Devil's Spawn

2.3K 216 7
                                    

VIII.

Dalam bilik kenanganku, hanya ada dirimu. Di setiap sudut jiwaku, selalu ada tempat untukmu. Aku, diriku, tak pernah melangkah maju. Aku, diriku, selalu menumpuk segala hal tentang dirimu.

Cahaya... cahaya... cahayaku yang tercinta... di mana dirimu dalam kebutaanku?

-bee-

-:-

.

.

Setahun kemudian…

.

.

-:-

Hyuuga Hotaru duduk di sebuah kursi kayu. Gaun putihnya indah dan terlihat begitu bersih. Hinata kecil yang tertidur di pangkuannya, memeluk tubuh ibunya. Sasuke di usianya yang masih anak-anak, berdiri berhadapan dengan wanita berambut lurus panjang itu, menatap sepasang mata Hyuuga yang tak ramah padanya.

"Menjauhlah dari putriku," Hotaru bilang, ancamannya hampir tak terdeteksi karena suara lembutnya yang selalu indah. "Kau adalah petaka baginya. Pergilah dari hidup Hinata."

Kemudian, Hotaru bangkit dari kursinya, cahaya utama yang tergantung tepat di atas kepalanya, tertutup tubuhnya yang menjulang. "Uchiha Sasuke, Hinata tidak membutuhkanmu."

Mimpi itu selalu berakhir di saat seperti ini. Sasuke selalu berusaha untuk membuka mulut dan menyerang Hotaru dengan tangannya yang kecil. Tapi tak ada kuasa yang dia miliki, meski mimpi itu miliknya.

Membuka matanya, Sasuke memandang sesosok tubuh perempuan yang tersembunyi di balik selimut. Rambutnya yang berwarna hitam terlihat kelam seperti langit yang akan mendatangkan badai. Tapi dia bukan Hinata.

Sasuke mendorong nafasnya, membalikkan badan, berbaring miring menatap jendela dengan tirai tipis yang menghalangi cahaya pagi matahari. Tak ada pikiran apapun di kepalanya selain bangun dari ranjang yang terasa sepi meski selalu dihiasi kehadiran perempuan-perempuan cantik yang selalu bisa dia bawa pulang tanpa rasa khawatir.

One night stand, itu cukup bagi Sasuke dan jiwa petualangnya.

Menjauh dari ranjangnya, Sasuke masuk ke kamar mandi untuk menghapus cerita kehidupannya kemarin. Pakaian yang melindungi tubuhnya dia lepaskan. Air dingin dari pancuran menghilangkan semua jejak wanita yang tak dia ingat namanya, kulitnya kini terasa jauh lebih baik tanpa identitasnya sebagai pemuda Uchiha. Bagi Sasuke, kadang menjadi Hyuuga terasa lebih baik. Setidaknya, dia menikmati semua kesalahan dan dosa dengan identitasnya sebagai Hyuuga.

Air menciptakan jalur bening di kulitnya yang pucat. Setiap tetes dan aliran air menjadi penawar racun yang melekat pada dirinya. Aroma kuat parfum wanita berganti aroma maskulin shower gel-nya.

Seperti itulah kebanyakan pagi dilewati Sasuke; datar dan kosong.

Hinata...

Aku masih hidup, jangan pernah punya pikiran kau bisa bebas selama aku masih hidup.

.

.

.

Kunjungan Hinata ke Kyoto selalu diawali dengan melangkahkan kakinya di area pemakaman keluarga di sebuah kuil. Kyoto yang masih kental dengan aura budaya, menjadi persinggahan yang dia rasa nyaman selain karena Hanabi juga ada di kota ini.

Makam kedua orang tuanya adalah tempat yang ia tuju. Kematian Hiashi adalah sebuah kesedihan yang hadir di luar dugaan. Hinata sempat yakin, ayahnya tidak akan mudah mati tanpa alasan. Dia selalu sehat dan menjaga kesehatannya. Tak ada diagnosa dari dokter manapun yang mengatakan tentang penyakit yang menjadi penyebab kematian sang Hyuuga terhormat. Hanya waktunya di dunia yang telah berakhir.

君と月の光(Kimi to Tsuki no Hikari)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang