Part 13

853 106 4
                                    

"Aku ingin bertemu Dokter Laras," ujarku pada wanita di belakang meja itu, seraya terengah-engah. Aku berlari dari penginapanku ke Klinik Harapan Hidup untuk mencari Laras lagi.

"Beliau sudah pulang," jawab wanita itu ketus.

"Apa? Tapi ini baru jam 2 siang"

"Ya, dia berkata ada janji, jadi dia pulang."

"Bolehkah saya tahu alamatnya?" tanyaku.

"Tidak," jawab si wanita dengan sinis, "Datanglah kembali esok hari."

"Bagaimana dengan nomor telepon? Bisakah kau memberitahuku?"

"Tidak."

***

Terpaksa aku menunggu esok hari untuk bertemu dengan Laras. Pagi-pagi aku sudah duduk di depan Klinik, bahkan sebelum si wanita penjaga meja datang. Beberapa lama kemudian, wanita itu datang dan membuka klinik.

"Aku tidak berobat, aku menunggu Dokter Laras," laporku. Wanita itu melengos, tidak mempedulikanku. Beberapa saat kemudian, aku melihat sebuah mobil diparkir di depan Klinik.

"Selamat pagi," ujarku pada Laras. Laras tampak kaget melihatku.

"Oh, hai, Yani! Kau kemari lagi?" tanya Laras bingung.

"Ya, setelah aku pikir-pikir lagi, aku tidak pernah memberitahumu bahwa aku adalah seorang suster," bisikku, "Darimana kau tau?"

Laras terdiam sejenak, kemudian tertawa.

"Kau lupa? Kau sendiri yang mengatakannya padaku," ujar Laras, "Ah, sebenarnya memang tidak benar-benar tertuju padaku, tapi saat ada orang yang sakit di pesawat, kau sendiri mengatakan pada pramugari bahwa kau adalah suster!"

Ah, ya... Bodohnya aku. Ternyata aku sendiri yang membongkar identitasku saat itu.

"Ehm, tapi ngomong-ngomong, kenapa kau sangat curiga padaku? Dan apa tujuanmu kesini?" tanya Laras.

Apakah aku harus menceritakan semuanya, pikirku. Kalaupun iya, apakah dia akan percaya?

"Aku mencari seseorang," jawabku singkat.

"Oh, aku ingat, kau mencari seseorang bernama Adriel ya? Sayang sekali di sini cuma ada aku dan Suster Joy. Siapa dia?"

"Dia..." aku tidak sanggup menjawab, "Dia temanku."

"Tapi kenapa kau mencarinya kesini? Klinik ini milik ayahku, dan aku sudah bekerja di sini lama... Aku heran kau bisa tahu tempat ini, padahal kau bukan dari kota ini kan?" selidik Laras.

"Aku mendapatkan alamat ini dari temanku," jawabku, "Ia berkata bahwa Adriel ada di sini"

"Apa kau punya foto temanmu itu?" tanya Laras.

Aku menggeleng. Aku tentunya tidak sempat berfoto dengan Adriel. Namun tiba-tiba aku ingat bahwa foto Adriel masih ada di website rumah sakit tempat aku bekerja.

"Tunggu sebentar," ujarku sambil menyalakan handphone, "Ah ini dia! Ini fotonya!"

Aku menunjukkan foto Adriel pada Laras. Laras tercekat. Air mukanya berubah. Ia menatapku.

"Apa kau yakin dia pernah bekerja di rumah sakitmu?" tanya Laras lirih.

Aku mengangguk yakin, "Aku adalah suster pribadinya."

Tiba-tiba airmata mengalir di pipi Laras. Ia buru-buru merogoh kantong jas dokternya dan mengeluarkan sebuah dompet kecil. Ia menyodorkan foto di dalam dompet itu padaku. Foto Adriel!

"Dia... Kau mengenalnya?" tanyaku bingung. Laras terisak.

"Dia kakakku. Dia sudah meninggal tiga tahun yang lalu" Isaknya.

DEATH ANGEL 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang