Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Caca emang marah sama Haechan yang gak pernah nurut sama larangannya tapi Caca tetep aja khawatir kalo udah liat Haechan bonyok begitu.
Pagi-pagi, Caca udah bangun dan pergi ke apotek buat beli obat-obatan khusus buat Haechan. Sekaligus dia juga beli bubur ayam depan komplek buat sarapan mereka.
Sesampainya Caca di rumah, dia ke kamar Haechan berniat membangunkannya. Caca emang selalu semangat kalo urusannya gangguin Haechan yang pasti masih ngorok.
Brak.
"YAAAKKKK KETOK DULU AI SIA" Teriak Haechan kaget.
Caca masuk kamar Haechan tanpa permisi. Dia kira Haechan masih tidur pagi itu. Ternyata Haechan lagi kesulitan pake baju.
Caca ikutan kaget dan cuma bisa diem. Punggung Haechan penuh luka lebam juga baretan gara-gara berantem.
"NAON SIH?!" Teriak Haechan lagi yang udah selesai pake bajunya. "APA SIH?!"
"Itu... Ng- " Tunjuk Caca masih shock.
"Ck rek naon isuk-isuk tumben?" Tanya Haechan sambil bersiap-siap. "Ck mau apa pagi-pagi tumben?"
"Pagi-pagi begini?" Caca paham bener nyonya itu Somi.
"Namanya juga usaha"
Lalu Caca mengacak-ngacak kantong obat tadi. Syukurlah ada beberapa salep dan plester yang udah di beli.
"Buka a!" Caca menghampiri Haechan.
"Naon?"
"Baju" Jawab Caca tanpa ragu.
"Mau apa ih cabul"
Plak.
Caca memukul punggung Haechan dengan sengaja.
"Aaaaakkkk" Haechan meringis.
"Sakit kan? Buka buruan!"
Menyadari tingkah Caca, Haechan pun menurutinya. Dia memperhatikan Caca lewat kaca di deket nakasnya itu, lagi usaha buat pasangin plester di punggungnya.
Rasanya kesel liat punggung Haechan yang biru-biru. Emosi Caca pun tersalurkan lewat caranya ngolesin salep dan nempelin plester sambil merapatkannya dengan menekan luka itu.