XIII.
Aku ingin dia selalu ada, menyelamatkanku dari semua rasa yang meluap di hatiku, melepas perih yang semakin menguasaiku.
Seperti satelit tanpa orbit, aku terombang-ambing di angkasa luas. Hanya dengan satu hembusan nafasnya, kesesatan itu tak lagi melekat denganku.
Dengannya kutemukan jalan pulang.
Di sini, hatiku tenang.
-bee-
-:-
Kursi penumpang Nissan GTR merah, menerima tubuh Hinata yang tak berdaya. Seorang pria kurus berambut keperakan meletakkan travel bag dan tas tangan Hinata di bagasi. "Kau sudah menghapus jejak?" tanya Sasuke.
Si pria yang tak ragu memamerkan barisan gigi tajam, tertawa, "Maksudmu ponsel di kamar mandi, Bos?" dia tertawa lagi, "Tak perlu khawatir."
Sasuke terbiasa dengan sikapnya yang tak pernah mengerti caranya bersikap formal, dan Sasuke memang tidak membutuhkan itu. "Tunggu di sini," perintahnya. "Aku akan masuk dan mengurus sisa masalah."
"Oke, Bos."
Pintu kaca dengan banyak stiker warna-warni sebagai lahan promosi restoran fast food di area sama, didorong Sasuke yang kemudian berjalan dengan santai ke lobi hotel. "Konbanwa," sapanya pada petugas hotel di balik meja. Seorang pria yang terlihat lelah dan malas, membalas dengan mengangkat dagunya. "Aku ke sini untuk membawa adikku pulang," lanjut Sasuke.
Si petugas yang hanya mengenakan t-shirt tanpa lengan, bangun dari kursinya, melongok ke arah satu-satunya pintu. "Perempuan tadi?" tanyanya tanpa minat, membawa lagi fokusnya pada Sasuke sebelum menarik ujung bibirnya, "Terserah, itu urusanmu, Boy."
Sasuke perlu menyelesaikan proses ini tanpa perlu memancing lebih banyak kecurigaan. "Begini, orangtua kami bertengkar di rumah, adikku kabur. Yang kuperlukan sekarang adalah catatan kartu kredit yang dia gunakan. Jika Otou-san tahu, adikku bisa dibunuh."
Si pria tertawa, memperjelas ejekannya, "Mau menghilangkan jejak, ya?" selidiknya. "Sebenarnya kalian hanyalah pasangan muda yang tidak ingin ketahuan orangtua kalian, itu skenario yang paling masuk akal, Boy."
Sasuke menunjukkan ekspresinya yang tak terlihat ramah, "Aku serius."
Petugas hotel hanya mengangkat bahunya, "Apapun yang kau katakan, data tetaplah data, kau tak bisa mengambilnya."
Sasuke menganggukkan kepalanya beberapa kali, kejengkelannya terpampang jelas di wajahnya. "Data tetaplah data," dia bergumam, mengulangi kalimat si petugas hotel yang sok berkuasa. "Baik, jika data sama membuatku kena masalah, kau adalah orang pertama yang kucari."
"Lalu apa? Kau akan membunuhku?" godanya. "Hah! Bocah sepertimu tahu apa?"
Senyum sang Uchiha terlihat gelap dengan mata yang menunjukkan kesungguhannya. "Aku selalu membuktikan janjiku."
"Terserah! Maumu apa sih?"
"Tidak ada." Sasuke lalu berjalan pergi.
Pencegahan mungkin tidak sukses kali ini, tapi rencananya baru dimulai, dan semua rencana yang disusun Sasuke, selalu berhasil. Jika ini tidak memuaskan, maka yang perlu dia lakukan adalah menggandakan perlindungan baginya dan Hinata.
Mereka tidak akan tersentuh, tidak boleh tersentuh.
Bahkan jika dia meninggalkan jejak di sini.
.
.
.
Mikoto tak bisa menerima kenyataan itu. Dia terus menangis dan menyalahkan dirinya atas kelahiran Sasuke. Sempat terpikir untuk menjauh dan berpura-pura bahwa kami tidak memilikinya. Sempat terpikir untuk membunuhnya di detik kami menemukan tanda itu di dekat bahunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
君と月の光(Kimi to Tsuki no Hikari)
FanfictionSasuHina.:.Kimi to Tsuki no Hikari.:.You and the Moonlight.:. First publication on wattpad December 2014 Re-published January 2023