MH-11

220 37 1
                                    

💞

Selama berteman dengan Joyi aku tidak pernah menyimpan rahasia apa pun, sedikit pun. Di depannya, aku layaknya buku yang terbuka, yang bisa ia baca sesuka hatinya. Seperti gelas kaca yang tidak pernah berbohong dengan apa yang ada di dalamnya.

Tapi kali ini, aku sengaja menghindari Joyi agar aku tak mengatakan apa pun tentang yang terjadi padaku dua minggu yang lalu.

Benar. Sudah dua minggu kejadian yang membuat otakku seolah menyusut itu terlewati, tapi setiap bagian dari apa yang terjadi sore menjelang malam itu seolah mengurungku dalam ingatan.

Sentuhan asing yang untuk pertama kalinya aku alami membuat dadaku seolah ingin meledak saat itu juga. Aku tahu, hal seperti itu tidak bisa di anggap remeh. Layaknya lumut yang mulai merayapi benteng pertahanan, lambat laut akan menyebabkan kerapuhan hingga selemah apa pun terpaan badai, ia akan runtuh dan berhamburan.

Karena itu, untuk menjaga agar hatiku tidak bermain-main dalam hubungan ini, aku meminta Chanyeol Oppa untuk tidak menghubungiku dulu.

Seminggu pertama dia menghujaniku dengan banyak pesan dan panggilan pada ponselku, namun setelah aku meminta agar dia sedikit menjaga jarak, akhirnya aku hanya mendapat sesekali saja pesan darinya.

Tidak. Aku tidak marah padanya. Bukankah dia sudah bilang bahwa dia pria brengsek? Dan kupikir dengan otakku yang tidak seberapa ini, mencium pacar tidak bisa di katakan brengsek bukan? Ya, tentu saja jika itu atas ijin dari sang punya tubuh.

Malam itu, aku tahu, saat ia bertanya apakah itu adalah yang pertama bagiku, itu jelas permintaan isin yang terlambat. Namun anggukan kepalaku membuat semuanya tertutup kabut.

"Aish, sial!"

Aku meremas spons terlalu kencang hingga busa dari sabun pencuci piring muncrat mengenai apron yang aku kenakan.

"Kau kenapa?"

Taeyeon Eonni yang bertugas membilas piring kami --bekas makan malam tadi-- di sampingku, mengernyit melihat kelakuanku.

"Ani. Hanya ingin mencoba bicara dengan spongebob. Sayang, dia sedang sibuk mencari ubur-ubur dengan patrik."

Kepalaku mendapat jitakan pelan dari laki-laki yang datang ke dapur dengan gelas di tangannya. "Aku tidak pernah tahu, bahwa otak adikku menyusut terlalu cepat," ucapnya.

"Memang apa yang Oppa tahu tentangku. Di kepala dan hati Oppa hanya ada Kang Seulgi."

Decakan kesal itu terdengar di telingaku saat kalimat penuh sarkas itu aku ucapkan, namun aku malas untuk menoleh ke arahnya.

"Memang kenapa lagi dengan Seulgi Eonni?"

"Oh, ayolah Eonni... Jangan terlalu sopan menyebut namanya. Dia bukan bagian dari keluarga kita."

"Belum, Wendy. Mungkin nanti."

"Ck. Secinta itu Oppa dengannya?"

"Ya. Amat sangat."

Aku melepaskan sarung tangan yang kupakai karena piring yang kucuci sudah habis, lalu berbalik menatap Yunho Oppa yang memainkan alisnya merespon ketidak sukaanku.

"Oppa ingin menikahinya?"

"Jika jodoh, kenapa tidak?"

"Kenapa?"

"Apanya?"

"Kenapa Oppa ingin menikahinya?"

Baru saja Yunho Oppa hendak membuka mulutnya, aku mengacungkan jemariku ke udara. "Jangan bilang hanya karena cinta. Beri aku alasan lain."

Main Hati [fanfiction] √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang