8. HAMIL

5.4K 126 0
                                    

Malam terakhir sebelum kembali ke Jakarta, Lita bercerita ke Suwandi rencananya membantu ayahnya.
"Kau mengorbankan masa depanmu, Lita."
"Papa memberikan ide tak masuk akal," ia tertawa, "katanya calon suamiku suka main perempuan, jadi aku bisa punya pacar gelap."
"Dan kau setuju?"
"Menikahlah dengan orang lain, Ndi, nanti kita liburan berdua tiga empat kali setahun."
"Kau gila!"
"Itu yang dilakukan Papa. Aku tidak memakai nama keluarganya karena Mama hanya istri simpanan, tak pernah dinikahi secara resmi."
Suwandi menggeleng-gelengkan kepalanya, "aku tak setuju. Kalau kau memutuskan menikah dengan pilihan ayahmu, ya kita putus."

Malam itu Suwandi tak mau menyentuhnya, dan lebih banyak membisu sampai ia mengantarkan Lita ke rumah ibunya.

Kartika kaget mendengar keputusan Lita.
"Kau lari dari ayahmu karena menolak perjodohan itu, dan sekarang kau setuju?"
Lita mengangguk.
"Bagaimana dengan Suwandi?"
"Kami sudah putus, kemarin."
"Stefano Malik?"
"Masih ada dua hari sebelum hari yang kujanjikan kepada Papa, aku akan menemuinya dan mengajak putus."
"Astaga!"

Besok paginya, Lita muntah-muntah, lalu ia ingat sesuatu. Kapan terakhir ia mens?
"Papa ... saya sudah beli tiket untuk lusa, tapi ...."
"Ya, sayang, ada apa?"
"Mungkin saya hamil."
"MUNGKIN? Belum kentara, kan?" Samuel berpikir cepat, "begini ... pastikan kehamilanmu, tapi tetap ke sini sesuai rencana. Papa tahu apa yang harus dilakukan."
"Papa, saya tak mau aborsi."
"Aku juga tidak, sayang, aku senang akan punya cucu. OK, lusa tetaplah berangkat."

Lita membeli test pack, ya, ia hamil. Tak berani memberitahukan ibunya karena belum tahu rencana ayahnya.

*

"Papa, saya sudah di New York, berikan saya waktu dua hari untuk urusan pribadi."
Carmelita menelpon Stefano, Rocky menjemputnya, membawanya ke mansion.
"Mr. Malik hari ini bekerja di rumah," sopir itu menginformasikan.

"Carmelita, I miss you so much." Stefano menghentikan pekerjaannya, memeluk dan menciumnya. Ia menggendong Lita, membawanya ke kamarnya.
Begitu pintu tertutup, mereka berlomba membuka pakaian masing-masing.
"Siapa itu?" tanya Lita menunjuk sesosok berselimut di ranjang, ia ingin marah.
Stefano tertawa menarik selimut itu, "my sex doll. I have never been with any woman ever since I made love to you."

Sehari semalam mereka bergumul melepas rindu.
"Kita tak bisa bersama, Stefano ...," kata Lita besoknya, ia sudah bersiap pergi.
"Mengapa?"
"Ayahku telah mengatur pernikahanku."
"Dan kau mau?"
"Aku tak punya pilihan ...."
Stefano menatapnya dengan sedih.
"Jadi ... kau kenal sini hanya untuk mengucapkan selamat tinggal?"
"Kau akan menemukan gadis lain, Stefano."
Ia ingin lelaki itu mencegah kepergiannya, tapi Stefano hanya diam, "aku toh juga akan menikah dengan pilihan orang tuaku. Lita memilih pergi, aku tak perlu menyakiti hatinya."

Rocky mengantarnya ke sebuah gedung perkantoran, kantor ayahnya.
"Carmelita." Samuel memeluknya, "jangan pergi lagi."
"Bagaimana hasilnya, kau hamil?" tanyanya melirik perut putrinya yang masih rata. Lita mengangguk.
"Mmm ... begini, besok kita akan bertemu dengan calon suamimu, katakan kau terlibat proyek kemanusiaan di Indonesia sampai setahun ke depan. Kita minta pernikahan diundur setahun lagi."
"Dan ...."
"Kau pulang ke Indonesia, melahirkan di sana, minta Kartika merawat anakmu. Aku juga akan bicara kepadanya."
"Dalam waktu tiga bulan setelah melahirkan, kau harus diet ketat, mengembalikan bentuk tubuhmu stamping sekarang. Mereka tak perlu tahu kau sudah punya anak."
Lita menarik napas panjang, "tidak ada kemungkinan saya membawa bayinya ke sini?"
"Tidak. Tiga empat bulan sekali kau bisa minta pulang ke Indonesia, kangen ibumu. Nanti kita atur jadwalnya bersamaan dengan liburan kami, jadi kau ke Indonesia untuk menjaga anakmu selama ibumu berlibur denganku."

*

"Kami minta maaf, Meneer Van der Brink, putra kami ada urusan mendadak ke Australia, tidak bisa datang berkenalan dengan calon istrinya," Mark Malik datang sendirian, "maaf juga, istri saya kurang sehat."
"Tidak masalah."
"Putri anda cantik, saya yakin putra saya akan menyukainya. Kapan waktu yang cocok untuk pernikahan mereka?"
"Kapan saja, Mr. Malik, tapi saya harap bisa ditunda setahun setelah sekarang."
"Ouw, mengapa begitu? Bukankah lebih cepat lebih baik?"
"Saya juga ingin secepatnya, tapi saat pulang ke Indonesia, Carmelita terlibat dalam proyek kemanusiaan berjangka waktu setahun. Ia sudah menyampaikan kesediaannya ... manusia kan dihargai bila ia menepati janjinya, ya kan?"
"Hahahaha ... OK saya bisa mengerti. Setahun dari sekarang."
"Carmelita tak akan lari, Mr. Malik, ia sudah berjanji akan menikah dengan putra anda."

*

Kartika kaget putrinya hamil, "siapa ayahnya? Suwandi? Stefano?"
"Stefano."
"Kau tidak minta ia bertanggung jawab?"
"Ia tak tahu aku hamil, Ma. Lagian, kalau ia ngotot bertanggung jawab, bagaimana aku bisa menikah dengan pilihan Papa?"
"Ia bisa membawa bayi itu dan membesarkannya."
"Tidak. Ia akan ngotot menikahiku, ruwet nanti urusannya.
Aku akan mengadopsinya saat ia berumur tiga atau empat tahun, setelah kedudukanku kuat di keluarga suamiku."

*

"Carmelita! Kudengar kau pulang ke Indonesia, di kota mana?" Nick menelpon.
"Jakarta? Great! Aku ada konperensi di Singapore, aku akan mampir."

"Kau hamil?" Nick kaget melihat perut Lita yang membesar.
"Siapa ayahnya?"
"Your brother."
"Ouw, I am being an uncle, soon. Apakah ia sudah tahu?"
"Aku tidak bisa memberitahunya, ia akan ngotot bertanggung jawab, padahal ayahku menjodohkanku dengan anak sahabatnya."
Nick mengelus perutnya.
"Kau tahu, aku mencintaimu, Carmelita. Walaupun aku bukan ayah bayimu, aku bersedia menikahimu."
"Itu tak mungkin ...."
Nick memeluknya, "may I kiss you?"

*

Kartika suka kepada Nick yang tampil rendah hati, beda dengan Stefano saat itu yang arogan mengklaim dirinya pacar Lita. Ia menawarkan menginap, dan tak keberatan saat Nick memperpanjang kunjungannya sampai tiga bulan, mengantar Lita kontrol ke dokter.
Apalagi saat ia liburan dua minggu bersama Samuel, bersyukur ada yang menemani putrinya.
"Lita, banyak perempuan yang libidonya naik saat hamil ...."
"Apa maksudnya bicara begitu, menawarkan diri?"
"Kau tahu, aku sudah menginginkanmu sejak pertama bertemu ...."
"Aku perempuan setia, Nick."
"Kau toh akan menikah dengan orang lain, berhubungan sex dengan orang lain ...."
Nick menciumnya, berusaha menggerayangi selangkangannya.
"Nick!" Lita mendorongnya, "pergilah ke neraka."
Hanya sekali itu Nick berusaha ngelaba, berikutnya ia kembali menjadi pemuda yang sopan dan perhatian.

Mereka berdua bertemu dengan Suwandi di sebuah mal.
"Hai Lita. Ini suamimu?"
Nick mendahului menjawab, "ya, dan ayah bayi yang dikandungnya."
Kedua lelaki itu berjabat tangan, Suwandi memaksakan senyum.
"Congratulations."

"Mengapa kau mengakuinya suamiku?"
"Situasinya complicated. Lebih simple menjawab begitu, daripada menjelaskan hamil di luar nikah dan bersama lelaki lain."
Lita tertawa, mengangguk setuju.

Nick pulang ke Amerika dua minggu, lalu balik lagi menjelang Lita melahirkan.
Dokter dan perawat di rumah sakit menganggap Nick sang ayah, karena bayinya berambut coklat bermata hazel seperti pemuda itu.
"Sudah pilih nama?" tanyanya lembut memandang bayi yang sedang menyusu, betapa ia ingin menggantikan bayi itu mengulum puting Lita.
"Stefani Sanjaya."

*

Nick masih tinggal beberapa bulan kemudian sampai saatnya Lita berangkat ke Amerika.
"You are welcome to visit your niece, Nick, walaupun Lita tidak di sini," kata Kartika.
Perempuan itu langsung jatuh cinta kepada cucunya, sukarela merawatnya, bukan sekedar kewajiban yang dipaksakan Samuel.
"Thank you, Kartika."

Surabaya, 10 Mei 2020
#NWR

CARMELITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang