Pukul lima pagi di Mansion Van der Brink, Lisa Mae datang diantarkan oleh saudaranya --Chiko-- naik motor. Turun dari motor, ia menyerahkan helm, lalu menunggu pintu dibukakan satpam yang menjaga gerbang masuk.
Bangunan rumah masih agak jauh, ia harus berjalan seratusan meter sampai di pintu depan. Gadis itu harus masuk lewat pintu untuk pembantu, dekat dapur, tapi hari itu ia melewatinya, melangkah menuju pintu pagar belakang.
Carmelita sudah keluar lewat pintu itu, ia melambai dari boncengan motor Chiko, Lisa Mae mengunci pagar itu dan mengembalikan kunci di tempatnya. Lalu ia masuk ke dapur, memulai pekerjaannya.Pukul tujuh Meneer dan Mevrouw Van der Brink turun sarapan, tak ada Carmelita di situ.
"Danny, kau panggil kakakmu," perintahnya kepada putranya."Papi, kamarnya kosong!"
"APA?" Mevrouw Van der Brink lebih murka dari suaminya, ia membunyikan bel berulang-ulang, para pelayan tergopoh-gopoh datang.
"Cari Carmelita sampai ketemu!"Keluarga Van der Brink panik, Lita baru enam bulan pulang dari Inggris setelah menyelesaikan kuliahnya. Sebenarnya gadis itu ingin pulang ke Indonesia, tinggal bersama ibunya. Ya, Lita adalah putra Meneer Van der Brink dengan istri pertama, mereka telah lama bercerai.
Kuliah Lita di Inggris dibiayai ayahnya, ia tak bisa menolak ketika ayahnya memerintahkannya bekerja di perusahaannya di Amerika minimal satu tahun.
Setengah tahun di New York ia belum punya teman, beberapa kali ia hang out dengan teman sekantor, tapi kebanyakan ia di rumah saja. Danny menelpon setiap karyawan yang berteman dengan Lita, tapi tak satupun dari mereka tahu keberadaanya."Ini salahmu, Greta!" Meneer Van der Brink mengeluh, bagaimanapun ia sangat menyayangi putrinya.
"Jangan kita bertengkar soal siapa yang salah, Max!" bantah Mevrouw Van der Brink, "sekarang pikiran bagaimana menyampaikan penundaan pertunangan ini kepada calon besan kita."**
Chiko membawa Lita ke rumahnya, Di sudut kumuh New York.
"Jangan keluar rumah, aku tak sanggup melindungimu, daerah Bronx ini sangat kejam."
"Terima kasih, Chiko."Pemuda negro itu memperkenalkan Lita kepada ibunya yang menyambut dengan hangat. Bawaannya hanya membawa beberapa pakaian casual, ia akan tidur selamat dengan Lisa Mae.
Di situ ia membantu Mama Chewbaka membereskan rumah, menyapu, mengepel, mencuci piring. Lita bukan gadis manja, di New York ia tinggal di mansion besar dengan banyak pembantu, tapi saat kuliah di Inggris, ia tinggal di apartemen, mandiri, mengerjakan semua sendiri."Miss Lita, biarkan Mama yang mencuci piringnya ...," kata Chewbaka yang minta dipanggil Mama, merasa sungkan gadis kaya ikut bekerja kasar.
"Tidak apa-apa Mama, saya sudah biasa."
"Di mansion kan banyak pembantu?"
"Waktu saya di Inggris, Mama, tinggal di apartemen, semua kerja sendiri."Yang tidak bisa dibantu Lita adalah berbelanja. Ia bukan bule, bukan negro, kulitnya sawo matang, tapi tetap saja mencolok di area Bronx yang dihuni kulit hitam. Chiko mewanti-wantinya tetap di rumah.
Petang Lisa Mae pulang membawa cerita kehebohan di Mansion Van der Brink.Karena terburu-buru, Lita lupa membawa paspornya, ia tak bisa pulang ke Indonesia.
Ia menceritakan ke Lisa Mae dimana ia menyimpan paspor itu, masalahnya gadis negro itu bertugas di dapur, bukan membersihkan ruangan. Lita tak ingin menyusahkan Lisa Mae, ia hanya berpesan kalau-kalau ada kesempatan, bila tidak ya tidak masalah.*
Lita menyisir iklan lowongan kerja di koran. Ia tak berani kerja kantoran, perusahaan ayahnya bergerak di berbagai bidang, sebentar saja akan ketahuan, walaupun ia menyandang nama keluarga ibunya, bukan Van der Brink. Bila matanya tidak biru seperti ayahnya, pasti tak ada yang menduga ia indo.
Bekerja menjadi waittesspun riskan, setiap saat bisa bertemu dengan karyawan ayahnya."Chiko, apakah di mansion tempatmu bekerja, tidak ada lowongan?"
"Ada, tapi sebagai pengurus rumah tangga yang tinggal di sana. Sudah ada beberapa pelayan, tapi semua pulang sore. Boss membutuhkan yang bisa melayaninya malam."
"Sempurna! Aku tak perlu keluar rumah, ayahku tak akan menemukanku." Lita menjentikkan jarinya senang.
"Tapi ... Mr. Malik sering membawa pulang perempuan, bercinta di sembarang tempat, tidak malu ada pelayan di situ.
Aku kuatir Mr. Malik mengganggumu, Lisa Mae bilang kau masih perawan."
"Aku bisa menjaga diri. Kalau ia melecehkanku, aku berhenti."Besoknya ia ikut Chiko ke tempat kerjanya.
"Silakan duduk, Miss," seorang pembantu mempersilakannya, "Mr. Malik akan menemui anda sebentar lagi."Lita berdiri ketika Stefano Malik masuk ke ruang duduk itu, tampan, rambut cepak, tingginya 180cm dengan body atletis. Gadis itu yakin ia punya six pack sempurna. Stefano memakai celana pendek longgar dan kaos lengan pendek. Otot lengan dan kakinya jelas terlihat. Lita jadi membayangkan lelaki itu mendekapnya.
Stefano duduk di salah satu sofa.
"Buka semua pakaianmu!"
"A ... apa ...?" Lita merasa salah dengar.
"Kau tidak salah dengar, Carmelita Sanjaya, aku menyuruhmu telanjang di depanku."
"Tapi ... Sir! Saya melamar sebagai pengurus rumah tangga, bukan teman tidur."
Stefano tertawa.
"Jangan GR! Aku hanya tidur dengan perempuan dari kelasku, kau tak masuk hitungan. Tapi kau akan di sini 24 jam sehari, aku butuh pemandangan bagus untuk mataku. Pakaianmu longgar, aku tak bisa menikmati keindahanmu, bisa saja kau menyembunyikan tubuh gendutmu."
Entah mengapa Lita tersinggung dianggap gendut, tanpa berpikir panjang ia membuka semua pakaiannya. Mata Stefano tak berkedip memandangnya, dadanya kecil akan sangat pas dalam genggamannya, lekuk tubuhnya sempurna, tungkai yang ramping, dan bulu-bulu halus di pangkal pahanya, mengundangnya membelai.
"Ehem ... berbaliklah."
"Menungging."
"Apa?"
"Aku tak suka mengulang perintahku Miss Sanjaya."
Lita menungging. Stefano menelan ludah melihat lipatan kulit yang menutup relung tubuh gadis itu."OK, kau diterima."
"Terima kasih Mr. Malik."
Lita mengenakan pakaiannya kembali.
"Aku akan menyediakan pakaian untuk kau pakai selama jam kerja. Tugasmu melayani kebutuhanku, jadi jam kerjamu mengikuti keberadaanku di rumah ini. Kalau aku pergi, kau boleh beristirahat."Stefano menelpon anak buahnya, menyuruhnya membelikan pakaian untuk Lita.
Tak lama Rocky --sopir kepercayaannya-- datang membawa sejumlah paper bag.
Lita mengambil dari paper bag pertama, beberapa celana dalam sexy, g string, bahkan ada celana dalam yang berlubang tengahnya. Ia mengernyitkan kening, kan bukan sebagai teman tidur, untuk apa celana dalam model itu.
"Kau akan tahu nanti, kadang aku butuh pemandangan untuk merangsangku ... hahaha ...."
Di paper bag kedua dan seterusnya berisi rok mini separoh paha, semua modelnya terbuka, entah belahan dada rendah, punggung terbuka, atau hanya terdiri dari tali temali.
"Tidak ada bra," gumamnya.
"Aku memang tak mau kau memakai bra," kata Stefano, "sekarang cobalah g string dan rok tali temali itu."Lita melirik Rocky yang masih berdiri mematung di situ.
"Rocky sudah biasa melihat perempuan telanjang."
Dengan ragu Lita membuka pakaiannya lagi, mengganti dengan pakaian yang dipilih Stefano. Gadis itu merasa tubuhnya terbakar oleh tatapan lapar dua laki-laki itu.Surabaya, 7 Mei 2020
#NWR

KAMU SEDANG MEMBACA
CARMELITA
RomanceCarmelita lari dari rumah. Ayahnya menjodohkannya dengan anak sahabatnya. Ini bukan zaman Siti Nurbaya, ia ingin menikah karena cinta, bukan untuk kepentingan bisnis. Pergi terburu-buru ia lupa membawa paspornya, tak bisa pulang ke Indonesia. Ia ju...