Rocky memandang Lita dengan mulut ternganga, ia merasa jatuh cinta kepadanya, tapi ia tahu diri, harus menunggu bossnya bosan baru bisa menikmati sisanya.
Lita merasa telanjang. Rok tali temali itu berwarna coklat, sewarna dengan kulitnya, ada secarik kain menutup sebagian payudaranya, di garis putingnya. G string itu berwarna putih, menjadi aksen yang menarik.
"Bagus!" Stefano puas dengan yang dilihatnya."Bawalah semua pakaian ini, ikut aku ke atas."
"Ini kamarmu."
Stefano menunjuk pintu kedua di sebelah kanan.
"Ini kamarku, setiap hari kau harus masuk ke kamarku jam enam pagi untuk membangunkanku."
"Sekarang, masukkan pakaian tadi di lemari, ambil mantel panjang, dan turun ke bawah."Waktu Lita sampai di ruang duduk, Stefano sudah duduk di situ dengan pakaian kantor. Ia membunyikan bel, tiga pelayan datang.
Lita diperkenalkan kepada tiga pelayan itu, mereka bertanggung jawab atas cucian, persediaan makanan, dan kebersihan.
"Kecuali kamarku," kata Stefano, "itu tugasmu membersihkannya."Lelaki itu memberi tanda mereka bubar.
"Pakailah mantel itu, aku tak mau orang lain memandangmu. Ayo!"
"Kemana, Sir?"
"Temani aku sarapan."*
Mereka sarapan di cafe tak jauh dari kantor ayah Lita, hatinya tidak tenang selama sarapan. Untunglah tak bertemu satupun karyawan ayahnya.
Kembali ke mobil, Stefano menerima telpon.
"Shit!" ia memaki. "Kau ikut aku ke kantor."
"Tapi, Sir ...?"
"Kalau cuma membuatkan kopi, bisa kan?"Ruang kerja Stefano luas, di sudut ruangan ada pantry, lengkap dengan mesin pembuat kopi.
"Duduk di situ," Stefano menunjuk sofa, "buka mantelmu," menunjuk gantungan mantel.
Tak lama kemudian sekretaris lelaki itu mengantar seorang tamu, mereka berjabat tangan lalu mulai berdiskusi tentang persentase pembagian keuntungan proyek kerjasamanya."Lita, buatkan kopi untuk kami.
Punyaku kopi hitam tanpa gula. Anda mau kopimu bagaimana, Mr. Wright?"
"Ya, Sir."
Mr. Wright baru menyadari ada orang lain di situ, matanya terbelalak menatap tubuh Lita yang seolah telanjang.
"Saya mau kopi susu dengan satu cube gula."
"Ya, Sir."
Mr. Wright memandang belakang Lita, hanya secarik putih di antara kedua pantatnya yang terlihat, tali-temali itu sewarna dengan kulitnya. Ia menelan ludah, Stefano tersenyum puas.Setelah itu Mr. Wright tidak bisa fokus, sebentar-sebentar ia melirik Lita, ia mengiyakan saja klausul yang disebut Stefano, langsung menandatanganinya.
"Siapa gadis itu?"
"Lita, kemarilah."
Stefano menariknya lebih dekat padanya, lalu memeluk pinggangnya, "perkenalkan Mr. Wright, ini Carmelita, kami akan segera bertunangan dan menikah. Ia cantik dan menggiurkan, bukan?"Setelah Mr. Wright pergi, Stefano masih belum melepaskan pelukan.
"Sir?" Lita melepaskan diri, Stefano tertawa, "memelukmu ternyata asyik, membuatku lupa."
"Mengapa Mr. Malik memperkenalkanku sebagai calon tunangan?"
"Untuk melindungimu. Kau tidak melihat matanya ingin melahapmu?"Seorang gadis cantik masuk tanpa mengetuk pintu, lalu menguncinya.
"Sayaaang ... aku kangen."
Ia memeluk Stefano, mencium bibirnya, yang dibalas ogah-ogahan. Saat itu ia melihat Lita, matanya langsung berkilat cemburu.
"Siapa dia?"
"Pelayan pribadiku."
"Ooo cuma pelayan. Tak apa kan ia menonton kita bercinta? Aku sudah gatal ingin diobok-obok olehmu," katanya sambil mengelus selangkangan lelaki itu.
Ia menyingkap roknya, duduk mengangkang di meja Stefano. Lelaki itu berdiri, mengambil kondom di laci, membuka ritsliting, menurunkan celana. Gadis itu merobek bungkus kondom memasangnya di pusaka lelaki itu.
Lita membuang muka, merasa malu melihat organ intim majikannya, tapi tak urung ia membandingkan dengan milik Suwandi, pacarnya, satu-satunya yang pernah ia lihat dan pegang.Tak lama kemudian ia mendengar seruan "ough," disusul ah uh dan erangan memenuhi ruangan itu, diakhiri dengan teriakan Stefano, "LITA!"
"Ya, Sir." Kaget ia dipanggil, otomatis menoleh melihat majikannya menarik diri dari perempuan itu, cepat ia menutup mata, malu melihat pusaka raksasa.
Stefano juga kaget, sejak pertama melihat Lita menungging, ia sudah ingin mengagahi pelayannya itu, tapi itu menyalahi prinsipnya untuk tidur hanya dengan perempuan larangan atas. Ternyata keinginan itu tercetus dengan meneriakkan namanya saat klimaks.
"Ambilkan tissue basah di meja kecil di situ, bawa ke sini."
Ragu Lita mendekat, Stefano tidak menutupi senjatanya.
"Bersihkan!"
"Apa?"
"Tugasmu melayaniku, Miss Sanjaya!"
Dengan enggan Lita melepaskan kondom, membuangnya ke tempat sampah, lalu mengelap area intim majikannya, diiringi senyum puas Stefano.
Gadis itu membersihkan dirinya, merapikan pakaiannya, dan beranjak pergi, "makasih sayang, aku pergi dulu, I will miss you."
Lita memakaikan kembali celana dalam dan celana panjang Stefano, merapikannya."Cancel semua appointment hari ini, aku mau pulang," Stefano menyerahkan berkas perjanjian dengan Mr. Wright ke sekretarisnya.
Ia mengambil mantel dan memakaikannya ke Lita yang keheranan.Mereka mampir makan siang di sebuah restoran, seorang pelayan melepaskan mantel Lita, gadis itu ragu, Stefano mengangguk.
Semua lelaki menoleh memandangnya, Lita merasa risih, tapi Stefano memeluk bahunya, menenangkan.Keluar dari restoran, Lita melihat Danny, adik tirinya, ia memeluk Stefano memyembunyikan wajahnya di dada majikannya. Lelaki itu tertawa, ia sudah terbiasa dikejar perempuan. Ia mengangkat tubuh Lita, menggendongnya ke mobil.
*
Sampai di mansion, Stefano mengajaknya ke belakang.
"Kau bisa berenang?"
Lita mengangguk. Tiba-tiba Stefano mengangkat tubuhnya menceburkannya ke kolam renang, ia gelagapan hampir tenggelam. Stefano tertawa, melepaskan pakaian luarnya, ternyata ia memakai celana renang. Ia menyusul masuk ke kolam renang, menarik Lita yang bermaksud naik.
"Temani aku berenang."
"Aku tidak memakai pakaian renang."
"Tidak perlu!"
Stefano melepaskan rok tali-temali itu, Lita tak berdaya menolak. Refleks ia menutup payudaranya dengan tangan.
"Aku sudah melihatnya tadi." Sang boss tertawa, "ayo balapan. Kalau kau bisa mengalahkanku, kubelikan bra."Selama ini Lita menjaga kebugaran tubuhnya, ia menerima tantangan itu, segera ia berenang ke ujung lain kolam itu.
Mereka hanya selisih sedikit, itupun karena lengan Stefano lebih panjang.Lelaki itu tergelak, mengurungnya di sudut kolam renang dengan kedua lengannya. Ia menunduk, bermaksud mencium bibirnya, tapi Lita membenarkan diri, lalu menjauh melalui bawah lengannya. Stefano mengejar.
Ia berhasil menjajari gadis itu, memeluk pinggangnya, menariknya ke tepi. Lita berusaha melepaskan diri, tapi ada dua tangan menggenggam payudaranya, meremasnya, ia menggeliat.
"Jangan mempermainkanku, Lita!"
"Saya tidak berani, Mr. Malik."
Stefano memutar badannya, sekarang mereka berhadapan.
"Lalu apa maksudmu memelukku di depan restoran tadi?"
"Saya lari dari seseorang, tadi saya melihatnya, saya menyembunyikan wajah saya di dada anda, Mr. Malik, supaya ia tak melihat saya. Maaf, bila kesannya saya ingin tidur dengan anda."
"Lita," Stefano mengeluh, "kau tak sadar yang telah kauperbuat padaku."
Lelaki itu menarik pinggulnya merapat, Lita merasakan ada yang menusuk selangkangannya.
"Mr. Malik!" serunya dengan panik, berusaha menyingkirkan dan keluar kolam renang.*
Baru selesai berpakaian, pintu kamarnya ada yang mengetuk.
"Kau bisa masak? Siapkan makan malam."
Lita memakai rok tertutup dengan krah, tanpa lengan, tapi sangat mini, hanya lima senti di bawah pantatnya, saat ia membungkuk, celana dalamnya kelihatan.
Stefano duduk di meja sarapan dengan senang memandang pelayannya yang sexy."Kau makan bersamaku di sini," perintahnya.
"Masakanmu enak," pujinya.Surabaya, 7 Mei 2020
#NWR

KAMU SEDANG MEMBACA
CARMELITA
Lãng mạnCarmelita lari dari rumah. Ayahnya menjodohkannya dengan anak sahabatnya. Ini bukan zaman Siti Nurbaya, ia ingin menikah karena cinta, bukan untuk kepentingan bisnis. Pergi terburu-buru ia lupa membawa paspornya, tak bisa pulang ke Indonesia. Ia ju...