X.
Seperti ulat dalam kepompong kertas, udara dunia bagiku bisa menjadi sayatan tajam yang bisa dengan mudah menghancurkan sayapku yang rapuh.
Perlindungan yang kumiliki luntur dan hancur karena air matamu.
-bee-
-:-
Ranjang berkerangka besi menahan beban dua orang dewasa yang merasa waktu diputar ke masa lalu. Hinata duduk dengan melipat kaki, sementara Sasuke tanpa peduli berbaring telungkup di atas kasur yang tak menyediakan kenyamanan.
Bagian dalam diri Sasuke yang tidak pernah berubah, selalu sama; simpul kuat yang menyatukannya dengan mimpi buruk jika Hinata tak ada. Pemuda Uchiha itu melepas lelah dengan menyandarkan kepala di pangkuan Hinata. Tangan lembut Hinata menyisir warna gelap rambut Sasuke dengan jemarinya.
Ketenangan ini hanyalah sebuah lukisan pastel yang tak sempurna. Sebuah sketsa tanpa nama dan hanya berhias warna-warna sepi yang tak rapih. Seperti lukisan yang dibuat murid TK di waktu senggang saat menunggu jemputannya datang. Begitu tak berarti dan segera dilupakan.
Hinata tak ingin mengganggu Sasuke yang menikmati waktunya, tapi Hinata juga ingin mendengar cerita yang dimiliki Sasuke.
"Sasuke—"
"Jangan," bisiknya. Dua tangan yang merindukan pinggul Hinata, meraih tempat yang seakan diperuntukkan hanya untuknya. Sasuke mendongak, menatap Hinata dengan mata yang Hinata kenali ramah dan nakal seperti anak-anak. "Aku tidak mau cerita," katanya, lemah seperti sebuah permohonan yang lelah ia ucapkan.
Sasuke menyusupkan kepalanya lebih jauh, melingkari pinggul Hinata dengan lebih erat. "Aku tidak mau," gumamnya.
Kesepian menunggu suara, Sasuke seolah tertidur dengan mimpi panjang yang indah.
Ada banyak alasan dalam hidup yang bisa memperkenalkanmu pada air mata. Tapi bahkan kesedihan juga membutuhkan teman. Karena itu, dia datang padamu. Mengetuk pintu di halaman paling depan pertahananmu yang sudah penuh dengan ceria, tawa, rasa aman, bahagia, dan kebersamaan. Seperti utara yang melengkapi selatan, kesedihan masuk untuk melengkapi hidupmu. Sasuke kini berada di dasarnya, gelap dan penuh luka. Tak mampu menemukan tempat bersembunyi yang aman. Belum melihat celah yang akan mengangkatnya lagi ke permukaan. Namun Sasuke pasti bisa bertahan, sekeras apapun hidup yang dijalaninya.
"Kau lelah, ya?" tanya Hinata.
Sasuke kemudian bangun dari posisinya, melihat sekeliling, menginspeksi kamar dengan matanya, mencari petunjuk yang bisa memberinya jawaban sebelum menemui mata Hinata yang dirindukannya. "Berapa lama?"
Hinata yang tak mampu menjangkau bahasa Sasuke, mengangkat alis, "Apanya?"
"Di Tokyo."
Bibirnya tersenyum sebentar, lalu, "Aah... dua hari."
"Kenapa hanya sebentar?"
Ragu dan takut, tiba-tiba menahan kalimatnya. "I-itu..."
Tapi ketakutan Sasuke jauh lebih besar. Shisui telah berhasil meracuni pikirannya. -Kau tahu kenapa dia menolaknya? Karena dia memilih untuk menikah dengan Neji. Kau tentu kenal Neji kan? Hinata pernah meninggalkanmu karena dia-
"Bisa dibilang... kehidupanku di Fukuoka menungguku kembali."
Gerakannya yang lembut berbanding terbalik dengan suaranya yang terdengar perih. "Kau tidak akan meninggalkanku lagi." Kasur pegas seakan berubah menjadi tanah subur dengan akar yang menjalar dan menjerat Hinata. Tak satu pun anggota tubuhnya yang merespon perintah otak untuk sekedar bicara, membantah kata-kata Sasuke. Pikirannya hanyut pada Hyuuga lain di rumah. Menunggu pasti menjadi hal yang membosankan untuk Neji.
KAMU SEDANG MEMBACA
君と月の光(Kimi to Tsuki no Hikari)
FanfictionSasuHina.:.Kimi to Tsuki no Hikari.:.You and the Moonlight.:. First publication on wattpad December 2014 Re-published January 2023