[Hanin Dhiya |PUPUS]
SUAMI atau sekolah? Yang mana dari kedua pilihan itu yang paling terbaik?
Haishh, aku rasa manusia manapun jika di berikan pertanyaan seperti ini, tentu akan sulit untuk memberi jawaban.
Mana tadi Lyodra enak banget lagi ngomongnya, masa dia nyuruh aku mending hamil anak Mas Jul aja terus berhenti sekolah. Ngerawat suami dan membesarkan anak itu lebih baik kata Lyodra.
Tentu ini akan sangat berat. Tau sendirikan sejak dulu kembali bersekolah adalah mimpi terbesarku, apalagi saat aku menikah dan harapan itu seakan pupus, namun Mas Jul kembali membangkitkan harapanku untuk bersekolah.
Kapan lagi coba ada suami yang mau membiayai istrinya kembali bersekolah? Tapi yang buat aku heran juga, seingatku dulu Mas Jul pernah menegaskan bahwa gadis putus sekolah sepertiku hanya akan berakhir di dapur dan kasur. Dengan wajah garangnya, Mas Jul bilang bahwa dia akan membuktikan ucapannya itu, ini aneh bukan? Lalu untuk apa dia menyuruhku sekolah kalau dia hanya mau gadis putus sekolah sepertiku cukup melayani dia dapur dan kasur?
Dan lagi, hatiku terasa sesak sendiri saat membayangkan bagaimana nantinya jika Mas Jul sungguh menerima tawaran nenek untuk menghamili wanita lain? Haruskah aku bersikap seperti istri pertama yang buta dan tuli saat mendengar mereka berdesah-desahan di ranjang, sedangkan aku cuma bisa mendengar suara mereka ehem ehem? Ini gila untukku.
Kenapa juga sih Mas Jul gak bicarain masalah serius ini denganku? Apa karena baginya aku itu hanya anak kecil jadi gak perlu di kasih tau masalah beginian? Aku pikir salah satu syarat harmonis rumah itu adalah adanya keterbukaan satu sama lain.
"Say, lu lagi mikirin uang jajan yang gak cair dari Om apa begimane sih? Gue ngajakin ngobrol malah lu kacangin dari tadi." Yanto menepuk tanganku. Iya juga ya, tanpa sadar dari tadi aku terlalu sibuk memikirkan ucapan Lyodra, sampai gak sadar kalau Yanto lagi ngajakin aku ngobrol.
Ku lihat Yanto yang sedang memakai rol rambut warna pink di poninya, apanya yang mau di rol coba rambut setinggi rumput gajah gitu?
Lagian ada-ada saja kelakuannya, mentang-mentang guru di depan gak begitu merhatiin, dia malah asyik berdandan. Katanya karena sebentar lagi bel pulang berbunyi, dia harus kudu tampil ekstra cakep, biar ada yang godain. Coba, cowok mana yang matanya udah siwer sampai mau ngegebet Yanto?
"To, kalau kamu di suruh milih antara suami dan sekolah, mana yang bakal kamu pilih?"
Tanyaku dengan suara sangat pelan, takut guru yang di depan lempar penghapus papan tulis ke kami. Soalnya sebelumnya sudah pernah kejadian gara-gara Yanto yang lipstikan tapi sampai berdiri-berdiri segala buat cari pencahayaan yang bagus di liat di cermin.Tentu saja Yanto tercengang mendengar pertanyaanku.
"Pertanyaan kurang bermutu apa itu Min? Ya udah jelas dong say jawabannya apa."Dia menyimpan lip creamnya ke dalam kotak pensil, lalu mengarahkan fokus wajahnya padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simbiosis Agreement
Художественная проза[Story 11] Aku pikir menikah itu sesuatu yang sakral yang harus dihargai sebisa mungkin, aku pikir itu yang semua orang pikirkan tentang pernikahan. Hingga akhirnya pria berwajah kaku tanpa ekspresi itu muncul menghancurkan stigma tentang pernikahan...