"Apa yang kau lakukan!" jerit Laras. Namun Adriel buru-buru menarik tanganku untuk kabur. Adriel mendorong Laras sehingga aku bisa menerobos pintu keluar.
"Lari, Yan!!" teriak Adriel.
"Dasar pengkhianat!!" jerit Laras. Ia mendorong Adriel dan segera mengejarku.
Aku berlari keluar klinik, namun BRUK!!
Aku malah bertabrakan dengan Edwin yang baru saja sampai ke klinik itu.
"Ada apa ini?" tanya Edwin kaget.
"Pokoknya lari saja!" teriakku sambil menarik lengannya.
"Yan, siapa yang mengejar kita??" tanya Edwin sambil berlari mengikutiku.
"Malaikat kehidupan," Seruku. Aku menarik Edwin bersembunyi di balik sebuah gedung tua.
Kami berdua terengah-engah. Edwin masih kelihatan bingung.
"Kamu tau kan siapa mereka?" tanyaku pada Edwin. Edwin mengangguk.
"Aku tahu bahwa Adriel hanya menipumu" ujar Edwin, "Tapi aku berpikir lebih baik kau sendiri yang menemukan kebenarannya."
"Tapi kenapa kau malah datang ke sini? Kau tahu kan, mereka mengincar nyawa kita!" bisikku.
Edwin tertawa, "Kamu nggak lupa kan siapa kita? Kita ini malaikat kematian, Yan. Nggak semudah itu mereka melenyapkan kita!"
"Apa maksudmu, Win?"
"Makanya aku nanya, kenapa kamu lari," Edwin menarikku keluar dari persembunyian, "Takdir kita adalah menghadapi mereka!"
"Win!! Jangan gila!! Laras itu berbahaaa" Sebelum sempat menyelesaikan kalimatku, aku dan Edwin sudah berhadapan dengan Laras. Di belakangnya, Adriel mengikuti dengan Langkah gontai.
"Bagus. Dua lawan dua," ujar Edwin, "Sudah lama kunantikan saat ini."
Laras tertawa sinis, "Aku akan membunuh kalian, hai Iblis, sebagaimana kalian telah membunuh ayahku!"
"Ras, kita tidak perlu seperti ini," cegah Adriel. Begitu juga aku memegangi lengan Edwin.
"Win, jangan gila! Kita nggak harus melawan mereka!"
"Ini sudah takdir, Yan. Mungkin kamu baru dengar hal ini, tetapi malaikat kematian sudah ditakdirkan untuk melawan malaikat kehidupan," jelas Edwin.
"Tapi bagaimana kita bisa menang? Kita tidak memiliki kemampuan seperti mereka, kita hanya mampu memprediksi kematian!" bisikku.
"Kamu belum tahu banyak soal kemampuanmu, Yan," balas Edwin, "Kini kamu akan tahu siapa sebenarnya kita dan apa takdir kita di dunia ini"
"Lima... Empat... Tiga" Edwin mulai menghitung. Laras berlari dan menerjang Edwin.
"Kau hadapi perempuan itu!" perintah Laras pada Adriel. Adriel menurut, ia menghadapku dan menghalangiku untuk lari.
"Hitung mundur, Yan!" jerit Edwin sambil menghindari serangan Laras.
Laras mengeluarkan sebilah pisau dari dalam jaketnya. Pisau berbentuk aneh yang baru pertama kali kulihat.
"Maafkan aku, Yan," Adriel menatapku sedih, "Aku benar-benar mencintaimu, tapi aku tidak dapat menyangkal takdirku sendiri."
Adriel mengeluarkan pisau yang sama dari balik jasnya...
KAMU SEDANG MEMBACA
DEATH ANGEL 2
ParanormalYuni, seorang suster yang memiliki kemampuan mendeteksi kematian seseorang, memutuskan untuk menjalin hubungan dengam Edwin, mantan pasien kanker yang telah sembuh total. Bersama Edwin, yang juga memiliki kemampuan yang sama dengannya, Yuni berusaha...