindar dari Putri, tambah batin Ridho.

Lesty hanya ber-oh ria. Dan bel pertanda istirahat berbunyi. Ridho yang lapar berjalan menuju kantin, ia berpas-pasan dengan Putri diperjalanannya. Putri menahan bahu Ridho pelan, Ridho sedikit takut dengan tingkah tiba-tiba Putri.

Ridho takut Putri menahannya untuk mempermalukan dirinya. Bisa saja Putri melakukan pembullyan padanya, mengingat Putri mengetahui dengan jelas kelemahan yang ada pada diri Ridho. Putri yang merasa Ridho akan pergi mengeratkan pegangan pada bahu Ridho.

"Lo mau kemana?" tanya Putri. Ridho pun hanya gelagapan.

"Gimana? Lo udah baikan?" tanya Putri lagi.

Ridho menghela napasnya lega, "Hari ini gue bebasin lo, maaf, tapi gue gak jadi ngajak lo pergi. Dan kehidupan kita besok akan berjalan seperti sedia kala" hanya itu yang disampaikan Ridho.

Pegangan pada bahu Ridho mengendur. Ucapan Ridho mutlak, tidak dapat dibantah. Seharusnya Putri sadar, bahwa Ridho masih Ketua OSIS yang selalu merusak kebahagiaannya. Apa yang ia harapkan dari Ridho? Ajakan pertemanan? Mustahil.

Seharusnya dari awal, Putri tidak menaruh harapan lebih. Menaruh harapan bahwa Ridho akan menghabiskan waktu bersamanya dihari terakhir hukumannya. Dan sekarang Ridho meninggalkannya bersama perkataan mutlak yang terngiang jelas diotak Putri. Putri kecewa karena Ridho. Kecewa karena Ridho mengingkari janjinya. Janji di hari terakhir hukuman Putri.

•••••••
Tinggalkan jejak kalian lewat
vote & coment yukk❤✨

Hujan Menyatukan Kita [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang